Salin Artikel

Hepatitis Akut, Dianggap Kecil Kemungkinan Jadi Pandemi, tetapi Tetap Diwaspadai

JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah masyarakat berjibaku dengan pandemi Covid-19 lebih dari dua tahun, kini muncul ancaman penyakit baru yang bahkan belum diketahui penyebabnya dan menyerang anak-anak.

Penyakit itu dikenal dengan nama hepatitis akut misterius.

Publik mulai khawatir mengenai keberadaan penyakit hepatitis akut misterius yang terhitung kategori penyakit menular ini akan menjadi pandemi seperti Covid-19.

Kekhawatiran masyarakat akan hepatitis akut akan menjadi pandemi direspons oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyebutkan, kecil kemungkinan hepatitis akut menjadi pandemi seperti Covid-19.

Hal yang mendasarinya adalah perkembangan kasus hepatitis akut di Indonesia dan dunia saat ini.

"Kalau kita lihat perkembangan kasus, kalau masih berkembang seperti situasi pandemi, rasanya kecil sekali. Karena kondisinya tidak ada mengancam lebih banyak dan menyebabkan aktivitas terganggu," kata Nadia dalam diskusi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (19/5/2022).

Data Kemenkes mengungkapkan, terdapat 436 kasus hepatitis akut misterius dari 27 negara.

"Indonesia melihat satu kasus kematian dengan empat kasus yang masih pending klasifikasi," tambahnya.

Belum ada klaster

Nadia melanjutkan, di Indonesia belum ditemukan klaster tentang penyebaran hepatitis akut.

Hal tersebut, katanya, menandakan belum ada peningkatan kasus yang signifikan dari penyakit ini.

Kendati demikian, ia mewanti-wanti agar masyarakat tidak menganggap enteng keberadaan hepatitis akut ini, apalagi penyakit tersebut menyerang anak usia sekolah.

"Tetap harus diwaspadai. Kita akan melakukan koordinasi dengan Kemendikbud. Nanti kita akan suratkan segala informasi dan program-program yang telah disiapkan bagi sekolah untuk mengedukasi, mengantisipasi hepatitis akut ini," kata Nadia.

Lebih jauh, usulan untuk membentuk satuan tugas untuk menangani penyakit tersebut dianggap masih belum perlu oleh Nadia. 

Hal ini melihat eskalasi kasus hepatitis akut di Indonesia berbeda ketika menghadapi Covid-19.

"Kalau dilihat dari eskalasi masalahnya karena ini berbeda dengan Covid-19, rasanya kita ini tidak perlu membentuk satuan tugas khusus, membentuk satgas, setelah hampir tiga minggu (kasus pertama diumumkan)," tuturnya.

Nadia menerangkan, terdapat sejumlah provinsi di Indonesia yang telah melaporkan dugaan kasus hepatitis akut.

"Paling banyak di DKI (Jakarta) ya di mana ada satu kasus probable, terus ada tujuh kasus pending," ujarnya.

Kemudian, provinsi lain yang telah melaporkan di antaranya Sumatera Utara, Sumatera Barat,  Jambi,  Jawa Timur, dan Bali.

"Jadi kalau untuk pembentukan satgas, saya rasa tidak perlu ya karena masih sangat terbatas. Artinya, kalau kita lihat penanganan pandemi juga lebih baik," imbuh dia.

Pentingnya pencegahan

Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena menekankan pentingnya pencegahan agar penyakit hepatitis akut tidak berubah menjadi pandemi.

Hal itu dikatakannya setelah melihat penyakit hepatitis akut di Indonesia mirip situasi ketika pandemi Covid-19 mewabah saat periode awal.

"Karena ini seperti kita lihat ini kurang lebih mirip dengan kejadian pada saat Covid-19 awal, di mana kita berpengalaman di Covid-19, sekarang kita masuk di hepatitis akut. Mudah-mudahan kita lebih awal antisipatif dengan kejadian ini," kata Melki dalam diskusi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis.

Melki mengatakan, sebelum mencegah, semua pihak perlu terlebih dulu mengenal jenis penyakit itu.

Akan tetapi, diakuinya bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Kemenkes pun belum memiliki penjelasan yang cukup terkait hepatitis akut misterius.

"Karena posisi kita masih meraba-raba, tentu yang paling penting adalah pencegahan," jelasnya.

Di sisi lain, pihak Komisi IX juga akan mengundang Kemenkes beserta pemangku kepentingan lainnya dalam rapat kerja pada Senin (23/5/2022) untuk membahas hepatitis akut.

Melki berharap dalam rapat tersebut terangkum jelas bagaimana sebenarnya penyakit hepatitis akut, mulai dari cara mengenali hingga potensi ancaman.

Senada dengan Melki, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PDI-P Rahmad Handoyo mengajak semua pihak untuk mencegah hepatitis akut.

Namun, sebelum mencegah, dia mengimbau agar masyarakat mengenali gejala-gejala atau tanda penyakit hepatitis akut misterius tersebut.

Rahmad menilai, pengenalan terhadap tanda atau gejala penyakit berguna untuk terhindar dari hal yang lebih buruk terjadi.

"Ketika kita tahu tentang tanda-tanda gejala hepatitis ini, sehingga nasihat dokter spesialis agar situasi dan kondisi anak-anak kita di bawah (usia) 17 tahun itu baru dibawa ke rumah sakit," kata Rahmad dalam diskusi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis.

Politisi PDI-P itu melanjutkan, kondisi buruk bisa saja terjadi jika orangtua terlambat mengenal gejala atau tanda hepatitis akut misterius pada anak.

Ia menuturkan, gejala hepatitis pada umumnya yaitu demam, pusing, diare, dan ada perubahan warna kulit pada anak.

"Kenalilah tanda-tandanya, kenalilah gejalanya," ujar Rahmad.

Mengenal gejala atau tanda penyakit itu dinilai menjadi golden moment atau momentum emas para orangtua sebelum hal lebih buruk terjadi pada anak.

Ia pun mengingatkan, hepatitis akut misterius tetap bisa disembuhkan. Hanya saja, kematian tetap bisa mengintai.

https://nasional.kompas.com/read/2022/05/20/06581481/hepatitis-akut-dianggap-kecil-kemungkinan-jadi-pandemi-tetapi-tetap

Terkini Lainnya

Pemerintah Bakal Bentuk Satgas Pemberantasan Judi 'Online' Pekan Depan

Pemerintah Bakal Bentuk Satgas Pemberantasan Judi "Online" Pekan Depan

Nasional
Ketua KPU Diadukan Lagi ke DKPP, Diduga Goda Anggota PPLN

Ketua KPU Diadukan Lagi ke DKPP, Diduga Goda Anggota PPLN

Nasional
KPK Duga Anggota DPR Ihsan Yunus Terlibat Pengadaan APD Covid-19

KPK Duga Anggota DPR Ihsan Yunus Terlibat Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Projo Sebut Kemungkinan Prabowo Jadi Jembatan untuk Pertemuan Jokowi-Megawati

Projo Sebut Kemungkinan Prabowo Jadi Jembatan untuk Pertemuan Jokowi-Megawati

Nasional
Pakar Sebut Hakim MK Mesti Pertimbangkan Amicus Curiae Meski Bukan Alat Bukti

Pakar Sebut Hakim MK Mesti Pertimbangkan Amicus Curiae Meski Bukan Alat Bukti

Nasional
Bareskrim: 2 Oknum Karyawan Lion Air Akui Selundupkan Narkoba 6 Kali, Diupah Rp 10 Juta Per 1 Kg

Bareskrim: 2 Oknum Karyawan Lion Air Akui Selundupkan Narkoba 6 Kali, Diupah Rp 10 Juta Per 1 Kg

Nasional
Sekjen PDI-P: Otto Hasibuan Mungkin Lupa Pernah Meminta Megawati Hadir di Sidang MK

Sekjen PDI-P: Otto Hasibuan Mungkin Lupa Pernah Meminta Megawati Hadir di Sidang MK

Nasional
Peduli Kesejahteraan Masyarakat, PT Bukit Asam Salurkan Bantuan Rp 1 Miliar ke Masjid hingga Panti Asuhan di Lampung

Peduli Kesejahteraan Masyarakat, PT Bukit Asam Salurkan Bantuan Rp 1 Miliar ke Masjid hingga Panti Asuhan di Lampung

Nasional
Di Universität Hamburg Jerman, Risma Ceritakan Kepemimpinannya Sebagai Walkot dan Mensos

Di Universität Hamburg Jerman, Risma Ceritakan Kepemimpinannya Sebagai Walkot dan Mensos

Nasional
Kubu Prabowo Anggap 'Amicus Curiae' Sengketa Pilpres sebagai Bentuk Intervensi kepada MK

Kubu Prabowo Anggap "Amicus Curiae" Sengketa Pilpres sebagai Bentuk Intervensi kepada MK

Nasional
Sidang Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Dituntut 3 Tahun 5 Bulan Penjara

Sidang Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Dituntut 3 Tahun 5 Bulan Penjara

Nasional
Ajukan 'Amicus Curiae', Arief Poyuono Harap MK Tolak Sengketa Pilpres

Ajukan "Amicus Curiae", Arief Poyuono Harap MK Tolak Sengketa Pilpres

Nasional
Optimistis Pertemuan Prabowo-Megawati Berlangsung, Gerindra Komunikasi Intens dengan PDI-P

Optimistis Pertemuan Prabowo-Megawati Berlangsung, Gerindra Komunikasi Intens dengan PDI-P

Nasional
Dibantu Tony Blair Institute, Indonesia Percepat Transformasi Layanan Digital Pemerintah

Dibantu Tony Blair Institute, Indonesia Percepat Transformasi Layanan Digital Pemerintah

Nasional
Senat Mahasiswa Driyarkara Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Kabulkan Sengketa Pilpres 2024

Senat Mahasiswa Driyarkara Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Kabulkan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke