Rupanya, itu karena mayoritas kampung di Kabupaten Asmat, termasuk Distrik Agats, memiliki jalan dan bangunan rumah yang dibuat dari papan dan kayu.
Kompas.com berkesempatan mengunjungi wilayah Distrik Agats dan menyaksikan kehidupan masyarakat di daerah yang terletak di Provinsi paling timur Indonesia itu.
Distrik Agats merupakan Ibu Kota Kabupaten Asmat yang dikelilingi laut. Distrik itu terdiri dari 12 kampung atau setara tingkat kelurahan.
Semua jalanan dan bangunan di Distrik Agats berbentuk seperti panggung yang tingginya sekitar 1 hingga 2 meter dari permukaan tanah.
Rumah sengaja dibangun demikian untuk mengantisipasi masuknya air pasang laut di wilayah tersebut.
Selain itu, permukaan tanah di wilayah Agats banyak yang berlumpur.
"Dulu papan semua (jalan). Kalau pasang naik di jalan ini cuma (sisa) sejengkal saja," kata seorang warga bernama Joko di Agats, Kabupaten Asmat, Papua, Selasa (22/3/2022).
Namun beberapa tahun terakhir, pembangunan di wilayah Agats semakin maju.
Saat ini jalan-jalan utama di Ibu Kota Asmat itu sudah ada yang terbuat dari beton, meski sebagian jalan, bangunan rumah, serta tempat penginapan masih terbuat dari papan, kayu, dan triplek.
Banyak juga toko-toko kelontong, kios ponsel, warung, hingga rumah makan khas daerah luar Papua.
Sayangnya, tempat makan khas Papua justru sangat jarang ditemui di Agats.
"Saya pikir walaupun saya orang sini, perkembangan sekarang, yang lebih banyak makanan dari luar. Sedangkan makanan lokal sangat kurang. Seharusnya yang dibanyakin makanan lokal," ujar seorang warga, Yance.
Mereka biasanya pergi mencari ikan ke laut dengan menggunakan perahu yang disebut fiber atau ketingting. Itu bukan cuma dillakukan orang dewasa, tetapi juga anak-anak.
Ada pula warga yang menangkap ikan di rawa sekitar kampung. Anak-anak pun sering bermain air di dermaga dan rawa.
Saat air pasang naik dan masuk ke Agats, banyak anak-anak bermain air saat sore.
Uniknya, pemerintah setempat memberlakukan aturan bahwa hanya warga asli Asmat yang boleh menangkap ikan di laut.
"Pencari ikan di laut tidak boleh orang pendatang, harus orang asli, dikhususkan itu," kata Sekretaris Dinas Sosial Kabupaten Asmat Hengky Kawer.
Hal itu dilakukan dalam rangka mengangkat ekonomi masyarakat asli suku Asmat di Agats.
Sementara, untuk pendatang atau orang dari daerah lain diperbolehkan berjualan makanan atau membuka usaha lain di wilayah Agats.
"Jadi itu proteksi, kecuali ikan yang beku, itu orang luar bisa jual. Tapi kala ikan segar khusus orang dalam yang jual. Itu sudah dari bupati yang lalu, saya lanjutkan," ucap Bupati Asmat Elisa Kambu di Kampung Erosaman, Asmat, Rabu (23/3/2022).
Selain mencari ikan, masyarakat lokal ada juga yang berkebun di daerah pedalaman hingga menjadi pengemudi ojek sepeda motor.
Uniknya, sepeda motor yang digunakan berbeda dari motor yang umum digunakan di banyak daerah di Indonesia. Sepeda motor di Agats kebanyakan motor listrik.
Sepeda motor listrik tersebut tidak punya knalpot, dan senyap saat digunakan.
Jalanan yang cenderung kecil di Agats juga membuat distrik tersebut tanpa kendaraan roda empat. Mobil yang ada di Agats hanya ambulans yang digunakan dalam keadaan darurat.
Hal ini pun menjadi daya tarik tersendiri bagi Kota Papan itu.
"Kita punya tiga (ambulans). Kalau lihat yang tiga satunya listrik duanya bensin tapi kalau listrik ini emang perawatannya mahal," ucap Bupati Elisa Kambu.
Sepeda motor listrik menjadi kendaraan utama karena dinilai lebih cocok dan aman bagi masyarakat dan kota Agats.
Jalanan yang dulunya terbuat dari papan, serta adanya bangunan yang terbuat dari kayu membuat sepeda motor bensin dianggap lebih berbahaya dari motor listrik.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Asmat Amir Makhmud juga mengatakan, jalanan di Agats banyak dipenuhi anak kecil dan padat penduduk sehingga motor listrik dianggap lebih aman dan tidak berisik.
Berada di wilayah perairan, kapal cepat atau speedboat pun menjadi alternatif kendaraan untuk bisa masuk ke Agats.
Selain menjadi pencari ikan, banyak warga lokal yang menjadi driver speedboat.
Apalagi, akses bandara terdekat, yakni Bandara Ewer menuju Agats, juga harus ditempuh lewat jalur laut sekitar 30 menit.
Sedangkan, diperlukan sekitar 5 jam jika ingin ke Agats dengan speedboat dari Timika.
Di samping dermaga biasanya terdapat speedboat yang sudah bersiaga. Speedboat hanya bisa diisi maksimal 5 penumpang dan 1 driver.
Sekali perjalanan menuju bandara di Kampung Ewer, Distrik Agats harus membayar sekitar Rp 100.000.
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/28/12532191/distrik-agats-kota-papan-di-asmat-papua-yang-penuh-sepeda-motor-listrik