Salin Artikel

Setelah Idul Adha, Kita Lepas Nafsu Kebinatangan

Sementara tak jauh dari lapangan itu, sejumlah santri di Pondok Pesantren Krapyak melakukan aktivitas seperti biasa. Tak ada tanda-tanda Shalat Id di pondok tersebut.

Begitulah bila Idul Adha jatuh pada hari berbeda. Minggiran mewakili Muhammadiyah yang ber-Lebaran pada Sabtu dan Pondok Pesantren Krapyak yang bernuansa Nahdlatul Ulama mengikuti keputusan pemerintah untuk merayakan Idul Adha pada Minggu.

Untuk menenangkan umat, para ulama bilang ber-Lebaran pada Sabtu atau Minggu sama saja. Namun bicara soal keyakinan, tetaplah beda.

Mungkin yang dimaksud para ulama itu adalah semangatnya. Hikmah yang bisa diambil dari Idul Adha. Pendidikan dari sebuah ritual kurban. Kapan pun dirayakan, makna Idul Adha tetaplah sama.

Inilah tugas pengkhotbah untuk mengingatkan makna Idul Adha tersebut. Biasanya yang paling banyak disinggung adalah makna berkurban.

Idul Adha mengajari kita untuk ikhlas berkorban. Apapun, mau berkorban tenaga, berkorban pikiran hingga korban materi, hendaknya semua dilaksanakan dengan penuh keikhlasan.

Banyak di antara kita berat mengorbankan materi saking cinta harta di dunia. Nah, semangat berkurban akan mengikis kecintaan terhadap harta.

Hal itu pula disinggung oleh Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah dan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas, yang menjadi pengkhotbah di Lapangan Minggiran.

Membakar sifat kebinatangan

Selain menyinggung keikhlasan berkorban, Busyro juga menyampaikan simbol di balik penyembelihan hewan kurban itu.

Di antaranya ketika Nabi Ibrahim menjadikan domba sebagai hewan kurban, hal itu memiliki makna simbolik contoh kepada umat manusia untuk membakar sifat-sifat kebinatangan.

Pada diri kita, jika bicara sejujurnya, menempel sifat kebinatangan tersebut. Memang ada pula gambaran bagus. Kita hendaknya mau bergotong royong sebagaimana koloni semut.

Celakanya, acap digambarkan sifat yang jelek. Apapun keburukan binatang, ditempelkan kepada manusia.

Kadang kita jadi kejam, saat lain berubah rakus, dan acap pula menjadi mahluk tak berakal seperti binatang.

Sejak zaman dulu para pemikir acap menggambarkan sifat manusia dengan karakter binatang.

Filsuf Niccolo Machiavelli (1469-1527) menulis buku Il Principe (yang kemudian diterbitkan 1532) jelas-jelas menggambarkan sifat kebinatangan (yang buruk) jika mau menjadi pemimpin yang langgeng.

Teksnya kira-kira begini: "Seorang pangeran harus bisa bermain baik sebagai manusia dan sebagai binatang buas... Sang pangeran harus bisa menggunakan kedua kodrat itu... Sang pangeran harus bisa mencontoh rubah dan singa. Jadi dia harus menjadi rubah agar mengenali jerat (jebakan), dan menjadi singa untuk menakut-nakuti serigala".

Bicara serigala tentu ingat diktum "homo homini lupus" yang dipopulerkan Thomas Hobbes. Intinya “manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya”.

Kata Hobbes, serigala merupakan gambaran pihak yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan terhadap rakyat yang lemah.

Tetapi jangan salah, si lemah pun bisa berbalik galak terhadap yang kuat itu. Maka sifat serigala digunakan untuk kembali melawan si kuat.

Salah satu teks Hobbes menegaskan, "Karena dalam hal kekuatan fisik, orang yang paling lemah fisiknya pun memiliki cukup kekuatan untuk membunuh orang-orang yang paling kuat, entah dengan cara rahasia atau dengan persekongkolan dengan orang-orang lain yang berada dalam keadaan bahaya yang sama dengan dirinya..."

Selain serigala, ada juga analogi pakai binatang lain. Pemikir kuno menganalogikan sikap manusia identik dengan unggas.

Empat unggas mewakili sikap manusia. Ayam merepresentasikan hawa nafsu, bebek menggambarkan sifat rakus, merak menunjukkan sikap angkuh, dan gagak menunjukkan keinginan.

Ternyata bebek lebih dominan. Artinya keserakahan menguasai hidup manusia. Maka, pemikir itu mengingatkan bahwa tujuan hidup manusia bukanlah untuk berlomba mengumpulkan harta hingga melimpah ruah. Jangan ikuti kerakusan seekor bebek.

Memfungsikan akal

Masih banyak analogi lain, tetapi pada dasarnya keburukan kita acap disamakan dengan binatang.

Ini artinya kita menjadi binatang, karena kita mengabaikan akal. Binatang merupakan mahluk tak berakal.

Manakala kita dirongrong sifat kebinatangan, saat itulah tidak memfungsikan akal sebagaimana mestinya.

Maka dari itu, kembali ke khotbah Busyro tadi, senyampang Idul Adha belum jauh meninggalkan kita, ada baiknya kita renungkan kembali simbol-simbolnya.

Menyembelih hewan bukan berarti sekadar mengikuti ajaran agama, tetapi juga punya tekad membakar sifat kebinatangan.

Memang bukan soal mudah. Kita hidup di sekumpulan serigala, dan ada kalanya juga berlaku sebagai serigala. Namun tanpa memulainya, kita tidak akan bisa berubah.

"Itulah hikmah dari sebuah ibadah Idul Adha," kata Busyro mengakhiri khotbahnya dan seperti biasa dia memimpin doa.

Dan tak ada salahnya kita pun menambah doa, semoga Idul Adha menjadi momen untuk membuang sifat kebinatangan kita. Semoga setelah Idul Adha, kita tidak selalu dirongrong sifat kebinatangan. Semoga.

https://nasional.kompas.com/read/2022/07/11/10543421/setelah-idul-adha-kita-lepas-nafsu-kebinatangan

Terkini Lainnya

Hilang Saat OTT KPK, Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kini Jadi Tersangka

Hilang Saat OTT KPK, Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kini Jadi Tersangka

Nasional
Ramai-ramai Ajukan Diri jadi Amicus Curiae Sengketa Pilpres ke MK, dari Megawati sampai Mahasiswa

Ramai-ramai Ajukan Diri jadi Amicus Curiae Sengketa Pilpres ke MK, dari Megawati sampai Mahasiswa

Nasional
Muhaimin Mengaku Belum Bertemu Dasco dan Prabowo Soal Posisi PKB ke Depan

Muhaimin Mengaku Belum Bertemu Dasco dan Prabowo Soal Posisi PKB ke Depan

Nasional
Kesimpulan yang Diserahkan Kubu Anies, Prabowo dan Ganjar dalam Sidang Sengketa Pilpres 2024 di MK

Kesimpulan yang Diserahkan Kubu Anies, Prabowo dan Ganjar dalam Sidang Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
'Amicus Curiae' Megawati

"Amicus Curiae" Megawati

Nasional
Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’  ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’ ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Nasional
Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Nasional
Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Nasional
Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Nasional
Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Nasional
AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

Nasional
MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke