Koordinator P2G Satriwan Salim beranggapan, penutupan sekolah-sekolah itu hanya akan merugikan para pihak yang ada di dalamnya.
"Sekolah dan madrasah mereka jangan ditutup, karena akan berpotensi merugikan hak anak dan guru serta tenaga kependidikannya, melanggar hak-hak dasar memperoleh pendidikan," ujar Satriwan dalam keterangan tertulis, Kamis (16/6/2022).
Akan tetapi, bukan berarti sekolah-sekolah atau madrasah tersebut dapat terus beroperasi seperti sebelumnya.
P2G menegaskan, dibukanya sekolah-sekolah atau madrasah itu harus disertai pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan kepada sekolah, guru, dan siswa.
Menteri Agama Yaqut Cholil Coumas dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ristekdikti Nadiem Makarim dinilai perlu ikut membina, mendampingi, dan merestrukturisasi kurikulum pembelajaran di sekolah-sekolah atau madrasah yang terafiliasi dengan organisasi ekstrem.
"Peninjauan ulang dan restrukturisasi kurikulum patut dilakukan, agar desain pembelajaran mereka tidak bertolak belakang dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan struktur Kurikulum Nasional yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945," ucap Satriwan.
Dua kementerian tersebut diharapkan memperkuat peran pendidikan Pancasila dan program moderasi beragama dalam struktur kurikulum nasional, khususnya di sekolah dan madrasah.
Di sisi lain, P2G berharap agar masyarakat tidak mengucilkan atau memberi stigma negatif pada siswa dan guru sekolah atau madrasah yang berafiliasi dengan Khilafatul Muslimin.
"Mereka sesungguhnya butuh dirangkul dengan pendekatan lebih humanis, dan bimbingan dari pemerintah serta elemen masyarakat, seperti ormas agama seperti MUI, NU, dan Muhammadiyah serta organisasi profesi guru," ucap Satriwan.
https://nasional.kompas.com/read/2022/06/17/09545851/p2g-harap-guru-dan-siswa-di-sekolah-khilafatul-muslimin-tak-dikucilkan