Salin Artikel

Jokowi antara King Maker, King Size, dan King Koil

Bagi “parnoko” alias partai nol koma sekian dengan merujuk raihan suara di pemilu kemarin, tentu memasrahkan nasib politik sembari mencari peluang agar tetap dilirik oleh partai lain yang butuh untuk menggenapkan suara.

Jangan heran, geliat “parnoko” di hari-hari ini sibuk mensolidkan kepengurusan agar tetap bisa ditusuk oleh pemilih di lembar kertas suara pemilu.

Bagi “parnoko”, jargon pembawa aspirasi baru, pejuang semangat baru, pro kerakyatan dan partai yang paling berada di baris terdepan perjuangan reformasi adalah “jualan” yang selalu didengungkan di setiap perhelatan pesta demokrasi.

Jangan heran pula, fenomena bajak-membajak partai atau kisruh internal partai “parnoko” kerap masih terjadi.

Drama pendirian Partai Mahasiswa yang penuh tanda tanya, ternyata dianggap Parkindo 1945 sebagai bentuk “pembajakkan” partai.

Bagi partai-partai semenjana, yakni yang raihan suaranya di bawah 5 persen di pemilu kemarin, mau tidak mau harus lebih rajin mengkonsolidasikan kepengurusan di level kabupaten, kota dan provinsi.

Persaingan antarparpol memperebutkan suara pemilih di tengah semakin “mata duitan” para pencoblos kertas surat suara menjadi semakin ketat.

Memilih teman koalisi tidak lagi didasarkan kesamaan platform atau irisan ideologi yang sama tetapi pada dasarnya partai-partai berkoalisi untuk mencari “peluang” menang bersama.

Komposisi jabatan menteri atau posisi strategis lainnya menjadi harapan maksimalnya.

Hal inilah yang bisa dipahami dari akomodasi politik yang diberikan Jokowi terhadap Partai Persatuan Indonesia (Perindo) atau Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang beroleh posisi wakil menteri di kabinet.

Walau Perindo mendulang 2,68 persen dan PSI beroleh 1,74 persen di Pemilu 2019 lalu, lebih beruntung daripada Partai Berkarya yang meraup 2,03 persen atau Partai Garuda yang hanya menjaring 0,50 persen karena salah strategi memilih koalisi.

Strategi memberikan “jabatan” demi memberi akomodasi politik bagi partai-partai penyokongnya, inilah yang saya sebut dengan “king koil” untuk merujuk merek kasur peraduan.

Jokowi memberikan “kenyamanan” politik bagi “konco-konco” partai koalisi walau secara manajemen birokrasi, sungguh tidak efektif dan penuh pemborosan.

Penciptaan posisi wakil menteri di hampir semua kementerian sangat memboroskan finansial negara.

Tidak mungkin tidak harus menyediakan kendaraan dinas yang setaraf dengan menteri bagi posisi wakil menteri.

Penyediaan rumah dinas, penyediaan anggaran kementerian untuk kunjungan kerja dan dinas bagi wakil menteri adalah hal yang paling mudah ditilik dari pemborosan penyediaan jabatan wakil menteri.

Galib diketahui publik, kerap terjadi ketidakharmonisan relasi antara menteri dan wakilnya lebih dikarenakan perbedaan fasilitas dan perbedaan kewenangan yang dimilikinya.

Ke depan, di tengah fenomena efisiensi dan efektifitas kabinet di negara-negara modern, posisi wakil menteri sebaiknya dihapuskan saja. Bahkan yang jamak terjadi adalah penggabungan beberapa kementerian menjadi satu.

Jangan hanya gara-gara membalas budi politik dan khawatir terjadinya rongrongan politik di parlemen, semua partai - entah partai semenjana atau “parnoko”- harus dirangkul dalam koalisi gemuk bin bahenol.

Jokowi adalah “King Size”

Daya pikat politik Jokowi adalah keberhasilan kepemimpinan selama dua periode dan memiliki jejak pembangunan infrastruktur yang masif dan merata di seluruh persada nusantara.

Tidak ada yang membantah hal tersebut walau masih ada catatan minor di sana-sini.

Di saat negara-negara lain “galau” menghadapi serbuan wabah Corona, Jokowi dengan tegar memimpin negeri ini yang berpenduduk 278.752.361 (Worldmeter, Perserikatan Bangsa-Bangsa, 25 April 2022) dan menuntaskan hampir 93 persen vaksinasi tahap satu, 71 persen tahap dua serta 5,5 persen vaksinasi tahap tiga (Kemenkes.go.id).

Kini angka pandemi terus melandai dan bersiap memasuki era endemi.

Harus diakui, baik oleh Jokowi dan pendukung loyalnya, kebesaran Jokowi tidak terlepas dari insting politik dan polesan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Sejak maju menjadi Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta hingga Presiden, Megawati dan PDI Perjuangan selalu “pasang badan” untuk Jokowi.

Dengan dukungan partai-partai besar selain PDI Perjuangan seperti Gerindra, Golkar, PKB, Nasdem, PPP, dan PAN misalnya, Jokowi memiliki “ukuran” politik yang besar dan dianggap masih memiliki peluang menang andai saja tidak ada pembatasan menjabat dua periode kepresidenan.

Belum lagi relawan yang tersebar dalam berbagai organisasi dan pendukung fanatik tanpa ikatan dan bersifat cair, Jokowi masih memiliki basis dukungan yang nyata.

Inilah yang saya sebut dengan Jokowi mempunyai “king size” yang cukup besar untuk magnitude politik.

Titah dan seruan Jokowi di Pilpres mendatang untuk mendukung calon presiden tertentu akan memiliki efek elektoral yang cukup.

Jokowi adalah “endorse” politik yang valuable dan strategis. Oleh karena itu, pernyataan Jokowi saat membuka Rakernas V Projo di Magelang, Jawa Tengah, 21 Mei 2022 lalu begitu banyak menimbulkan “pemahaman ganda” mengenai makna “ojo kesusu”.

Padahal jika memahami konteks dan kebiasaan pernyataan Jokowi yang kerap “multi tafsir” pemaknaan istilah “ojo kesusu” bisa diartikan lain.

“Ojo kesusu” adalah ajakan Jokowi kepada para pendukungnya untuk tidak terburu-buru menentukan atau mendukung calaon-calon presiden yang sudah mulai muncul.

Jokowi meminta para pendukungnya untuk sabar dan mencermati perkembangan politik yang terjadi.

Hanya saja saat Jokowi menghadiri acara Projo tersebut, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ada di lokasi dan namanya ikut disentil Jokowi.

Jokowi malah menyebut sosok yang akan kita dukung pun berada di acara tersebut. Hal inilah yang oleh publik diartikan sebagai dukungan Jokowi terhadap Ganjar Pranowo.

Makna politik simbolik kerap dimaknai dengan beragam tafsir. Pernah pula Jokowi dianggap memberikan dukungan kepada Gubernur Khofifah Indar Parawansa sebagai capres mendatang berdasarkan kerapnya frekuensi kunjungan Presiden ke Jawa Timur.

Ada pula publik yang menilai Jokowi merestui Gubernur DKI Anies Baswedan untuk menjadi presiden mendatang. Itulah politik simbol yang kerap “meninabobokkan” publik atau cenayang politik sekalipun.

Jokowi adalah King Maker

Sebagai kader dan “petugas partai” dari PDI Perjuangan, Jokowi sadar betul akan posisinya yang sudah hampir di persimpangan jalan.

Mengakhiri jabatan RI-1 dengan jejak kepemimpinan yang baik serta legacy yang akan dikenang sepanjang masa.

Jokowi pasti tidak akan lalai dengan “jas merah” atau jangan sekali-kali melupakan sejarah. Rekomendasi partai yang diberikan kepadanya sejak maju di wali kota, presiden hingga presiden tidak terlepas dari peran partai.

Tentu Jokowi harus sabar dan menunggu sikap resmi partainya dalam hal ini PDI Perjuangan untuk mengeluarkan rekomendasi siapa calon presiden dan calon wakil presiden yang akan diusung resmi. Jokowi tidak boleh “kesusu” atau terburu-buru.

Sanak kerabat Jokowi adalah calon-calon pemimpin politik masa depan. Ada Gibran Rakabuming yang menjadi Wali Kota Surakarta dan ada menantu Bobby Nasution yang menjabat Wali Kota Medan.

Kebetulan keduanya diusung oleh PDI Perjuangan dan keduanya juga telah resmi bergabung menjadi kader partai berlogo banteng itu.

Setiap pernyataan Jokowi dan setiap gesture Jokowi sarat dengan artikulasi politik yang bisa diterjemahkan bebas oleh publik.

Dalam hari-hari mendatang dan dalam bulan-bulan menjelang 2024, arahan dan sikap Jokowi sangat “berdampak” besar terhadap popularitas dan elektabilitas calon RI-1.

Jika Jokowi menyatakan dukungan dan menyebut pilih PM, coblos GP, dukung PS, jangan pilih AB, jangan tusuk AH, tolak dukung MI, saya restui AP maka selesailah sudah “permainan” politik yang memusingkan rakyat.

Sekali lagi politik adalah penuh dengan ketidakpastian. Politik sangat sarat dengan simbol dan artian bebas tanpa kejalasan yang sebenarnya.

Kita telah menyaksikan Jokowi sebagai “king koil” dan king size”. Kini kita menanti Jokowi sebagai ‘king maker”.

Menagih janji pada sang pujaan hati
Tanpa lelah terus setia menanti fakta tidak mengenakan hati
Asal sang pujaan senang, nalar pun rela kami gadaikan
Tanpa peduli sana sini, kami tetap dukung terus sampai mati

(“Fanatisme Semu” – oleh Seuntai Puisi)

https://nasional.kompas.com/read/2022/05/27/05450021/jokowi-antara-king-maker-king-size-dan-king-koil

Terkini Lainnya

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke