Sebab, menurut dia, bicara soal teknologi pemilu juga melibatkan bagaimana kesiapan masyarakat sebagai peserta Pemilu.
"Kita berbicara tidak hanya KPU, Bawaslu atau masyarakat sipil atau peserta pemilunya, tetapi juga berbicara soal bagaimana masyarakat peduli, tahu, paham, dan mampu menggunakan teknologi yang ada," kata Ihsan dalam diskusi virtual Kode Inisiatif, Minggu (22/5/2022) bertajuk "Kesiapan Penyelenggaraan Pemilu dan Teknologi Informasi".
"Jangan sampai teknologi yang didorong itu ternyata sifatnya eksklusif, publik tidak bisa mengakses, publik tidak bisa melihat, karena masyarakat tidak siap," lanjutnya.
Ihsan melanjutkan, untuk itu, inklusifitas teknologi dirasa menjadi penting bagi persiapan pemanfaatan teknologi pada Pemilu.
Ia menerangkan, penyelenggara Pemilu yaitu KPU dan Bawaslu perlu memikirkan konsep pengembangan teknologi yang inklusif.
"Dan memuat nilai-nilai yang memang bisa memberikan inklusifitas dalam penggunaan akses terhadap teknologi tersebut," tutur dia.
Selain itu, pertimbangan lain juga tentang kesiapan sumber daya manusia (SDM) berupa sumber daya untuk mengembangkan perangkat lunak yang dimiliki KPU dan Bawaslu.
Para SDM itu adalah pihak yang akan mengoperasikan teknologi pada penyelenggaraan Pemilu. Oleh karenanya, mereka harus merupakan personel yang mumpuni.
"Kalau kita lihat apa yang disampaikan dalam konteks persiapan, sepertinya SDM dan konteks perangkat lunak ini sedang dipersiapkan," terang Ihsan.
Namun, ada satu hal yang penting lagi yaitu soal skema pembiayaan teknologi dalam pemilu. Ihsan menilai, antara pengembangan teknologi, kompleksitas pemilu, dan biaya menjadi satu hal yang tak dapat dipisahkan.
"Apalagi, Mahkamah Konstitusi (MK) menyampaikan teknologi bisa diterapkan, tetapi siap dalam konteks pembiayaan. Ini juga kan sesuai dengan putusan MK 55/2022 soal keserentakan salah satunya soal efisiensi (biaya)," jelasnya.
Ihsan menambahkan, teknologi dalam pemilu juga tidak boleh melanggar asas atau prinsip pemilu, yakni jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia.
Prinsip tersebut tertuang pada Pasal 22E Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Bagaimana penerapan teknologi tidak menderogasi hak-hak konstitusional semua pihak. Apakah itu peserta pemilu, pemilih, itu tidak boleh menderogasi karena itu prasyarat yang disampaikan," ungkapnya.
https://nasional.kompas.com/read/2022/05/22/17555951/penerapan-teknologi-pada-pemilu-diminta-dibarengi-kesiapan-masyarakat