Gugatan dilayangkan organisasi sipil beranggotakan Sawit Watch, Perkumpulan HuMa, WALHI Nasional, eLSAM, Greenpeace Indonesia, dan PILNET.
Langkah hukum ini ditempuh sebagai dari keberatan administratif alias somasi yang juga dilayangkan organisasi-organisasi sipil itu pada 22 April lalu terhadap Jokowi dan Lutfi, juga Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang.
Deputi Direktur eLSAM Andi Muttaqien menyebut, somasi itu tak direspons. Koalisi sipil ini menganggap pemerintah tidak serius memberesi masalah mahalnya harga minyak goreng.
"Kenapa gugatan ini masuk di PTUN? Jadi, sejak 2019 itu, gugatan terkait perbuatan melanggar hukum (PMH) yang dilakukan pemerintah atau penguasa, itu memang harus dimasukkan ke pengadilan administratif atau PTUN," ujar Andi, Kamis.
Isi gugatan
Dalam petitumnya, para penggugat meminta majelis hakim untuk menyatakan bahwa Jokowi dan Lutfi gagal menjamin pasokan dan kestabilan harga minyak goreng untuk menjaga keterjangkauan harga di tingkat konsumen sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan.
Para penggugat juga meminta majelis hakim menyatakan bahwa kegagalan itu merupakan perbuatan melanggar hukum oleh pejabat pemerintah, yang berakibat pada langka dan mahalnya minyak goreng.
"Jadi ada beberapa argumentasi yang kami uraikan, pertama adalah pelanggaran di UU Perdagangan, lalu pelanggaran di asas-asas umum pemerintahan yang baik, dan seterusnya," kata Andi.
"Sehingga dalam petitum itu kami minta bahwa kejadian ini mereka harus bertanggung jawab dan perbuatan-perbuatan tersebut atau kegagalannya ini harus dinyatakan Pengadilan sebagai perbuatan melanggar hukum," jelasnya.
Para penggugat juga meminta majelis hakim mewajibkan Jokowi dan Lutfi menjamin pasokan dan stabilisasi harga minyak goreng untuk menjaga keterjangkauan harga di tingkat konsumen bagi seluruh warga Indonesia dan menjamin tidak ada dualisme harga minyak goreng.
Istana klaim sudah berbuat banyak
Staf Khusus Presiden, Dini Shanti Purwono, mengeklaim, sejumlah langkah telah ditempuh Presiden Joko Widodo untuk mengamankan stok dan menstabilkan harga minyak goreng.
Dini mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan sudah dan akan terus memperbaiki tata kelola minyak goreng, mulai dari kewajiban pasokan crude palm oil (CPO) dalam negeri, subsidi bagi produsen minyak goreng, penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET), hingga membatasi ekspor CPO.
Dia mengatakan, per 30 April 2022 pemerintah berhasil menyalurkan minyak goreng curah sebanyak 211,6 ton. Penyaluran ini akan terus dipantau oleh Kementerian Perindustrian.
Selain itu, Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng juga telah disalurkan pemerintah ke 5,7 juta keluarga penerima manfaat (KPM).
Kemudian, lanjut Dini, pada 17 Mei 2022 lalu, Kementerian Perdagangan dan Kementerian BUMN juga telah meluncurkan program Migor Rakyat.
Program ini bertujuan untuk menghadirkan minyak goreng dengan harga terjangkau bagi masyarakat.
"Jadi, pemerintah sebenarnya sudah berupaya dan cukup responsif terhadap isu kelangkaan migor ini," klaim Dini kata Dini kepada Kompas.com, Senin (6/6/2022).
Presiden didesak serius benahi industri sawit
Kegagalan Presiden Jokowi dan Mendag Lutfi mencegah tinggi dan langkanya minyak goreng dianggap para penggugat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), termasuk di dalamnya asas keadilan.
Direktur Eksekutif Sawit Watch Achmad Surambo menjelaskan, masalah minyak goreng ini muncul ke permukaan sebetulnya hanya mencerminkan rantai industri sawit yang buruk dari hulu ke hilir.
"Saya merasa, di sini lah Presiden harus melihat proses ini secara integral," kata Surambo, Kamis lalu.
"Jadi bukan hanya soal minyak goreng. Kami minta juga dari hulu sampai hilir. Proses-proses yang ada di hulu harus dikoreksi juga," lanjutnya.
Salah satu masalah utama yang perlu segera dibenahi pemerintah adalah konglomerasi industri sawit yang menyebabkan adanya penguasaan lahan besar-besaran pada satu kelompok bisnis.
"Persoalan minyak goreng tidak akan selesai kalau tidak diselesaikan di hulunya," sebut Surambo.
Ia menuturkan, untuk membuktikan keseriusan itu, Jokowi perlu untuk mengawali proses audit dengan menerapkan transparansi atas pemberian hak guna usaha (HGU) sawit.
"Pemerintah harus membuka daftar-daftar HGU yang mana Mahkamah Agung telah memutuskan secara inkrah bahwa itu (HGU) wilayah domain publik," tambah Surambo.
https://nasional.kompas.com/read/2022/06/07/09035941/respons-istana-setelah-jokowi-digugat-karena-sengkarut-minyak-goreng