Salin Artikel

Sinyal Kekhawatiran PDI-P di Balik Koalisi Dini Golkar-PAN-PPP

JAKARTA, KOMPAS.com - Panggung politik tanah air menuju Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 kian menghangat.

Terbentuknya Koalisi Indonesia Bersatu yang dihimpun oleh Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) rupanya mendapat sorotan dari pemilik saham politik terbesar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Oleh PDI-P, munculnya koalisi ini dikhawatirkan mengganggu jalannya pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Memang, ketiga partai menjadi bagian dari koalisi pemerintahan saat ini. Bahkan, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa merupakan anggota Kabinet Indonesia Maju, masing-masing sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian serta Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas.

Sementara, pihak Indonesia Bersatu sendiri mengeklaim, koalisi mereka terbentuk sesuai harapan presiden.

Sentilan PDI-P

PDI-P mengaku tak ingin kemunculan Koalisi Indonesia Bersatu yang membawa agenda politik 2024 mengganggu jalannya pemerintahan.

Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, kepentingan rakyat harus didahulukan.

"Jangan membawa kontestasi terlalu awal, yang kemudian membuang energi kita bagi perbaikan dan kemajuan bangsa dan negara pasca pandemi. Ini yang kita dorong," kata Hasto saat ditemui di Lapangan Banteng, Jakarta, Jumat (20/5/2022).

Hasto juga mengingatkan, pemerintahan Jokowi-Ma'ruf berdiri atas kerja sama antarpartai politik. Kerja sama itu membawa mandat rakyat yang begitu besar.

Dia mengeklaim, partainya memiliki tanggung jawab untuk terus mengingatkan besarnya mandat rakyat terhadap pemerintahan saat ini.

"Dari kerja sama parpol ini, agar apa yang jadi harapan rakyat dijawab oleh Bapak Presiden Jokowi dapat dijalankan," ujar dia.

Dalam kesempatan yang sama, Hasto membantah bahwa pertemuan PDI-P dengan sejumlah ketua umum partai politik beberapa waktu belakangan merupakan upaya membentuk koalisi.

Menurut dia, pertemuan antara Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan pimpinan parpol lain, misalnya Ketum Gerindra Prabowo Subianto, hanya sekadar silaturahmi dalam rangka hari Lebaran.

"Itu belum koalisi. Koalisi itu dalam perspektif politik ditandai komitmen terhadap kerja sama berdasarkan pada platform politik, agenda-agenda pemerintahan, program-program untuk menjawab persoalan bangsa dan negara," tutur dia.

Hasto berdalih, partainya bisa mengusung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) sendiri tanpa perlu berkoalisi dengan partai lainnya. Ini diklaim karena besarnya dukungan rakyat terhadap PDI-P.

"PDI-P bisa mengusung calon sendiri itu karena dukungan rakyat di dalam pemilu yang lalu, PDI Perjuangan dari bawah," kata Hasto.

Hasto mengatakan, dukungan rakyat itu menjadi modal politik penting bagi partainya untuk bisa mengusung calon presiden sendiri.

Oleh karenanya, PDI-P hingga kini belum memikirkan koalisi untuk Pilpres 2024 sebagaimana yang sudah dibentuk oleh Golkar, PAN, dan PPP.

"Karena itulah kami tidak ikut dansa politik," ujar dia.

Klaim Koalisi Indonesia Bersatu

Sejak awal Koalisi Indonesia Bersatu terbentuk, partai-partai yang tergabung di dalamnya menjamin bersatunya mereka tak akan mengganggu jalannya pemerintahan Jokowi.

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto misalnya, mengatakan bahwa partai yang tergabung dalam koalisi masih dan akan terus mendukung program-program pemerintahan.

“Pemerintah sangat solid karena 82 persen koalisinya mendukung Bapak Presiden Joko Widodo. Tak ada perubahan,” kata Airlangga di rumah dinasnya di Jakarta Selatan, Minggu (15/5/2022).

Airlangga menyatakan, terbentuknya Koalisi Indonesia Bersatu tak mungkin mengurangi dukungan politik terhadap pemerintah.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu menjamin pemerintahan tetap berjalan efektif meskipun partai politik mulai mempersiapkan diri menyambut Pemilu 2024.

“Sangat efektif kok (jalannya pemerintahan), terbukti dari 82 persen itu seluruh program bisa diakselerasi dan itu dibuktikan dengan akselerasi proyek strategis nasional dan penanganan pemulihan ekonomi yang berjalan baik,” ujar dia.

Airlangga bahkan mengeklaim, pembentukan Koalisi Indonesia Bersatu sesuai harapan Presiden Jokowi. Sebab, menurut dia, 3 partai politik yang tergabung dalam koalisi tersebut berpengalaman di bidang pembangunan.

"Tentunya pengalaman dalam mengatasi pembangunan ini sudah didalami ketiga partai ini, dan tentunya ini cocok dengan apa yang diharapkan Pak Presiden," kata Airlangga dalam keterangannya, Kamis (19/5/2022).

Airlangga mengatakan, baik Golkar, PAN, maupun PPP memiliki pengalaman di pemerintahan. Golkar dan PPP saat ini menempatkan kadernya menjadi bagian dari Kabinet Indonesia Maju.

Sedangkan PAN berpengalaman tergabung dalam pemerintahan era Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Menurut Airlangga, kerja sama 3 parpol didasari dari persamaan visi dan misi untuk tanah air, yakni membangun masyarakat Indonesia makmur, kaya, dan sejahtera.

"Selain itu ketiga parpol berupaya mendegradasi polarisasi akibat perhelatan politik yang terjadi sejak pilpres periode lalu," kata dia.

Khawatir

Membaca ini, Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo, menilai bahwa pernyataan Sekjen PDI-P terkait munculnya Koalisi Indonesia Bersatu merupakan bentuk kekhawatiran partai berlambang banteng tersebut menjelang Pilpres 2024.

Kunto menilai, kemunculan Koalisi Indonesia Bersatu seharusnya tak menjadi soal di pemerintahan lantaran koalisi tersebut telah menyatakan komitmen mereka untuk tetap mendukung Jokowi-Ma'ruf hingga tuntas masa jabatan.

Hanya saja, munculnya koalisi ini memang begitu dini, sehingga bisa jadi mengganggu agenda politik yang telah disusun partai-partai lainnya, tak terkecuali PDI-P.

"Koalisi Indonesia Bersatu itu dibentuk jauh-jauh hari dan ini di luar kebiasaan. Dan biasanya itu akan mengganggu konstelasi atau mengganggu peta politik yang mungkin sudah direncanakan PDI-P sebelumnya," kata Kunto kepada Kompas.com, Jumat (20/5/2022).

Munculnya koalisi Golkar, PAN, dan PPP, menurut Kunto, bisa melahirkan 3 poros di Pilpres 2024. Artinya, akan ada 3 pasangan calon presiden dan wakil presiden, sehingga bisa jadi Pilpres digelar 2 putaran.

Kunto mengatakan, kemugkinan-kemungkinan inilah yang menjadi kekhawatiran PDI-P. Bisa jadi partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu resah persaingan di Pilpres 2024 kian ketat.

Dengan lahirnya Koalisi Indonesia Bersatu, mungkin saja PDI-P khawatir partainya sebagai pemilik saham politik terbesar tak bisa leluasa dalam menentukan rekan koalisi untuk Pilpres 2024.

"Mungkin ini yang dikhawatirkan oleh Pak Hasto (Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto) kemudian peta politiknya juga akan semakin ramai bagi PDI-P yang punya kursi terbanyak dan bisa maju sendiri, sekarang kartunya sudah enggak di PDI-P lagi, kartunya juga ada di Koalisi Indonesia Bersatu ini," ujar Kunto.

"Jadi kalau dulu sebelum koalisi ini terbentuk kan PDI-P yang punya kartu untuk menentukan dia mau sama siapa atau dia sendirian, sehingga tercipta berapa pasangan calon," lanjut pengajar di Universitas Padjadjaran itu.

Kendati demikian, lanjut Kunto, tak seharusnya PDI-P khawatir berlebihan pada keberadaan Koalisi Indonesia Bersatu.

Sebab, meski telah menyatakan berkoalisi, Indonesia Bersatu belum mengumumkan calon presiden dan calon wakil presiden yang akan mereka usung.

"Bahkan belum definitif mengumumkan platform koalisi dan program-program koalisi sehingga nanti bisa diisi oleh tokoh yang sesuai dengan program dan visi serta platform koalisi ini," kata Kunto.

https://nasional.kompas.com/read/2022/05/20/17171311/sinyal-kekhawatiran-pdi-p-di-balik-koalisi-dini-golkar-pan-ppp

Terkini Lainnya

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

Nasional
Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Nasional
Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Nasional
Halalbihalal Merawat Negeri

Halalbihalal Merawat Negeri

Nasional
Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke