Semula, harlah itu direncanakan dan dikemas dengan acara meriah yang bakal dihadiri banyak tamu undangan.
Bahkan, bukan cuma warga internal partai, tetapi juga kalangan tokoh partai lain, pejabat tinggi negara lantaran yang menjadi presiden adalah orang dari PKB.
Tetapi, manusia bisa merencanakan, tetapi kehendak hanya Tuhan yang bisa menentukan.
Dilengserkan MPR
Persis saat harlah ketiga, Ketua Dewan Syuro KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dicabut mandatnya sebagai presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Acara yang semula dibayangkan akan meriah, berubah muram, campur panas, dan ditingkahi acara gergeran KH Cholil Bisri dan hiburan pemutaran film Gladiator.
Film yang bercerita tentang pertarungan jagoan zaman kuno bukan pertarungan politik model Abdurrahman Wahid dengan parlemen.
Kesan muram tergores pada huruf PKB di panggung. Kru paduan suara juga mengenakan pakaian hitam-hitam seperti sedang berduka.
"Huruf PKB yang buram dan pakaian kru paduan suara hitam-hitam ini bukan disengaja, ini hanya kesalahan teknis," kata Ketua Panitia Amin Said Husaini saat itu.
Suasana Tumpengan
Suasana muram juga terkesan kuat pada saat tumpengan yang diselenggarakan di bagian belakang Kantor DPP PKB Kuningan, Jakarta yang dihadiri hanya sekitar seratus orang.
Suasana haru terasa saat Rois Syuriyah Pengurus Besar (PB) Nahdlatul Ulama (NU) KH Said Aqil Siradj menyampaikan doa syukur yang bersuasana doa kematian.
Kebekuan suasana perlahan-lahan mulai mencair ketika digelar acara berbagi tumpeng. Satu tumpeng dikeroyok beberapa orang yang memperlihatkan keakraban gaya santri
Apalagi acara itu mulai didatangi kalangan tokoh muda seperti Ketua DPP GP Ansor Syaifullah Yusuf, Sekjen PKB Muhaimin Iskandar, dan kalangan wartawan yang menyerbu narasumber, termasuk saat sedang menyantap tumpeng.
Acara selanjutnya tak dihadiri tokoh partai.
Dari tumpengan, acara dipindahkan ke Pusat Perfilman Usmar Ismail yang terletak bersebelahan dengan Kantor DPP PKB. Acara itu dihadiri sekitar 200 orang.
Tampak ulama karismatis NTB Tuan Guru Turmudzi, KH Sugiat, KH Ma'ruf Amin, mantan Menteri Koperasi Subiakto Tjakrawerdaya, Menristek AS Hikam, Menteri Pemberdayaan Perempuan Khofifah Indarparawansa serta tokoh-tokoh PKB.
Kendati demikian, acara ini tidak dihadiri tokoh-tokoh partai yang diundang. Sampai- sampai Wakil Ketua Dewan Syuro DPP PKB KH Cholil Bisri mengibaratkan, saat ini PKB seperti orang sakit lepra sehingga banyak orang takut mendekat.
Gusdur dianggap masih presiden
Namun, tiba-tiba kesenduan berubah menjadi hentakan bernada kemarahan ketika Pemangku Jabatan Sementara (Pjs) Ketua Umum DPP PKB Dr Alwi Shihab naik ke podium.
Alwi yang selama ini bernada bicara lemah lembut, dibumbui seulas senyum berseri-seri melengkapi wajahnya yang bersih bercahaya, tiba-tiba berbicara keras.
Tanpa tedeng aling-aling, Alwi masih menyebut Abdurrahman Wahid sebagai presiden sekalipun beberapa jam sebelumnya telah dilantik Presiden (baru) Megawati Soekarnoputri.
Bagi Alwi, Abdurrahman Wahid telah dijatuhkan dari posisinya sebagai presiden yang sah secara sistematis dengan menjungkirbalikkan konstitusi.
Hampir di setiap akhir kalimatnya, pidato Alwi diiringi dengan tepuk tangan atau pekik takbir. Alwi telah menggali saluran bagi aliran luapan emosi warga PKB yang menggumpal entah sudah beberapa lama.
Disemangati Mbah Cholil
Seperti sudah diatur, setelah emosi warga PKB tersalurkan, KH Cholil Bisri memberikan hiburan. Gaya pidatonya kocak dengan bahasa Jawa campur bahasa Indonesia, yang terkadang dipelintirkan seperti gaya pelawak Topan.
Apalagi, saat menyebut dalil-dalil secara fasih dan tartil yang menunjukkan kapasitasnya sebagai kiai pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang, Jateng.
Mbah Cholil, pangggilan akrabnya, mengajak harlah ini sebagai momentum untuk bangun dari ketersilauan, sombong. Peristiwa ini juga bisa dijadikan PKB untuk bangun dari memojokkan seseorang untuk mengambil keputusan dan bangun untuk mengerti diri sendiri.
"PKB ini dibingkai oleh Nahdlatul Ulama (NU). Tradisi di NU itu, kalau dimarahi kiai itu tunduk. Tapi repotnya kalau sudah merasa kiai, termasuk para gus itu, tidak mau dimarahi," kata mbah Cholil.
Ia pun meminta para kader PKB harus melihat kejadian sekarang ini sebagai balak, musibah atau azab. Kalau balak itu konsekuensi orang hidup mati itu juga termasuk balak.
Kalau merupakan musibah, harus disambut dengan bersyukur karena siapa yang dikenal baik itu pasti kena musibah.
"Repotnya kalau ini azab, kita harus istighfar, memohon ampun kepada Allah," ucap Kiyai NU itu.
Ia juga berhadap kejadian yang menimpa Gus Dur hendaknya tidak membuat segenap warga PKB putus asa dan harus terus berjalan ke depan dengan tatag.
"Kejadian ini harus dipandang sebagai iradat (kehendak) Allah. Segenap warga PKB harus yakin bahwa Allah akan memberi yang lebih baik," tuturnya.
https://nasional.kompas.com/read/2022/07/24/16584041/awan-mendung-di-tengah-perayaan-ulang-tahun-pkb