Beka menyampaikan ini saat merespons soal isi laporan Departemen Luar Negeri Ameriksa Serikat (AS) yang menyatakan aplikasi PeduliLindungi melanggar hak asasi manusia (HAM).
“(PeduliLindungi) sudah sesuai sebagai perlindungan hak warga dalam situasi darurat kesehatan,” kata Beka saat dihubungi, Sabtu (16/4/2022).
Beka menjelaskan aplikasi PeduliLindungi harus dilihat dalam konteks yang lebih luas yaitu perlindungan hak atas kesehatan dan hak hidup warga negara.
Menurutnya, negara membutuhkan alat untuk melakukan tracing dan treatment dalam rangka mencegah penyebaran pandemi.
“Kalau pemerintah tidak mengambil langkah justru bisa dikategorikan pelanggaran HAM,” ucap dia.
Selain itu, Beka mengungkapkan, sejak awal aplikasi PeduliLindungi diluncurkan tidak pihaknya belum pernah menerima laporan pengaduan pelanggaran HAM terkait aplikasi itu.
“Sampai saat ini Komnas HAM belum pernah menerima pengaduan warga terkait penggunaan aplikasi PeduliLindungi,” tuturnya.
Diketahui, Departemen Luar Negeri AS merilis Laporan Praktik HAM di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Dilansir dari 2021 Country Reports on Human Rights Practices (15/4/2022), sejumlah hal yang disorot dalam laporan tersebut, termasuk aplikasi PeduliLindungi yang dipakai pemerintah untuk melacak kasus Covid-19.
Aplikasi ini mewajibkan individu yang memasuki ruang publik seperti mal untuk check-in menggunakan aplikasi.
"Aplikasi ini menyimpan informasi tentang status vaksinasi individu. LSM menyatakan keprihatinan tentang informasi apa yang dikumpulkan dan bagaimana data disimpan dan digunakan pemerintah," tulis laporan itu
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/16/16281731/komnas-ham-tak-ada-laporan-pelanggaran-ham-karena-aplikasi-pedulilindungi