Salin Artikel

Sebelum Borobudur Ada

BOROBUDUR. Menyebut satu kata ini, apa yang sontak terlintas di kepala? Candi, kawasan, pengetahuan, teknologi tinggi?

Sudjoko, mendiang Guru Besar Emeritus Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Teknologi Bandung (ITB) pernah menggelitik pengetahuan kita soal Indonesia—apa pun penyebutannya dulu—dengan menjadikan Borobudur sebagai acuan.

Sebelum Candi Borobudur berdiri, kira-kira begini pemikiran Sudjoko, Indonesia sudah merupakan sesuatu. Bukan sembarang sesuatu pula, melainkan sesuatu yang besar.

Apa buktinya?

Referensi pertama yang disodorkan Sudjoko dalam tulisan berjudul Sebelum Borobudur Berdiri adalah Prasasti Nalanda. Diperkirakan dibuat pada tahun 850, prasasti ini bertutur tentang permintaan pembangunan asrama untuk pelajar Indonesia—dengan sebutan nama saat itu—di Nalanda.

Permintaan itu dibuat oleh Maharaja Balaputradewa, penguasa Swarnadwipa. Swarnadwipa adalah penyebutan lawas untuk Sumatera.

Karena diminta oleh raja, skala dan kualitas asrama semestinya tidak asal-asalan saja, bukan?

Saat Sudjoko menulis ini dan tayang di harian Kompas edisi 23 Februari 1983, dia menyebutkan bahwa memang belum ada bukti tambahan bahwa asrama permintaan maharaja ini merupakan satu-satunya untuk pelajar nusantara.

Namun, menurut dia, sebelum permintaan itu sudah ada banyak pelajar Indonesia di Nalanda.

Analogi Sudjoko, saat Indonesia di bawah kolonialisme Belanda saja, dalam kondisi ekonomi sebagai negara jajahan, anak bangsa seperti Sosrokartono dan Mohammad Hatta bisa belajar ke Eropa yang lokasinya lebih jauh dari Nalanda.

Lalu, di manakah Nalanda?

Nalanda ada di India, di tepi Sungai Gangga, yang saat itu berada di wilayah Kerajaan Magadha. Namun, Nalanda masuk wilayah Kerajaan Gupta.

Di Nalanda, pada 850 ada perguruan tinggi Buddha yang telah berusia lebih dari empat abad. Berdiri pada 414, perguruan ini merupakan yang terbaik sedunia pada saat itu.

Pelajar-pelajar terpintar dari Roma pun belajar ke sini pada waktu itu. Literatur yang tersedia konon juga merupakan mahakarya.

Yang dipelajari di perguruan tinggi di Nalanda juga tak sebatas ilmu agama. Salah satu sumber rujukan penulisan historiografi Indonesia, I-tsing, pada abad ke-7 menyatakan bahwa kampus Nalanda punya kurikulum yang mencakup politik, matematika, ekonomi, astronomi, dan banyak lagi.

Menurut I-tsing, biksu yang antara lain mendalami agama Buddha di Indonesia, ilmu agama yang dipelajari di Nalanda pun tak cuma Buddha.

Nah, apa kaitannya dengan Indonesia?

I-tsing kembali menjadi penghubung fakta Nalanda dan Indonesia. Bagi I-tsing yang adalah pembelajar ini, India ya Nalanda.

Lalu, Indonesia pada saat itu bagi I-tsing adalah wilayah kekuasaan Sriwijaya. Dia belajar di Universitas Sriwijaya pada masanya. 

Sudjoko lagi-lagi mengkritik pendapat yang menyebut kampus I-tsing itu semata tempat pembelajaran agama Buddha. 

"Mentang-mentang I-tsing menyebutnya sebagai pusat kajian Buddhisme di kepulauan selatan, kita lalu menyangka bahwa di kampus Sriwijaya itu cuma bisa dipelajari agama," tulis Sudjoko.

Padahal, lanjut Sudjoko, I-tsing pun jelas-jelas menuliskan pula di catatannya bahwa kampus tersebut ada lebih dari seribu bikhu—penyebutan lain untuk biksu berdasarkan aliran dalam ajaran agama Buddha—yang jiwanya dipusatkan pada ilmu dan amal.

"Mereka meneliti dan memperbincangkan segala macam ilmu, sama seperti di India...," tulis Sudjoko mengutip kelanjutan catatan I-tsing.

Kembali ke fakta bahwa Indonesia dalam versi apa pun sebelum menggunakan nama ini merupakan sesuatu yang besar bahkan sebelum Borobudur ada, Sudjoko mencuplikkan pula gambaran pengelana yang menyambangi kawasan ini pada 414.

Bersamaan dengan perkiraan waktu berdirinya kampus di Nalanda, ada pengelana bernama Fahien yang terdampar di Pulau Jawa. OK, Fahien lupa menulis soal ekonomi wilayah ini karena terlalu dongkol—sebut Sudjoko—dengan musibah yang dia alami.

Namun, lanjut Sudjoko, ada kitab-kitab seperti wangsa Liang (berkuasa pada kurun 502-556) dan T'ang (618-906) menyebut wilayah yang kini bernama Indonesia sebagai kaya raya dan gemerlapan.

Bahkan, tutur Sudjoko, Prof Jam Romein dalam Geschiedenis der Mensheid jilid II  halaman 428 menyatakan bahwa wilayah Kerajaan Kediri pada abad ke-12 merupakan yang terkaya sedunia. Na het Arabische kalifaat het rijkste land ter wereld. 

Padahal, seberapakah wilayah Kerajaan Kediri?

Pengagum Sosrokartono—kakak Kartini yang "hilang" dari referensi dan literatur Indonesia—ini menggelitik mentalitas kita dalam memandang identitas dan kapasitas diri sendiri.

Bukan semata bernostalgia atas gemilang masa silam, Sudjoko mengajak kita untuk lebih tinggi memaknai akar dan kemampuan bangsa.

Sebelum Borobudur ada, kita sudah menjadi bangsa dengan kultur pembelajar. Mengirimkan anak-anak bangsa belajar hingga Nalanda saja sudah memperlihatkan di negeri sendiri pun ada tempat-tempat belajar terlebih dahulu. 

Salah juga bila mengira hanya Nalanda tujuan belajar pada masa-masa sejak sebelum Borobudur ada itu. Sudjoko mengingatkan, kampus Nalanda hanya menampung tak lebih dari 10.000 pelajar. Pada rentang waktu yang sama, ada banyak kampus ternama lain juga di dunia.

Kalau pada suatu masa sebelum Borobudur ada saja kita pernah jaya, masak sekarang tidak bisa?

Kalau belajar dan mendalami ilmu sudah menjadi bagian dari kehidupan bangsa ini sejak sebelum Borobudur ada, mengapa tak kita lanjutkan dan kembali kita berjaya dengannya?

Tabik.

Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

Catatan: Artikel harian Kompas yang dikutip dalam tulisan ini dapat diakses penuh publik melalui layanan Kompas Data. 

https://nasional.kompas.com/read/2022/06/09/08222631/sebelum-borobudur-ada

Terkini Lainnya

Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke