Permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 25/PUU-XX/2022 diajukan oleh mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hemahua itu terdiri dari berbagai unsur masyarakat, kalangan purnawirawan TNI, politisi, mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan tokoh agama.
Mereka adalah Marwan Batubara, Muhyiddin Junaidi, Letjen TNI Mar (Purn) Suharto, Mayjen TNI (Purn) Soenarko MD, Taufik Bahaudin, Syamsul Balda, Habib Muhsin Al Attas, Agus Muhammad Maksum, M Mursalim R, Irwansyah dan Agung Mozin
"Mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar ketua MK Anwar Usman dalam persidangan, Rabu (20/7/2022).
MK menilai, survei yang menununjukan bahwa banyak responden yang menolak ibu kota pindah tidak bisa jadi dasar pertimbangan.
Selain itu, permasalahan ekonomi akibat adanya pandemi yang dikaitkan dengan anggaran tidak berkorelasi dengan konstitusionalitas.
"Alasan pandemi tidak bisa dijadikan argumen untuk menunda pembahasan RUU," ujar hakim MK Arief Hidayat.
"Kekhawatiran pandemi tidak bisa menunda pembahasan RUU," ujarnya.
Mahkamah menilai, proses pembentukan RUU IKN sudah terbuka dan partisipatif.
Apalagi, DPR telah mengundang banyak pihak dalam rapat dengar pendapat dengan berbagai roadshow sosialisasi RUU yang mengundang tokoh masyarakat dan akademisi dari berbagai universitas di Indonesia.
"Fast track legislation merupakan upaya yang dilakukan pemerintah dan DPR sebagai langkah yang dibolehkan. Oleh sebab itu alasan pemohon tidak beralasan menuut hukum," papar hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Adapun para pemohon menilai pembentukan UU IKN a quo tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain itu, pembentukan IKN dianggap tidak melalui perencanaan yang berkesinambungan.
Menurut mereka, hal ini terlihat dari dokumen perencanaan pembangunan, regulasi, keuangan negara dan pelaksaan pembangunan yang tidak tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019 serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, 2021 dan 2022.
Lebih lanjut, pembentukan UU IKN menurut para pemohon dinilai hanya mendengarkan pendapat ahli dan narasumber untuk memenuhi kriteria pemenuhan hak untuk didengar atau right to be heard.
Selain itu, dalam penyusunan UU IKN DPR jelas tidak mempertimbangkan pendapat masyarakat atau right to be considered dan memberikan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang disampaikan masyarakat atau right to be explained.
https://nasional.kompas.com/read/2022/07/20/13071191/mk-tolak-uji-materi-uu-ikn-yang-diajukan-abdullah-hehamahua-dkk