Salin Artikel

Menilik Alasan Pemilu 1955 Dinilai Sebagai yang Paling Demokratis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksanaan pemilihan umum perdana di Indonesia pada 1955 selalu dikenang sebagai pemilu yang paling demokratis.

Ada sejumlah uraian yang menjelaskan mengapa pemilu 1955 kerap dipuji sebagai yang paling demokratis di antara pemilu lain.

Argumen pertama adalah pemilu 1955 dilakukan dengan bebas dan jujur, tanpa paksaan. Jika dibandingkan dengan pemilu selanjutnya yang digelar di masa pemerintahan Orde Baru memang dinilai bertolak belakang.

Sebab pemilu selama masa pemerintahan Orde Baru dinilai penuh rekayasa sehingga terus menerus dimenangkan oleh Golkar sebagai pilar politik utama guna mendukung kekuasaan Soeharto. Apalagi saat itu seluruh pegawai negeri sipil diwajibkan memilih Golkar, dan akan mendapatkan hukuman jika membangkang. Hukumannya bisa dimutasi sampai penundaan kenaikan gaji atau jabatan.

Selain itu, saat pemilu 1955 tidak terjadi politik uang atau serangan fajar seperti yang terjadi di masa Orde Baru bahkan sampai setelah reformasi.

Pemilu 1955 juga memperlihatkan spektrum politik Indonesia, dengan diikuti oleh berbagai partai dengan beragam latar belakang ideologi.

Selain itu, pemilu pada saat itu bisa digelar dalam kondisi bangsa yang baru berusia satu dasawarsa dan tengah diliputi berbagai gejolak keamanan di dalam negeri seperti pemberontakan. Selain itu, aparat militer dan kepolisian saat itu masih diberi hak untuk memilih.

Meski kondisi tengah rawan, tetapi pemilu 1955 bisa berlangsung aman dan dengan jumlah keikutsertaan pemilih yang sangat tinggi, yakni 87,66 persen dari 43.104.464 pemilih terdaftar.

Selain itu, saat itu pemerintah membebaskan seluruh partai politik, organisasi masyarakat, hingga calon perseorangan mengikuti pemilu dari beragam ideologi atau yang berbasis kedekatan sosial, kemasyaratakan, etnis, kedaerahan hingga ras.

Hal itu dibuktikan dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) yang mengusung ideologi nasionalisme, bisa bersaing dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dan Partai Nahdlatul Ulama (NU) yang mengusung ideologi Islam, dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pemilu dilakukan dua kali, yang pertama pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota-anggota DPR.

Yang kedua dilakukan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante. Hasil Pemilu 1955 Pada Pemilu 1955 terdapat 260 jumlah kursi DPR dan 520 kursi untuk Konstituante.

Ini masih ditambah dengan 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah. Mulanya wilayah Indonesia dibagi dalam 16 berdasarkan sistem perwakilan proporsional. Namun dalam pelaksanaannya Irian Barat gagal melaksanakan Pemilu karena daerah tersebut masih dikuasai oleh Belanda sehingga hanya tersisa 15 daerah pemilihan.

Partai politik yang masuk dalam posisi 3 besar di DPR hasil Pemilu 1955 adalah:

  1. Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan 8.434.653 suara (22,32 persen) dan 57 kursi parlemen.
  2. Masyumi dengan 7.903.886 suara (20,92 persen) dan mendapat 57 kursi.
  3. Nahdlatul Ulama (NU) dengan 6.955.141 suara (18,41 persen) dan 45 kursi.

Sedangkan untuk Konstituante, posisinya juga mirip dengan hasil Pemilu 1955 untuk DPR, yaitu:

  1. Partai Nasional Indonesia (PNI) meraih 9.070.218 suara (23,97 persen) dengan 119 kursi.
  2. Masyumi meraih 7.789.619 suara (20,59 persen) dan 112 kursi.
  3. Nahdlatul Ulama (NU) meraih 6.989.333 suara (18,47 persen) dan 91 kursi.

https://nasional.kompas.com/read/2022/05/22/20010091/menilik-alasan-pemilu-1955-dinilai-sebagai-yang-paling-demokratis

Terkini Lainnya

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Nasional
Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Nasional
Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama Pilkada 2024, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama Pilkada 2024, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasional
KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

Nasional
Gibran Bakal ke Istana Malam Ini, Bersama Prabowo?

Gibran Bakal ke Istana Malam Ini, Bersama Prabowo?

Nasional
Surya Paloh Sebut Nasdem dan PKS Siap Bergabung ke Pemerintahan Prabowo maupun Jadi Oposisi

Surya Paloh Sebut Nasdem dan PKS Siap Bergabung ke Pemerintahan Prabowo maupun Jadi Oposisi

Nasional
KPK Cek Langsung RSUD Sidoarjo Barat, Gus Muhdlor Sudah Jalani Rawat Jalan

KPK Cek Langsung RSUD Sidoarjo Barat, Gus Muhdlor Sudah Jalani Rawat Jalan

Nasional
Bertemu Presiden PKS, Surya Paloh Akui Diskusikan Langkah Politik di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Bertemu Presiden PKS, Surya Paloh Akui Diskusikan Langkah Politik di Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Respons Jokowi dan Gibran Usai Disebut PDI-P Bukan Kader Lagi

Respons Jokowi dan Gibran Usai Disebut PDI-P Bukan Kader Lagi

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Doakan Timnas Indonesia U-23 Kalahkan Korsel

Wapres Ma'ruf Amin Doakan Timnas Indonesia U-23 Kalahkan Korsel

Nasional
Soal Ahmad Ali Bertemu Prabowo, Surya Paloh: Bisa Saja Masalah Pilkada

Soal Ahmad Ali Bertemu Prabowo, Surya Paloh: Bisa Saja Masalah Pilkada

Nasional
Prabowo Sangat Terkesan Anies-Muhaimin Hadiri Penetapan Hasil Pilpres 2024

Prabowo Sangat Terkesan Anies-Muhaimin Hadiri Penetapan Hasil Pilpres 2024

Nasional
Prabowo: Saya Enggak Tahu Ilmu Gus Imin Apa, Kita Bersaing Ketat…

Prabowo: Saya Enggak Tahu Ilmu Gus Imin Apa, Kita Bersaing Ketat…

Nasional
Prabowo: PKB Ingin Terus Kerja Sama, Mengabdi demi Kepentingan Rakyat

Prabowo: PKB Ingin Terus Kerja Sama, Mengabdi demi Kepentingan Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke