Alasannya karena figur-figur dari parpol dengan tingkat elektoral tinggi tak punya elektabilitas yang mumpuni.
“Partai-partai yang katakanlah menengah ke atas, itu memenuhi syarat (presidential threshold) tetapi calon yang diajukan elektabilitasnya rendah,” ucap Kalla pada seminar nasional Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Nasdem di Hotel Sultan, Senayan, Jakarta, Kamis (16/6/2022).
Sebaliknya, lanjut dia, figur yang memiliki elektabilitas tinggi tidak punya partai.
Maka Kalla menilai, partai dengan elektoral menengah bisa menjadi penentu jika bisa menjawab tantangan tersebut.
"Jadi bagaimana menggabungkan dua hal ini, elektabilitasnya tinggi dan partainya cukup. Karena itu saya katakan yang mengambil peranan nanti bukan partai besar tapi partai menengah,” paparnya.
Kalla menuturkan, parpol dengan elektoral menengah juga dibutuhkan oleh parpol yang memiliki elektoral tinggi.
“Karena walaupun dia (parpol) mendekati elektoral 20 persen, dia butuh pasangan calon (dengan elektabilitas) yang cukup dan suatu partai yang bisa mencukup (ambang batas pencalonan presiden),” imbuhnya.
Diketahui ketentuan ambang batas pencalonan presiden tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Pasal 22 UU Pemilu menjelaskan pasangan calon dapat diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu yang memenuhi syarat perolehan minimal 20 persen kursi di DPR atau memperoleh 25 persen suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR sebelumnya.
Jika dikalkulasikan 20 persen dari jumlah total 575 kursi di DPR adalah 115 kursi. Artinya parpol atau gabungan parpol harus memiliki minimal 115 kursi jika ingin mengajukan capres dan cawapresnya dalam Pilpres 2024.
Berdasarkan ketentuan itu maka hanya PDI Perjuangan yang bisa mengusung capresnya sendiri.
Sementara parpol lainnya harus berkoalisi untuk bisa mengusung pasangan capres dalam kontestasi Pilpres 2024.
https://nasional.kompas.com/read/2022/06/16/16531791/jusuf-kalla-nilai-partai-menengah-bakal-jadi-penentu-sosok-capres-2024