JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrat menilai wacana penundaan Pemilu 2024 telah disusun dengan rapi bak sebuah panggung orkestrasi.
Namun, Demokrat menduga mereka yang menyusun penundaan pemilu hingga perpanjangan masa jabatan adalah dari kalangan elite, baik pejabat maupun sejumlah elite partai politik (parpol) koalisi.
"Kami cermati, ada orkestrasi secara terukur, hasil pemufakatan jahat segelintir elite, yang ingin melanggengkan kekuasaan," kata Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra dalam keterangannya, Minggu (13/3/2022).
Herzaky mempertanyakan klaim wacana penundaan pemilu 2024 yang disuarakan para elite adalah atas kehendak rakyat. Klaim tersebut, kata dia, digunakan sejumlah elite dengan berbagai narasi.
Semisal dengan menggunakan narasi pengusaha meminta pemilu ditunda karena khawatir mengganggu stabilitas ekonomi nasional.
"Lalu mendadak 1 orang petani mengusulkan ini dan diekspos di publik. Padahal rakyat negeri ini 267 juta jiwa," heran Herzaky.
Juru Bicara Partai Demokrat itu menerangkan, wacana penundaan pemilu 2024 sebelumnya juga disuarakan oleh menteri yang dekat dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Namun, Herzaky tak membeberkan siapa menteri yang dimaksud sebagai orang dekat Jokowi dan mengusulkan wacana pemilu ditunda.
Hanya saja, Herzaky menyindir ada seorang menteri yang justru sibuk bertemu influencer dan menyuarakan wacana penundaan pemilu, dengan menggunakan data yang tak jelas asal-usulnya.
Adapun data yang dimaksud adalah analisis big data yang digunakan elite parpol dan pejabat untuk mendukung wacana pemilu ditunda.
Berkaca hal tersebut, ia menilai bahwa elite penguasa akan menempuh cara apa pun untuk memuluskan terwujudnya wacana penundaan pemilu.
"Data apa saja bakal dicari-cari dan dibuat untuk mendukung maunya. Saran kami, jangan sampai rezim ini jadi rezim suka-suka dan maunya sendiri," sindir Herzaky.
Selain klaim menggunakan analisis big data, para elit penguasa juga dinilai menempuh segala cara lain untuk menunda pemilu, semisal menahan anggaran Pemilu 2024.
Diketahui, hingga kini anggaran Pemilu 2024 belum juga dialokasikan kepada penyelenggara Pemilu yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Benar-benar pemufakatan jahat dari segelintir elit yang mabuk dan haus kekuasaan kalau benar anggaran Pemilu 2024 tidak cair-cair juga, padahal ini amanah konstitusi," kata Herzaky.
Lebih lanjut, Herzaky menilai elite penguasa yang menyuarakan wacana penundaan pemilu tidak bisa membaca data dari hasil lembaga survei nasional.
Dikatakan, data hasil survei kepuasan atas pemerintahan Jokowi hendak dijadikan sebagai dasar pembatalan Pemilu 2024.
"Padahal, di survei-survei yang sama, ada pertanyaan yang benar-benar spesifik dan menanyakan pendapat rakyat tentang Jokowi tiga periode ataupun Jokowi ditambah dua tiga tahun pemerintahannya," ujar Herzaky.
Selain itu, dari data survei terlihat bahwa responden yang merasa puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi sebagian besar atau 65 persen justru menolak usulan tiga periode maupun usulan penambahan dua atau tiga tahun masa jabatan presiden.
"Jadi, jangan menafsirkan data sesuai dengan maunya sendiri. Bisa baca data apa tidak sebenarnya pemerintah ini? Bahaya ini kalau baca data saja tidak mampu," kritik Herzaky.
Diketahui bersama, wacana penundaan pemilu 2024 terus bergulir sejak beberapa waktu lalu.
Adapun wacana ini dimulai oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar yang kemudian didukung oleh dua ketua umum partai politik koalisi lainnya, Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan dan Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Kekinian, Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan juga menjadi perbincangan hangat di publik karena turut menggunakan analisis big data bahwa kehendak rakyat menginginkan pemilu ditunda.
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/13/10352201/soal-wacana-penundaan-pemilu-demokrat-ada-orkestrasi-terukur-di-elite-yang