KOMPAS.com - Hak beragama merupakan hak yang melekat secara kodrati yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
Negara menjamin kebebasan setiap warga negara dalam memeluk agama dan beribadah sesuai keyakinan masing-masing.
Selain UUD 1945, untuk menjamin hal ini, pemerintah juga telah menerbitkan berbagai aturan.
Salah satu di antaranya adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.
Peraturan bersama ini dikenal juga dengan SKB 2 Menteri tentang rumah ibadah
Berikut penjelasan mengenai peraturan ini.
Kerukunan umat beragama
Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pemeliharaan kerukunan umat beragama menjadi tanggung jawab bersama umat beragama dan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Dalam aturan ini, tugas dan kewajiban gubernur, bupati dan walikota, serta camat dan lurah terkait kehidupan beragama, yakni:
Selain kempat poin ini, bupati dan walikota juga memiliki tugas dan kewajiban tambahan, yaitu menerbitkan izin mendirikan bangunan atau IMB rumah ibadah.
Terkait pembinaan kerukunan umat beragama, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) menjadi salah satu yang memiliki peran penting.
FKUB dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota dengan keanggotaannya yang terdiri atas pemuka-pemuka agama setempat.
Komposisi anggota FKUB didasarkan pada perbandingan jumlah pemeluk agama setempat dengan keterwakilan minimal satu orang dari setiap agama yang ada di daerah tersebut.
FKUB provinsi dan kabupaten/kota memiliki tugas:
FKUB kabupaten/kota mendapatkan tugas tambahan, yakni memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadah.
Pendirian rumah ibadah
Dalam peraturan ini, pendirian rumah ibadah harus didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk.
Pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.
Selain itu, ada juga persyaratan khusus yang harus dipenuhi terkait pendirian rumah ibadah, yaitu:
Jika persyaratan pertama terpenuhi sedangkan persyaratan kedua belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadah.
Persyaratan ini diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadah kepada bupati/walikota untuk memperoleh IMB rumah ibadah.
Dalam peraturan, bupati/walikota wajib memberikan keputusan paling lambat 90 hari sejak permohonan pendirian rumah ibadah diajukan.
Jika terdapat rumah ibadah yang memiliki IMB namun harus dipindahkan karena perubahan rencana tata ruang wilayah, pemerintah daerah akan memfasilitasi penyediaan lokasi baru.
Perselisihan yang terjadi akibat pendirian rumah ibadah harus diselesaikan secara musyawarah oleh masyarakat setempat.
Jika tidak ada hasil yang dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan bupati/walikota dibantu kepala kantor departemen agama melalui musyawarah yang dilakukan secara adil dan tidak memihak dengan mempertimbangkan pendapat FKUB.
Apabila perselisihan masih belum selesai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan setempat.
Referensi:
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/26/01150051/pendirian-rumah-ibadah-menurut-skb-2-menteri