JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet Nenden Sekar Arum menilai, revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mesti mendefinisikan pencemaran nama baik atau defamasi dengan lebih jelas, jika pasal tersebut hendak dipertahankan.
Nenden menegaskan, pasal pencemaran dalam UU ITE harus direvisi supaya tidak menimbulkan multitafsir karena hal itulah yang menyebabkan maraknya kriminalisasi menggunakan UU ITE.
"Kalau misalnya mau tetap ada pasal defamasi atau ujaran kebencian, yang kita inginkan dirigidkan dong, defamasi itu yang seperti apa," kata Nenden dalam program Gaspol Kompas.com, Selasa (9/8/20222).
Nenden menuturkan, pedoman interpretasi dan implementasi yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak otomatis membuat angka kriminalisasi dengan pasal pencemaran nama baik UU ITE turun, bahkan justru naik.
Pasalnya, menurut Nenden, aparat penegak hukum pun belum sepenuhnya memahami pedoman yang telah dibuat oleh pemerintah.
"Multiintepretasi itu dan implementasi di lapangan dan juga bagaimana pengetahuan aparat penegak hukum akan hal tersebut juga menjadi masalah utama yang kami lihat selama mendampingi kasus," kata dia.
Masalah-masalah inilah yang ia nilai akhirnya membuat UU ITE seolah jadi momok bagi masyarakat untuk menyampaikan ekspresi maupun pendapatnya di ruang digital.
"Akhirnya kita jadi bertanya-tanya lagi, apakah saya masih punya kebebasan berpendapat enggak dengan UU ITE ini, buktinya kan enggak," ujar Nenden.
Seperti diketahui, aturan mengenai pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 27 Ayat (3) UU ITE dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun penjara dan/atau denda Rp 750 juta.
Berdasarkan pedoman yang telah dibuat pemerintah, aparat penegak hukum baru dapat memproses pengaduan atas delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sesuai UU ITE.
Dalam pedoman juga ditegaskan, fokus pemidanaan Pasal 27 ayat 3 UU ITE bukan dititikberatkan pada perasaan korban, melainkan perbuatan pelaku yang dilakukan secara sengaja.
Selain itu, delik pasal tersebut adalah delik aduan absolut sehingga harus korban sendiri yang melapor, kecuali korban masih di bawah umur atau dalam perwalian.
Korban sebagai pelapor harus merupakan orang perseorangan dengan identitas spesifik, bukan institusi, korporasi, profesi, atau jabatan.
https://nasional.kompas.com/read/2022/08/09/17022001/jika-dipertahankan-pasal-pencemaran-nama-baik-di-uu-ite-harus-dibuat-lebih