Alex mengatakan, empat pimpinan KPK lainnya merupakan kolega Lili karena lembaga antirasuah itu menjalankan sistem kolektif kolegial.
"Ketentuan di KPK kalau sudah itu kalau pimpinan itu terafiliasi atau kenal dengan tersangka, dia harus men-declare, karena dianggap karena mungkin putusannya enggak independen. Kan begitu," kata Alex saat ditemui wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (21/7/2022).
Alex mencontohkan, ia memiliki teman dekat di Istana Negara. Saat orang tersebut terjerat kasus korupsi yang ditangani KPK, ia sebagai Wakil Ketua KPK tidak bisa terlibat dalam penetapan tersangka.
Ia juga tidak bisa terlibat dalam pengambilan keputusan atas perkara yang bersangkutan.
"Kalau saya merasa, waduh saya enggak bisa untuk bersikap independen dalam menetapkan tersangka pada seseorang yang saya anggap terlalu baik, tidak hanya sebatas ada hubungan keluarga, tapi saya puya hubungan sangat baik, itu saya declare," kata Alex.
Dihubungi Kompas.com pada Selasa, 19 Juli lalu, anggota Dewas KPK Albertina Ho menyatakan, Dewas mempersilakan penegak hukum lain yang berniat menindaklanjuti kasus dugaan gratifikasi tersebut.
"Kalau ada APH yang mau menindaklanjuti sesuai kewenangannya silakan saja," ujar Albertina Ho.
Sebelumnya, Dewan Pengawas (Dewas) KPK menyatakan sidang dugaan pelanggaran etik yang menjerat Lili gugur karena ia telah mengundurkan diri terlebih dahulu.
Lili diduga menerima gratifikasi dari pihak Pertamina berupa fasilitas menonton MotoGP di Mandalika dan tempat penginapan mewah.
Sejumlah pihak menduga penerimaan itu merupakan perbuatan pidana. Dewas dan pimpinan KPK kemudian didesak memproses atau melaporkan dugaan gratifikasi itu ke aparat hukum (APH) lain.
https://nasional.kompas.com/read/2022/07/22/08183341/alasan-pimpinan-kpk-tak-proses-dugaan-gratifikasi-lili-masih-kolega-ada