Adapun agenda sidang hari ini mendengarkan penjelasan ahli dari pemerintah yaitu ahli jaminan pemanfaatan ruang dari Institut Teknologi 10 November (ITS) Surabaya Putu Gede Aryastina.
Muhammad Isnur sebagai kuasa hukum pemohon uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 itu mempertanyakan fungsi peninjauan kembali tata ruang wilayah pertambangan yang telah ditentukan pemerintah.
“Tadi ahli menyatakan jika zona pertambangan menimbulkan masalah yang dievaluasi adalah mekanisme izin pengawasannya bukan ketentuan zonasinya, lantas apa fungsi peninjauan kembali proses penentuan tata ruang?,” tanya Isnur.
Putu menyampaikan bahwa dalam pendekatan tata ruang periode evaluasi dilakukan tiap 5 tahun sekali kecuali jika terjadi force majeur.
“Evaluasi ini komprehensif tidak hanya satu aspek tertentu, tapi tata ruang itu mencapai tujuannya atau tidak,” jawab dia.
Ia mengungkapkan proses evaluasi memiliki dua hasil, pertama merekomendasikan atau kedua, merevisi penentuan tata ruang.
“Kalau hasilnya (tata ruang) mesti direvisi maka prosesnya (kembali lagi) sama seperti proses penyusunan,” ungkapnya.
Namun Putu menegaskan bahwa suatu aktivitas pertambangan yang sudah mendapatkan izin pasti telah memenuhi proses assesment yang panjang.
Ia menilai semua aktivitas tambang yang telah diizinkan mestinya telah diperhitungkan dapat menanggulangi dampak yang terjadi.
“Maka ini menjadi jaminan zonasi tata ruang,” imbuhnya.
Diketahui uji materi diajukan oleh empat pemohon yaitu Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Perkumpulan Jaringan Advokasi Tambang Kalimantan Timur (Jatam Kaltim).
Kemudian dua pemohon individu atas nama Nurul Aini dan Yaman. Para pemohon menilai 35 pasal dalam UU Nomor 3 Tahun 2020 bertentangan dengan UUD 1945.
https://nasional.kompas.com/read/2022/05/24/21493271/pemohon-uji-materi-uu-minerba-pertanyakan-fungsi-peninjauan-kembali-tata