Untuk itu, PPATK melakukan sejumlah upaya guna menyamakan persepsi para penegak hukum terkait upaya penindakan kejahatan pencucian uang menggunakan UU TPPU.
"Jadi penegak hukum satu seperti ini, yang lain berbeda," kata Ivan dalam pertemuan dengan sejumlah media di Kantor PPATK, Jakarta Pusat, Kamis (14/4/2022).
Ivan mengakui cara pandang para penyidik terhadap penerapan UU TPPU di setiap lembaga penegak hukum kerap berbeda.
"Tidak semua penyidik itu menggunakan luxury kemewahan Undang-Undang 68/2010 (UU TPPU) ini. Belum semua menggunakan, itu menjadi concern kami," ujarnya.
Padahal, kata dia, tindak pidana asal kasus pencucian di Indonesia adalah korupsi dan narkotika.
Artinya, lanjut dia, kemungkinan kasus korupsi terkait dengan TPPU sangat tinggi.
Mantan Deputi bidang Pemberantasan PPATK ini mengatakan, lembaganya saat ini terus melakukan asistensi, menggelar pendidikan dan pelatihan dan berbagai upaya lain untuk menyeragamkan penerapan UU TPPU.
Menurutnya, upaya-upaya itu dilakukan secara intensif.
"Kami juga terus melakukan kerja sama dengan kepolisian," lanjutnya.
Dalam kesempatan itu, Ivan mengungkapkan, korupsi dan narkotika menjadi kejahatan asal tertinggi dalam tindak pidana pencucian uang. Data tersebut tak berubah sejak 2015.
Kualitas hasil analisis
Lebih lanjut Ivan mengatakan, PPATK terus meningkatkan kualitas hasil analisis dan hasil pemeriksaan terkait dengan tindak pidana pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme.
Upaya itu bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara melalui optimalisasi pemulihan aset (asset recovery) dan penyelamatan keuangan negara.
Ivan menuturkan, ke depan PPATK akan memperkuat kualitas hasil analisis dan hasil pemeriksaan atas aliran dana transaksi keuangan untuk meningkatkan kontribusi terhadap pemasukan keuangan negara, baik dalam bentuk denda maupun uang pengganti kerugian negara.
Dia mencontohkan selama periode 2018–2020, PPATK turut membantu penerimaan negara melalui pemanfaatan hasil pemeriksaan yaitu denda sejumlah Rp 10,85 miliar, uang pengganti kerugian negara senilai Rp 17,38 triliun, dan sejumlah aset yang telah disita.
“Ke depan PPATK akan semakin memperkuat kualitas hasil analisis dan hasil pemeriksaan, sehingga berkontribusi lebih besar dalam optimalisasi keuangan negara, baik melalui denda maupun uang pengganti kerugian negara,” ujar Ivan.
https://nasional.kompas.com/read/2022/04/14/20390331/ppatk-sebut-penegak-hukum-belum-seragam-terapkan-uu-tppu