JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) belum bisa meyakini soal dugaan pelecehan yang dilakukan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat terhadap Putri Candrawathi, istri mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Irjen Ferdy Sambo.
Diketahui berdasarkan keterangan kepolisian, Brigadir J diduga melecehkan dan menodongkan senjata kepada Putri sebelum tewas dalam peristiwa baku tembak.
Ketua Komnas HAM Taufan Damanik mengungkapkan, pihaknya tidak menemukan keterangan maupun saksi yang menyaksikan penodongan tersebut.
“Jadi saksi yang menyaksikan penodongan itu tidak ada, makanya kami juga belum bisa meyakini apa terjadi pelecehan seksual atau tidak,” kata Taufan, dalam webinar yang digelar Sabtu (6/8/2022).
Oleh sebab itu, kata Taufan, tidak semestinya Brigadir J dihakimi telah melecehkan istri Ferdy Sambo.
Di sisi lain, Taufan bersepakat bahwa pihak yang mengaku atau mengadu mengalami pelecehan seksuas harus diperlakukan sebagai korban, sesuai standar pemenuhan hak asasi dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Sementara, Komnas HAM belum bisa melakukan pemeriksaan terhadap Putri yang saat ini masih dalam perawatan psikolog.
“Kita tidak bisa sekarang ini intervensi lebih jauh ke Ibu PC (Putri Candrawathi),” ujar Taufan.
Menurutnya, Komnas HAM bisa mengusulkan kepada Polri untuk mendatangkan tim psikolog independen. Tim tersebut akan kembali menguji apakah benar Putri mengalami post-traumatic stress disorder (PTSD) atau trauma, sebagaimana dikatakan Ferdy Sambo.
Jika temuan tim psikolog menyatakan tidak mengalami PTSD, maka Putri bisa menjalani pemeriksaan, termasuk pemeriksaan oleh Komnas HAM mengenai dugaan pelecehan seksual.
“Nah itu soal kekerasan seksual atau dugaan pelecehan seksual, semua belum bisa memastikan apakah itu terjadi atau tidak,” kata Taufan.
Sebagai bagian dari penyelidikan independen, Komnas HAM telah memeriksa tujuh ajudan Ferdy Sambo, termasuk Bharada E, pada Selasa (26/7/2022).
Sebelumnya, polisi menyebut Yosua melecehkan dan menodongkan senjata kepada putri di rumah dinas Kadiv Propam Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Teriakan istri Kadiv Propam kemudian membuat Yosua panik. Mendengar teriakan itu, Bharada E yang berada rumah tersebut bertanya kepada Yosua.
Namun, menurut polisi, Yosua justru melepaskan tembakan. Baku tembak pun terjadi dan mengakibatkan Yosua tewas.
Namun, belakangan ditemukan sejumlah ketidakcocokan keterangan saksi dengan informasi dari kepolisian.
Beberapa di antaranya terkait informasi bahwa saat kejadian Ferdy Sambo tengah melakukan tes PCR di luar rumah saat. Sementara berdasarkan rekaman kamera pengawas atau CCTV yang diperoleh Komnas HAM, Ferdy sudah ada di rumah sehari sebelumnya.
Kemudian, berdasarkan pemeriksaan Komnas HAM, Bharada E juga tidak menyebut Yosua menodongkan senjata.
Terkait kasus ini, sejumlah perwira tinggi polisi diduga melanggar etik karena menghilangkan barang bukti, termasuk Ferdy Sambo yang diduga berperan dalam pengambilan rekaman CCTV.
Adapun Ferdy Sambo telah dicopot dari jabatan Kadiv Propam Polri pada Kamis (4/8/2022). Kemudian dia dimutasi sebagai perwira tinggi (Pati) Pelayanan Markas (Yanma) Polri.
Polisi juga telah menetapkan Bharada E sebagai tersangka pada Rabu (3/8/2022). Bharada E dipersangkakan dengan pasal tentang pembunuhan yang disengaja yakni Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
https://nasional.kompas.com/read/2022/08/07/09490281/komnas-ham-belum-bisa-meyakini-soal-dugaan-pelecehan-brigadir-j-terhadap