KH Miftachul Akhyar menyatakan mengundurkan diri dari posisi Ketum MUI karena komitmennya yang tak ingin rangkap jabatan sebagai Rais Aam pada Rabu (9/3/2022).
"Di saat ahlul halli wal aqdi (Ahwa) Muktamar ke-34 NU menyetujui penetapan saya sebagai Rais Aam, ada usulan agar saya tidak merangkap jabatan. Saya langsung menjawab sami'na wa atha'na (kami dengarkan dan kami patuhi)," ujar Miftachul seperti dikutip dari situs resmi nu.or.id.
Ia mengatakan mundur dari posisi Ketum MUI atas keinginannya sendiri, dan tak ada tekanan dari manapun.
"Jawaban (sami'na wa atha'na) itu bukan karena ada usulan tersebut, apalagi tekanan," tutur ulama yang akrab disapa Kiai Miftach itu.
Saat ini, pengunduran diri Miftachul Akhyar sedang dibawa ke Dewan Pimpinan MUI untuk diproses sesuai dengan mekanisne organisasi.
Hal ini lantaram pihak kesekjenan MUI memutuskan belum bisa menerima pengunduran diri Miftachul Akhyar dari jabatan Ketua Umum MUI.
Pasalnya, berdasarkan hasil Musyawarah Nasional (Munas) MUI ke-10 pada 2020 lalu, Miftachul seharusnya menjabat sebagai ketua umum selama lima tahun, dari 2020-2025.
Pengunduran diri Kiai Miftach akan melewati pembahasan di rapat pimpinan, rapat pleno, dan paripurna di Dewan Pimpinan MUI.
"Sesuai Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga MUI sesuai hasil Munas X di Jakarta," kata Sekjen MUI, Amirsyah Tambunan, Rabu (9/3/2022).
Sementara itu, Waki Ketum MUI Anwar Abbas berharap agar warga dan pimpinan PBNU mengizinkan Miftachul Akhyar untuk tetap menjabat sebagai Ketua Umum MUI.
"Insya Allah dengan jiwa besar dari pimpinan dan warga NU yang membolehkan Bapak KH Miftachul Akhyar untuk tetap memimpin MUI, kami harapkan persatuan dan kesatuan umat akan bisa kita jaga serta pelihara dan akan bisa kita buat untuk lebih kuat lagi dari masa-masa sebelumnya," ungkap Anwar, Kamis (10/3/2022).
Secara formal, sebenarnya tak ada larangan Rais Aam PBNU merangkap jabatan sebagai Ketum MUI. PBNU pun menyatakan tak masalah jika MUI menolak permintaan pengunduran diri Kiai Miftach.
"Tidak masalah, tidak ada larangan sama sekali, walaupun di kalangan kita (NU) juga ada 2 pendapat, ada yang mempertanyakan kenapa (MUI) ditinggal, ada yang setuju memang sebaiknya ditinggal," sebut Ketua PBNU, Fahrurrozi kepada Kompas.com, Jumat (11/3/2022).
Berikut sejumlah ulama NU yang pernah rangkap jabatan sebagai Rais Aam PBNU dan Ketum MUI:
Kiai Sahal meninggal dunia pada 24 Januari 2014 saat masih menjabat sebagai Rais Aam PBNU dan Ketum MUI.
Ulama pimpinan Pondok Pesantren Mathali'ul Falah itu meninggal dunia karena sakit di usia 76 tahun.
Kiai Sahal adalah salah satu yang lantang menyuarakan fikih sosial, sebuah pemikiran yang memadukan ajaran agama dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Tokoh yang akrab dipanggil Embah Sahal itu mendapat gelar doktor honoris causa dari Universitas Negeri Syarif Hidayatullah pada tahun 2003 untuk pengembangan ilmu fikih sosialnya.
Kiai Sahal juga diketahui mendorong kehidupan masyarakat di kampung halamannya di Desa Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah, melalui pengembangan pendidikan, ekonomi, dan kesehatan.
Meski hanya sebuah desa di Pati, Jawa Tengah, Kajen memiliki tak kurang dari 40 pesantren, termasuk Mathali'ul Falah. Ulama kharismatik tersebut dimakamkan di desa ini.
Ma'ruf Amin
Sebelum menjadi wakil presiden pendamping Presiden Joko Widodo untuk periode 2019-2024, KH Ma'ruf Amin memiliki pengalaman panjang di jabatan publik.
Ma'ruf Amin merupakan Rais Aam PBNU ke-10 masa jabatan 6 Agustus 2015-22 September 2018.
Usai menjadi Rais Aam PBNU, keturunan Sultan Maulana Hasanuddin yang merupakan Sultan Banten pertama itu langsung terpilih sebagai Ketum MUI ke-7.
Ia menjabat sebagai Ketum MUI sejak 27 Agustus 2015 sampai 27 November 2020.
Ma'ruf Amin merupakan pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) An Nawawi Tanara, Serang, Banten.
Mantan Dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Nahdatul Ulama (Unnu) Jakarta tersebut pernah menjadi Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) di pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Ia juga menjadi anggota wantimpres di periode pertama Jokowi memimpin Indonesia.
Ma'ruf merupakan anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta dari Utusan Golongan pada tahun 1971-1973. Ia pernah menjadi Ketua Fraksi.
Ma'ruf lalu terpilih sebagai anggota DPRD DKI dari Fraksi PPP periode 1973-1977. Di DPR RI, Ma'ruf terpilih sebagai legislator lewat PKB [ada tahun 1997-1999.
Ma'ruf Amin mengundurkan diri dari posisi Rais Aam PBNU pada September 2018 karena dipilih Jokowi untuk mendampinginya di Pilpres 2019.
Miftachul Akhyar kemudian dipilih untuk menggantikan Ma'ruf.
Meski begitu, peraih gelar Bapak Pelopor Ekonomi Syariah dari Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry ini tak mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketum MUI.
Setelah dilantik sebagai Wapres, Ma'ruf tetap menjabat sebagai Ketum MUI namun nonaktif.
Posisi Ma'ruf digantikan kepada Wakil Ketua MUI Yunahar Ilyas dan Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid dengan status sebagai pelaksana tugas (Plt) Ketua MUI hingga Miftachul Akhyar terpilih sebagai Ketum MUI periode 2020-2025 dalam Munas X MUI.
Miftachul Akhyar
Setelah menggantikan Ma'ruf Amin di tahun 2018 sebagai Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar terpilih sebagai Ketum MUI pada November 2020.
Di posisi Ketum MUI, Kiai Miftach juga menjadi penerus Ma'ruf Amin. Ia merangkap jabatan sebagai Rais Aam PBNU dan Ketum MUI selama satu tahun.
Lalu pada 23 Desember 2021, Miftachul Akhyar mendapat amanah lagi untuk menjadi Rais Aam PBNU melalui Muktamar ke-34 NU di Lampung.
Miftachul terpilih berdasarkan hasil musyawarah dan mufakat tim Ahlil Halli Wal Aqdi (AHWA) yang terdiri dari 9 kiai sepuh NU.
Saat itu, tim AHWA Zainal Abidin menyinggung agar Kiai Miftach tak merangkap jabatan.
"Kalau ingin menjadi rais aam NU 2021-2026, diharapkan untuk tidak rangkap jabatan di organisasi yang lain," ujar Zainal Abidin ketika mengumumkan hasil sidang AHWA terkait rais aam, Jumat (24/12/2021) dini hari.
Kia Miftach pun mengaku tak masalah mundur dari jabatan Ketum MUI, demi fokus mengabdi di PBNU.
"Jangankan Ketua Umum MUI diminta melepaskan, Rais Aam pun kalau diminta (melepaskan), saya lepas kalau itu permintaan," ungkap Kia Miftach, Rabu (12/1/2022).
Miftachul Akhyar merupakan pengurus Pondok Pesantren Miftachus Sunnah, Surabaya, yang sudah ia rintis sejak masih muda.
Di lingkungan NU, Kiai Miftach pernah beberapa kali menjabat sebagai pengurus, baik tingkat wilayah maupun nasional.
Pada 2000-2005, Kiai Miftach menjabat sebagai Rais Syuriyah PCNU Surabaya, kemudian menjadi Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur selama dua periode, yaitu 2007-2013 dan 2013-2018.
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/11/17402581/termasuk-miftachul-akhyar-dan-maruf-amin-ini-ketum-mui-yang-rangkap-jabatan
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan