JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej meminta masyarakat yang keberatan terhadap Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang bakal disahkan, untuk melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Eddy, sapaan Wamenkumham mencontohkan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang harus dilakukan perbaikan karena adanya putusan MK.
"Jika ada yang mengganjal, silakan ke MK untuk uji materiil maupun formil. Tidak perlu a priori dengan MK, buktinya UU Cipta Kerja juga dibatalkan jika dua tahun tidak diperbaiki," ujar Eddy kepada Kompas.com, Senin (11/7/2022).
Eddy pun mengeklaim bahwa pembahasan RKUHP telah melibatkan partisipasi publik. Bahkan, Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pada saat itu berasal dari masyarakat sipil.
"RKUHP sekarang sudah dibahas tuntas pada periode 2014-2019 dan sudah melibatkan partisipasi publik. Jadi, tidak benar kalau pemerintah dan DPR tidak melibatkan publik,” tegas Wamenkumham
“Kami punya dokumentasi sebagai bukti yang sangat lengkap perihal partisipasi publik saat pembahasan periode 2014-2019," ucapnya.
Eddy menjelaskan, RKUHP yang akan disahkan sudah ada sejak tahun 1963 dan sudah berkali-kali dibahas.
Oleh sebab itu, pembahasan antara pemerintah dan DPR kali ini bersifat carry over. Artinya, tidak akan dibahas dari ulang tapi hanya sebatas 14 isu yang krusial.
"Dalam pembahasan RKUHP yang telah disempurnakan setelah 16 Agustus 2022, pemerintah dan DPR pasti melibatkan publik," tegasnya.
Sebagai informasi, survei Litbang Kompas menunjukkan bahwa mayoritas responden atau sebanyak 89,3 persen mengaku tidak mengetahui adanya rencana pengesahan RKUHP.
Jajak pendapat Litbang Kompas yang diselenggarakan pada akhir Juni 2022 itu memperlihatkan hanya 10,7 persen responden yang tahu adanya rencana pengesahan RKUHP tersebut.
"Sederhananya, dari 10 orang, boleh jadi hanya satu orang yang tahu soal rencana pengesahan RKUHP ini," ujar peneliti Litbang Kompas Rangga Eka Sakti, dikutip dari Harian Kompas, Senin.
Rangga menuturkan, pembahasan RKUHP yang baru diserahkan oleh pemerintah ke DPR seakan berjalan dalam lorong gelap yang jauh dari jangkauan publik.
Menurut dia, hak publik untuk bersuara dan ikut terlibat dalam proses perumusan RKUHP ini perlu untuk dipertimbangkan serius.
Padahal, Komisi III DPR dan pemerintah semula mematok target pengesahan RKUHP sebelum berakhirnya masa sidang V Tahun Persidangan 2021-2022 yang berakhir pada 7 Juli 2022. Namun, hal itu urung dilakukan.
Pemerintah yang diwakili oleh Wamenkumham Edward OS Hiariej baru menyerahkan draf RKUHP yang sudah disempurnakan kepada Komisi III DPR pada 6 Juli 2022.
"Keengganan untuk melibatkan dan mendengarkan secara meluas suara publik dalam proses meramu kitab peraturan pidana yang baru ini sepertinya memang sudah menjadi gejala umum," ujar Rangga.
"Hal ini umumnya terjadi ketika obyek dari aturan tersebut memicu kontroversi dan polemik," ucapnya.
Rangga mengatakan, absennya suara masyarakat dalam pembahasan RKUHP sebetulnya bukan hal baru.
Sekitar dua tahun silam, ujar dia, kasus serupa terjadi ketika pemerintah dan DPR membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja.
Padahal, dalam pembahasan UU Cipta Kerja, sebagian besar masyarakat meminta pemerintah dan DPR untuk bersabar.
Hal ini dikuatkan dengan hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada April 2020 yang menunjukkan 82,9 persen responden menilai pengesahan RUU Cipta Kerja harus ditunda.
"Bak Bandung Bondowoso membangun candi, undang-undang 'super' ini diketok palu dalam waktu yang relatif cepat dan terkesan buru-buru," kata Rangga.
"Padahal, saat itu polemik masih terjadi di publik," ujarnya.
Hal yang sama, lanjut Rangga, juga terjadi ketika DPR merevisi Undang-Undang KPK.
Padahal, demonstrasi besar-besaran untuk menolak RUU itu terjadi di sejumlah daerah, seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta.
"Sayangnya, suara warga kurang didengar dan kedua RUU itu tetap diloloskan," ucap Rangga.
https://nasional.kompas.com/read/2022/07/11/11152441/rkuhp-bakal-disahkan-wamenkumham-jika-ada-yang-mengganjal-silakan-ke-mk