Adapun Bendahara Umum (Bendum) Pengurus Besar Besar Nahdlatul (PBNU) itu ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2011.
“Informasi baru ya, kamu justru akan mengecek ya, apakah betul informasi tersebut, dan akan melakukan koordinasi pendampingan kalau memang benar, tapi kami akan cek, karena kami justru belum mendapatkan informasi itu,” ujar Denny ditemui di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (25/7/2022).
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM itu bakal segera melakukan koordinasi kepada tim hukum untuk mengetahui kebenaran dan langkah hukum yang akan ditempuh.
Saat ini, kata dia, tim hukum Mardani Maming yang ditugaskan oleh PBNU masih dalam proses gugatan praperadilan melawan KPK.
“Tentu kita akan melakukan upaya-upaya hukum pendampingan yang diperlukan, karena memang juga hak dari tersangka untuk mendapatkan pendampingan hukum dalam proses ini,” papar Denny.
Penyidik KPK tengah dalam proses menjemput paksa Ketua DPD PDI Perjuangan Kalimantan Selatan itu bersamaan dengan upaya paksa penggeledahan di salah satu Apartemen di Jakarta.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri memastikan, pihaknya akan mengumumkan perkembangan hasil upaya paksa tersebut.
Maming diduga menerima suap lebih dari Rp 104,3 miliar. Ia juga disebut mendapat fasilitas dan biaya membangun sejumlah perusahaan setelah mengalihkan izin pertambangan dan produksi pertambangan salah satu perusahaan ke PT Prolindo Cipta Nusantara.
Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) ini kemudian mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
https://nasional.kompas.com/read/2022/07/25/13482261/mardani-maming-dijemput-paksa-kuasa-hukum-mengaku-belum-tahu