JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menganggap, Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) belum mengambil sikap yang tegas dan jelas terkait penanganan kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
LBH Jakarta menyatakan bahwa pihaknya juga meragukan tim gabungan yang dibentuk Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) untuk mengusut kasus tersebut.
"Kami meragukan bahwa tim gabungan yang dibentuk Kapolri mampu untuk mengungkap secara utuh fakta yang sebenarnya terjadi dan memproses pelaku lapangan dan pelaku intelektualnya," ucap pengurus LBH Jakarta Teo Reffelsen dalam keterangan tertulisnya, Kamis (21/7/2022).
LBH Jakarta juga mengkhawatirkan tim gabungan tersebut hanya menjadi formalitas di tengah desakan publik agar Polri mengungkap kasus Brigadir J.
Teo pun menyinggung soal tim gabungan yang pernah dibentuk Polri dalam mengusut kasus penganiayaan yang menimpa mantan penyidik KPK, Novel Baswedan.
"Berkaca pada pengalaman sebelumnya, tim gabungan serupa pernah dibentuk untuk mengungkap kasus penyiraman air keras yang menimpa Novel Baswedan, namun tim tersebut justru hanya mampu mengungkap pelaku pada level lapangan dan bahkan diduga kuat pelaku tersebut bukanlah pelaku yang sebenarnya," ucap dia.
Selain itu, LBH Jakarta juga menilai bahwa terdapat kecenderungan sikap mendua dalam kasus Brigadir J.
Menurutnya, di satu sisi, petinggi Polri menyampaikan komitmennya untuk menuntaskan kasus dengan membentuk tim gabungan. Namun, di sisi lain ada tindakan Polri yang terkesan menghalang-halangi kerja-kerja jurnalistik.
"Hal ini terlihat dari intimidasi yang dilakukan oleh anggota Polri terhadap wartawan yang meliput di sekitar rumah Irjen Pol Ferdy Sambo," imbuh Teo.
Selanjutnya, LBH Jakarta juga menyinggung soal perbedaan keterangan antara pihak Polri dengan keluarga mengenai luka yang bersarang di tubuh mendiang Brigadirl J.
Teo menegaskan, hal ini merupakan fakta yang tidak boleh dianggap remeh. Pasalnya, kata dia, berdasarkan pemberitaan dan isu yang berkembang di ruang publik, disinyalir terdapat distorsi terhadap hasil otopsi.
"Terlebih menurut penuturan warga sekitar rumah Irjen Pol Ferdy Sambo, tidak terlihat adanya ambulans pasca-kejadian," ujar dia.
Terkait kasus tersebut, pihak LBH Jakarta pun mendesak bahwa Presiden Republik Indonesia Joko Widodo harus memastikan tidak ada impunitas dalam kasus kematian Brigadir J dengan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).
Ia menambahkan, TGPF itu perlu melibatkan partisipasi aktif masyarakat sipil yang melakukan pemeriksaan secara objektif, transparan
LBH Jakarta juga meminta Presiden RI dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melanjutkan agenda reformasi kepolisian, namun tidak terbatas pada reformasi institusional maupun reformasi kultural.
"Lembaga Negara Independen, seperti Komnas HAM, Kompolnas, Ombudsman RI dan Komnas Perempuan, dapat aktif melakukan pemeriksaan sesuai dengan fungsi dan cakupan kewenangannya masing-masing," tambahnya.
Lalu, Kapolri harus memastikan jajarannya agar menuntaskan proses hukum yang ada terkait kasus ini dengan profesional dan berpihak pada korban, serta menjamin aksesibilitas Lembaga Negara Independen terhadap alat bukti untuk melakukan pemeriksaan kasus Brigadir J.
Kemudian, Kapolri diminta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penggunaan senjata api dan menetapkan ketentuan penggunaan senjata api yang jelas sesuai dengan fungsi dan kewenangan petugas terkait.
"Seluruh pihak menjamin pendampingan dan pemulihan kondisi fisik dan psikis bagi kelompok rentan yang terdampak," ucap dia.
Diketahui dalam penanganan kasus tewasnya Brigadir J, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk tim gabungan khusus untuk mendalami kasus tewasnya Brigadir J. Tim tersebut melibatkan unsur eksternal yakni Kompolnas dan Komnas HAM.
https://nasional.kompas.com/read/2022/07/21/21440341/tim-bentukan-kapolri-untuk-kasus-brigadir-j-diharap-tidak-sekadar-formalitas