JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming, sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait penerbitan izin tambang.
KPK sempat menetapkan Maming masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Penyebabnya adalah dia 2 kali tidak menghadiri panggilan pemeriksaan dari penyidik KPK.
Dalam panggilan pertama pada 14 Juli, Maming absen karena alasan proses praperadilan masih berjalan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sedangkan pada panggilan kedua yang dijadwalkan 21 Juli, Maming kembali absen.
Penyidik KPK kemudian menjemput paksa Maming pada 25 Juli. Namun, para penyidik KPK yang mencari di sebuah apartemen tidak menemukan Maming.
Sehari kemudian KPK menetapkan Maming masuk ke dalam daftar buronan.
Maming kemudian hadir di KPK pada Kamis (28/7/2022) pukul 14.00 WIB, ditemani sejumlah kuasa hukumnya.
Tak lama kemudian, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Kalimantan Selatan itu naik ke ruang penyidikan.
Dugaan suap dan gratifikasi
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan Maming diduga menerima suap dari sejumlah perusahaan tambang.
"Ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup sehingga KPK meningkatkan perkara ini ke penyidikan dengan tersangka sebagai berikut MM (Mardani Maming)," kata Alex dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (28/7/2022) malam.
Menurut Alex, Maming mengalihkan izin salah satu perusahaan pertambangan kepada perusahaan lain.
Dia mengatakan, Maming yang menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2015 dan 2016-2018 mempunyai kuasa memberikan persetujuan izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP).
Pada tahun 2010, kata Alex, Maming didekati pengusaha yang mengendalikan PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) bernama Henry Soetio.
Henry mendekati Maming karena memiliki keinginan mendapatkan izin IUP OP perusahaan lain.
“IUP OP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL), seluas 370 hektar yang berlokasi di Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu,” kata Alex dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (28/7/2022) malam.
Setelah itu, Maming mempertemukan Henry dengan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo, pada awal 2011.
Maming kemudian diduga memerintahkan bawahannya itu agar memperlancar dan membantu proses perizinan yang diajukan Henry.
Pada Juni 2011, Maming menerbitkan Surat Keputusan yang mengalihkan IUP OP miik PT BKPL ke PT PCN.
“Diduga ada beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang sengaja di backdate (dibuat tanggal mundur) dan tanpa bubuhan paraf dari beberapa pejabat yang berwenang,” ujar Alex.
Dalam penerbitan IUP OP itu, Maming diduga menerima suap lebih dari Rp 104,3 miliar selama 7 tahun.
Menurut Alex, tindakan Maming melanggar ketentuan Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.
Dalam pasal itu disebutkan pohak yang mendapatkan IUP dan IUPK tidak diperbolehkan memindahkan dua izin tersebut ke pihak lain.
Dalam perkara ini, Maming disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Ditahan
Usai pemeriksaan, penyidik KPK kemudian menahan Maming selama 20 hari ke depan di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur.
Alex mengatakan, Maming akan mendekam di Rutan KPK mulai 28 Juli sampai 16 Agustus 2022 mendatang.
Usai pemeriksaan, Maming nampak mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK serta diborgol.
Usai dihadirkan dalam jumpa pers, Maming kemudian digelandang ke mobil tahanan sambil berpamitan dengan sejumlah kuasa hukumnya.
Bingung dan ziarah
Kuasa hukum Maming membantah tuduhan kliennya sempat ditetapkan sebagai buronan karena tidak kooperatif dalam menjalani proses hukum di KPK.
Mereka mengatakan sudah mengirim surat kepada penyidik KPK pada 25 Juli yang menyatakan Maming siap hadir ke Gedung Merah Putih pada 28 Juli.
Maming mengaku bingung karena ditetapkan sebagai DPO. Sebab, pihaknya telah bersurat pada 25 Juli.
"Saya juga bingung tanggal 25 suratnya masuk tapi kenapa hari Selasa saya dinyatakan DPO. Padahal saya sudah mengirim surat dan koordinasi sama tim penyidik bahwa saya akan hadir tanggal 28," ujar Maming di tiba KPK, Kamis (28/7/2022).
Sebelum ditahan, Maming juga membantah tuduhan hendak kabur dari proses hukum di KPK.
Maming mengatakan, sebelum hadir ke KPK dia melakukan ziarah.
"Beberapa hari saya tidak ada bukan saya hilang, tapi saya ziarah, ziarah Wali Songo," ujar Maming.
Maming menjelaskan, melalui Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPBH PBNU) yang menjadi kuasa hukumnya, ia telah melayangkan surat ke KPK pada Senin (25/7/2022).
Dalam surat tersebut dinyatakan bahwa ia akan kooperatif dan bersedia memenuhi panggilan KPK pada tanggal 28 Juli setelah gugatan praperadilan selesai.
Setelah putusan sidang selesai pada Rabu (27/7/2022) kemarin, Maming pun menepati janji yang telah disampaikan ke KPK untuk hadir mengikuti proses hukum tersebut.
"Setelah itu, (Saya) balik tanggal 28 sesuai janji saya dan saya hadir," ucap Bendahara Umum (Bendum) nonaktif Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu.
(Penulis : Irfan Kamil, Syakirun Ni'am | Editor : Bagus Santosa, Dani Prabowo)
https://nasional.kompas.com/read/2022/07/29/07474231/babak-baru-dugaan-suap-mardani-maming-usai-ditahan-kpk