Ardian merupakan tersangka kasus dugaan suap pengajuan pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Daerah tahun 2021 untuk Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.
"Hari ini, telah dilaksanakan tahap II atau penyerahan tersangka dan barang bukti dengan tersangka MAN (Mochamad Ardian Noervianto) dari tim penyidik pada tim jaksa karena dari hasil penelitian hingga pemeriksaan berkas perkara oleh tim jaksa kemudian dinyatakan lengkap," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri, melalui keterangan tertulis, Selasa (31/5/2022).
Dengan penyerahan berkas tersebut, ujar Ali, terhitung mulai hari ini sampai dengan 19 Juni 2022 Ardian Noervianto dilakukan penahan oleh tim jaksa KPK.
Eks pejabat Kemendagri itu ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK pada Gedung Merah Putih.
"Untuk masuk tahap persidangan, tim jaksa dalam waktu 14 hari kerja akan segera melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)," kata Ali.
Ardian ditetapkan sebagai tersangka setelah KPK melakukan pengembangan kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021 yang menjerat Bupati nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur.
Dalam kasus ini, Andi Merya Nur dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kolaka Timur Laode Muhammad Syukur telah ditetapkan sebagai tersangka.
Konstruksi Perkara
Andi Merya yang menjabat Bupati Kolaka Timur diduga menghubungi Kadis Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Laode, sekitar Maret 2021, agar bisa dibantu mendapatkan pinjaman dana PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur.
Selain menghubungi Laode, ujar Alex, Andi Merya juga menghubungi L M Rusdianto Emba yang diketahui mengenal baik Ardian Noervianto untuk mendapatkan pinjaman tersebut.
Kemudian, Laode mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di kantor Kemendagri, Jakarta sekitar Mei 2021.
"Dalam pertemuan itu AMN (Andi Merya Nur) mengajukan permohonan pinjaman dana PEN sebesar Rp 350 miliar dan meminta agar MAN mengawal dan mendukung proses pengajuannya," papar Alex.
"Tindak lanjut atas pertemuan tersebut, MAN diduga meminta adanya pemberian kompensasi atas peran yang dilakukannya dengan meminta sejumlah uang yaitu 3 persen secara bertahap dari nilai pengajuan pinjaman," kata dia.
Menurut pemaparan Alex, tiga persen itu diberikan secara bertahap yaitu satu persen saat dikeluarkannya pertimbangan dari Kemendagri, satu persen saat keluarnya penilaian awal dari Kemenkeu, dan satu persen saat ditandatanganinya MoU antara PT SMI dengan Pemkab Kolaka Timur.
Keinginan Ardian itu, ujar dia, kemudian disampaikan ke Laode untuk selanjutnya diinformasikan kepada Andi Merya.
Bupati Kolaka Timur itu pun memenuhi keinginan Ardian lalu mengirimkan uang sebagai tahapan awal sejumlah Rp 2 miliar ke rekening bank milik Laode yang juga diketahui oleh L M Rusdianto Emba.
"Dari uang sejumlah Rp 2 miliar tersebut, diduga dilakukan pembagian di mana tersangka MAN menerima dalam bentuk mata uang sebesar 131.000 dolar Singapura atau setara dengan Rp 1,5 miliar," ungkap Alex.
"Diberikan langsung di rumah kediaman pribadinya di Jakarta dan tersangka LMSA (Laode M Syukur Akbar) menerima sebesar Rp 500 juta," imbuhnya.
Atas perbuatannya Andi Merya sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999.
Sedangkan, Ardian dan Laode sebagai penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999.
https://nasional.kompas.com/read/2022/05/31/19382261/kpk-berkas-perkara-eks-dirjen-kemendagri-ardian-noervianto-lengkap