KOMPAS.com – Dalam sebuah hubungan kontraktural atau hubungan berdasarkan kontrak, terdapat hak dan kewajiban yang mengikat para pihak terlibat.
Ketidakseimbangan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam hubungan ini akan menimbulkan pelanggaran hak salah satu pihak.
Jika ini terjadi, muncullah yang disebut dengan wanprestasi. Pihak yang merasa dirugikan pun dapat mengajukan gugatan wanprestasi ke pengadilan.
Pengertian wanprestasi dan gugatan wanprestasi
Wanprestasi atau disebut juga ingkar janji berasal dari bahasa Belanda, yakni wanprestatie yang berarti prestasi atau kewajiban yang buruk. Wanprestasi berarti tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah dijanjikan.
Secara umum, M. Yahya Harahap menyebut, pengertian wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya.
Wanprestasi tidak lepas dari masalah kelalaian. Menurut R. Subekti, bentuk wanprestasi dapat berupa:
Adanya wanprestasi membuat pihak yang dirugikan memiliki hak gugat.
Gugatan wanprestasi dapat diajukan ke pengadilan oleh pihak yang merasa dirugikan untuk menegakkan hak-hak atas kontrak atau perjanjiannya.
Gugatan wanprestasi dapat diajukan secara tersendiri maupun digabung dengan gugatan lain, seperti:
Contoh wanprestasi
Salah satu contoh kasus wanprestasi adalah kasus jual beli pabrik pupuk organik milik Imam Mughni di Mojokerto, Jawa Timur, pada tahun 2007.
Kasus ini berawal dari Tio Sathio Suardana yang ingin membeli perusahaan milik Imam, yakni CV Gunung Mas.
Keduanya lalu menyepakati harga perusahaan Imam sebesar Rp8,5 miliar. Kedua pihak lalu mendatangi notaris untuk membuat akta jual beli perusahaan.
Dalam akta tersebut, terdapat pernyataan kesepakatan jual beli, harga yang telah disepakati dan juga cara pembayarannya.
Untuk pembayarannya, Tio telah membayar Rp 500 juta dan sisanya sebesar Rp 8 miliar dibayar dengan tiga lembar cek, masing-masing senilai Rp 1,5 miliar, Rp 2,5 miliar dan 2 miliar.
Namun, saat Imam hendak mencairkan cek pertama, pihak bank menolak karena tidak ada dananya. Dalam upaya pencairan berikutnya, pihak bank kembali menolak dengan alasan rekening telah ditutup.
Imam lalu menghubungi Tio dan menagih pembayaran pertama sebesar Rp 1,5 miliar. Tio pun berjanji untuk membayar cek yang tidak cair.
Akan tetapi, pembayaran yang dijanjikan tak kunjung dilakukan. Imam yang mengalami kerugian sebesar Rp 8 miliar kemudian menempuh jalur hukum.
Dalam persidangan, penuntut umum dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Mojokerto menyatakan Tio bersalah melakukan tindak pidana penipuan dan meminta hakim menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara.
Namun, dalam putusannya, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto menyatakan perbuatan terdakwa bukan merupakan suatu tindak pidana.
Hakim melepaskan Tio dari segala tuntutan hukum dan memerintahkan ia agar dibebaskan seketika dari tahanan. Perusahaan pupuk yang dibeli Tio pun dikembalikan kepada Imam.
Kejari Mojokerto lalu mengajukan permohonan kasasi. Tetapi, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi tersebut.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah Agung menilai PN Mojokerto telah tepat dalam pertimbangan dan putusannya.
Putusan ini tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2161 K/PID/2008
tanggal 14 Mei 2009.
Dengan begitu, hakim menilai perbuatan terdakwa bukan merupakan suatu tindak pidana, melainkan masuk ke dalam ranah perdata.
Referensi:
https://nasional.kompas.com/read/2022/08/06/03000051/apa-itu-gugatan-wanprestasi-dan-contohnya