JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana berpendapat, Presiden Joko Widodo punya peluang besar untuk menghentikan perang antara Ukraina dan Rusia.
Sebagaimana diketahui, dalam waktu dekat Jokowi direncanakan bertemu dengan presiden kedua negara untuk membawa misi perdamaian.
"Probabilitas Jokowi menghadirkan gencatan senjata dan mengakhiri tragedi kemanusiaan sangat besar," kata Hikmahanto kepada Kompas.com, Senin (27/6/2022).
Menurut Hikmahanto, ada lima alasan mengapa Jokowi berpotensi besar mendamaikan kedua negara. Pertama baik Rusia dan Ukraina kini telah lelah berperang.
Rusia menargetkan operasi militer khusus berlangsung cepat. Namun, nyatanya hingga kini serangan belum berakhir.
Sebaliknya, Ukraina saat ini telah banyak menderita akibat serangan-serangan Rusia yang memunculkan tragedi kemanusiaan.
Kedua, legitimasi dari kedua pemimpin di masyarakat masing-masing semakin tergerus.
"Legitimasi yang kuat bagi kedua pemimpin dari masyarakat masing-masing di awal serangan mulai memudar mengingat perang tidak berpihak pada rakyat," ujar Hikmahanto.
Ketiga, kata Hikmahanto, saat ini Rusia dan Ukraina sedang mencari jalan untuk mengakhiri perang secara bermartabat. Kedua pemimpin negara tidak ingin kehilangan muka.
Jika Rusia menghentikan serangan secara sepihak, ini akan berakibat pada hilangnya muka Presiden Vladimir Putin dan Rusia.
Pun apabila Presiden Volodymyr Zelenskyy menyerah, maka dia akan kehilangan muka di mata masyarakatnya.
Alasan lainnya, hingga kini tidak ada negara yang berinisiatif untuk mengupayakan gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina.
"Turki dan Israel pernah mengupayakan, namun gagal karena saat itu kedua negara masih bersemangat untuk berkonflik dengan menggunakan senjata," ucap Hikmahanto.
Terakhir, lanjut Hikmahanto, ada indikasi bahwa Rusia hendak menghentikan serangan. Ini terlihat dari terbukanya Rusia untuk menerima kunjungan Presiden Jokowi.
Padahal, Negara Beruang Merah itu tahu RI merupakan co-sponsor dari Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang disponsori oleh Amerika Serikat yang mengutuk serangan Rusia sebagai suatu agresi.
"Bila Rusia tidak memiliki keinginan untuk menghentikan perang tentu Rusia akan menolak kehadiran Presiden Jokowi yang menganggap Indonesia telah berpihak pada AS dan sekutunya," kata Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani itu.
Atas alasan-alasan itulah, Hikmahanto yakin besar kemungkinan Jokowi berhasil mendamainkan kedua negara.
Adapun Jokowi memulai rangkaian kunjungan kerjanya ke beberapa negara pada Minggu (26/6/2022).
Negara pertama yang dikunjungi Jokowi dan rombongan adalah Jerman. Di negara tersebut, presiden akan kapasitasnya memenuhi undangan sebagai G7 Partner Countries, bersama dengan India, Senegal, Argentina dan Afrika Selatan.
Setelahnya, Jokowi dijadwalkan bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Kyiv, Ukraina, dan menemui Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskwa, Rusia, antara tanggal 29 dan 30 Juni 2022.
Dalam pertemuan tersebut, Jokowi membawa misi perdamaian dan akan mendesak kedua pimpinan negara untuk segera mengakhiri perang.
"(Mendesak) sesegera mungkin untuk melakukan gencatan senjata dan menghentikan perang,” kata Jokowi.
https://nasional.kompas.com/read/2022/06/27/15594961/jokowi-dinilai-berpeluang-besar-akhiri-perang-ukraina-rusia-dan-tragedi