JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) M Isnur mengkritik keputusan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang membahas Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dalam rapat tertutup.
Isnur mendesak pemerintah dan wakil rakyat untuk transparan membuka dan melakukan pembahasan RKUHP dengan adanya partisipasi dari masyarakat.
"Pemerintah dan DPR sebagai tim perumus RKUHP seharusnya membuka pembahasan secara menyeluruh dan memastikan partisipasi bermakna dari masyarakat," ujar Isnur, melalui keterangan tertulis, Rabu (6/7/2022).
Adapun pemerintah dan DPR siang ini kembali membahas RKUHP.
Pemerintah memaparkan perubahan yang dilakukan setelah rapat 25 Mei 2022.
Dari paparan dari pemerintah, perubahan yang dilakukan tidak hanya pada 14 isu krusial. Namun, juga ada perubahan lain yang dilakukan di luar 14 isu krusial tersebut.
Misalnya, mengubah ancaman pidana, menambah tindak pidana baru seperti tindak pidana penadahan, penerbitan, percetakan dan melakukan harmonisasi dengan Undang-undang lainnya.
Selain itu, ada juga sinkronisasi batang tubuh dan penjelasan serta menyesuaikan teknik penyusunan dan perbaikan penulisan secara formil.
"DPR kemudian merespons pertemuan ini dengan mengusulkan pembahasan perubahan pemerintah tersebut dalam rapat internal," papar Isnur.
"Rapat internal secara tertutup ini akan menyepakati apakah RKUHP ini akan dibawa ke tingkat II atau tidak untuk pengesahan atau akan dibuka pembahasan kembali," ujar dia,
Isnur menilai, DPR terlihat alergi dengan proses pembahasan dan terus menerus berfokus pada penyelesaian. Bahkan, opsi menambahkan kata pembahasan dalam catatan persetujuan rapat pun ditolak.
"Ini berarti ada atau tidaknya pembahasan substansial lanjutan RKUHP akan digantungkan berdasarkan rapat internal dan tertutup. Hal ini tidak dapat dibenarkan," kata Isnur.
"Harusnya DPR sekalipun memilih untuk tidak membahas RKUHP harus dengan rapat terbuka, memaparkan ap yang menjadi alasan hal tersebut dilakukan," ucapnya.
Hal yang paling mendasar, lanjut Isnur, pembahasan perubahan rumusan substansi RUU tersebut harus dibahas terbuka.
Bahkan, keseluruhan rancangan Undang-Undang harus sudah dapat diakses publik dalam jangka waktu yang cukup sebelum disahkan.
Hal itu sebagaimana Pasal 25 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah disahkan melalui Undang Undang Nomor 12 Tahun 2005.
Adapun Pasal itu mengatur bahwa setiap warga negara harus mempunyai hak dan kesempatan, tanpa pembedaan apapun dan tanpa pembatasan yang tidak beralasan untuk ikut dalam pelaksanaan urusan pemerintahan, baik secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih secara bebas.
https://nasional.kompas.com/read/2022/07/06/16134241/pemerintah-dan-dpr-didesak-buka-pembahasan-rkuhp