KOMPAS.com – Hak cipta merupakan hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif.
Untuk melindungi ciptaan secara hukum, sang pencipta dapat mendaftarkan atau mencatatkan hak cipta ciptaannya ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM.
Merujuk pada UU Hak Cipta, ciptaan yang dapat dilindungi meliputi ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang terdiri atas:
Pelanggaran terhadap hak cipta dapat dijerat sanksi pidana penjara dan denda hingga miliaran rupiah.
Berikut beberapa contoh kasus pelanggaran hak cipta.
Kasus pelanggaran hak cipta lagu oleh Gen Halilintar
Pada tahun 2021, Halilintar Anofial Said dan Lenggogeni Umar Faruk yang dikenal dengan Gen Halilintar dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran hak cipta terhadap lagu berjudul “Lagu Syantik”.
Mahkamah Agung (MA) menghukum keduanya untuk membayar ganti kerugian sebesar Rp 300 juta.
Gen Halilintar dinilai mengubah lirik lagu "Lagi Syantik" dan merekam, membuat video, serta menguggahnya di akun YouTube Gen Halilintar, tanpa izin dari PT Nagaswara Publisherindo yang menaungi para pecipta lagu "Lagi Syantik".
Majelis hakim menyatakan perbuatan keduanya yang mentransformasikan ciptaan dan komunikasi ciptaan adalah pelanggaran hak cipta.
Selain itu, keduanya juga melakukan pelanggaran hak cipta dengan menggandakan dalam bentuk elektronik/digital penerbitan karya ciptaan dan pendistribusian hasil pelanggaran karya cipta melalui media sosial.
"Menyatakan perbuatan tergugat I dan tergugat II yang tanpa hak dan tanpa izin kepada para penggugat telah mengubah lirik, memproduksi dan menyebarluaskan lagu “Lagi Syantik” yang telah dimodifikasi tersebut adalah perbuatan pelanggaran hak cipta yang menyebabkan kerugian materiil maupun immateriil bagi para penggugat," kata hakim I Gusti Agung Sumanatha.
Kasus pelanggaran hak cipta gambar oleh Mal Grand Indonesia
Pada pertengahan 2020, ahli waris Henk Ngantung, pencipta sketsa atau gambar “Tugu Selamat Datang” menggugat Mal Grand Indonesia ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Majelis hakim yang diketuai Agung Suhendro pun memutuskan almarhum Henk Ngantung sebagai pencipta sketsa "Tugu Selamat Datang" dan ahli warisnya sebagai pemegang hak cipta atas sketsa tersebut.
Hakim menyatakan Grand Indonesia telah melanggar hak cipta atas ciptaan sketsa atau gambar "Tugu Selamat Datang" dengan mendaftarkan atau menggunakan logo yang menyerupai bentuk sketsa "Tugu Selamat Datang".
Atas pelanggaran hak cipta ini, Grand Indonesia dijatuhi hukuman untuk membayar ganti kerugian sebesar Rp 1 miliar kepada ahli waris Henk Ngantung selaku pemegang hak cipta "Tugu Selamat Datang".
Pelanggaran hak cipta Warkop DKI
Pada tahun 2021, grup lawak Warkopi yang dianggap mirip grup kawakan Warkop Dono Kasino dan Indro (Warkop DKI) menjadi perbincangan publik.
Warkopi yang terdiri dari Alfin Dwi Krisnandi, Alfred Dimas Kusnandi dan Sepriadi Chaniago dianggap telah melanggar hak kekayaan intelektual yang dimiliki oleh Warkop DKI.
Selain memiliki hak cipta berupa hak moral dan hak ekonomi, Warkop DKI juga telah menjadi merek dagang.
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual pun telah menyatakan Warkopi melanggar hak cipta yang dimiliki Lembaga Warkop DKI selaku pemegang hak eksklusif yang sah atas merek dan nama Warkop DKI.
Namun, permasalahan ini telah diselesaikan secara damai dan kekeluargaan.
Referensi:
https://nasional.kompas.com/read/2022/06/23/01350081/contoh-kasus-hak-cipta