JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I DPR Sukamta menilai, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia semestinya sudah mengetahui kasus kematian pekerja migran Indonesia yang dilaporkan Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) sejak lama.
Sukamta menilai ada yang aneh karena jumlah kematian warga negara Indonesia (WNI) yang dicatat oleh Konsulat Jenderal RI tak sebanding dengan yang dilaporkan oleh KBMB.
"Saya kira ini ada yang aneh, temuan KBMB disebut berdasar data dari Kedubes Malaysia di Jakarta ada ratusan tahanan WNI yang meninggal di tahanan selama tahun 2021-2022," kata Sukamta dalam siaran pers, Rabu (29/6/2022).
"Sementara menurut KJRI hanya ada 7 tahanan WNI yang meninggal dalam kurun waktu yang sama. Perbedaan datanya sangat mencolok," imbuh Sukamta.
Sukamta pun meminta pemerintah untuk memberikan perhatian ekstra dalam mengungkap kebenaran temuan KBMB tersebut.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menekankan, dugaan penyiksaan terhadap WNI yang telah berlangsung bertahun-tahun juga harus diungkap secara menyeluruh.
"Saya minta Kemenlu untuk segera menindaklanjuti temuan ini, apalagi juga muncul kabar adanya penyiksaan yang selama ini dialami tahanan WNI di sana," kata dia.
Demi mengoptimalkan proses penyidikan, Sukamta mengusulkan agar pemerintah membentuk tim ad hoc yang terdiri dari Kementerian Luar Negeri, Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Interpol Indonesia, serta perwakilan organisasi pekerja migran.
"Saya berharap kasus ini bisa segera diungkap, karena sangat ironis jika temuan ini betul terjadi. Pemerintah juga perlu segera membuat langkah dan kebijakan yang tegas agar tidak terulang kejadian yang sama di masa depan," ujar Sukamta.
Sebelumnya, ratusan buruh migran asal Indonesia dikabarkan meninggal dunia di pusat tahanan imigrasi Sabah, Malaysia.
Mereka diduga diperlakukan tidak manusiawi dan mengalami tindak kekerasan.
Anggota KBMB Abu Mufakhir menyatakan, WNI yang ditangkap karena melanggar aturan imigrasi itu diduga hidup dalam kondisi tidak layak dan tidak memiliki akses ke fasilitas kesehatan.
"Enggak ada air bersih, makanannya jelek. bagaimana orang enggak meninggal, mereka itu bisa tidur paling banyak 2 jam sampai 3 jam sehari," kata Mufakhir, dikutip dari tayangan Kompas TV, Rabu.
https://nasional.kompas.com/read/2022/06/29/12491421/anggota-dpr-nilai-kedubes-ri-mestinya-sudah-tahu-kasus-kematian-tki-di