JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid mengatakan, hingga kini pihaknya belum menerima satu pun usulan amendemen terhadap pasal-pasal Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Termasuk adanya wacana pengajuan amendemen terkait Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Begitu juga amendemen untuk mengakomodasi perubahan pasal mengenai masa jabatan presiden.
"Jadi enggak ada, enggak ada amendemen di MPR, belum ada satupun," kata Jazilul dalam diskusi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (10/3/2022).
Menurut dia, amendemen untuk kembali menghadirkan PPHN pada saat ini, dinilai belum cukup menarik minat masyarakat.
"Saya sudah pernah menyampaikan juga, ternyata rakyat juga tidak terlalu berkehendak. Terkait PPHN ini biasa-biasa saja," imbuh dia.
Atas hal tersebut, Jazilul pun mengingatkan bahwa MPR tentu tidak lantas melakukan amendemen tanpa adanya keinginan rakyat.
Terlebih, jika wacana amendemen dilakukan untuk mengakomodasi penundaan pemilu 2024.
"Enggak mungkin terjadi penundaan atau perubahan konstitusi atau amendemen tanpa kehendak rakyat. Itu sudah enggak mungkin," tegasnya.
Lebih lanjut, Jazilul menjelaskan bahwa proses amendemen mekanismenya berbeda dengan pembahasan RUU oleh pemerintah dan DPR.
Proses pembahasan amendemen, sekali lagi, perlu diawali dengan proses politik atas kehendak rakyat terlebih dulu.
"Jadi elite politik ini enggak bisa, kalau konstitusi ya. Jadi jangan disamakan kemarin Cipta Kerja, IKN dibahas, beda dengan amendemen. Artinya ada sebagian takut jangan-jangan ini terjadi," ujarnya.
Untuk diketahui, wacana amendemen UUD 1945 kembali berhembus seiringan dengan adanya wacana penundaan Pemilu 2024.
Adapun isu penundaan Pemilu 2024 diawali oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.
Muhaimin mengatakan, Pemilu 2024 sebaiknya ditunda lantaran dinilai berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan juga sependapat dengan usulan tersebut.
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/10/19040271/soal-amendemen-pimpinan-mpr-rakyat-tidak-terlalu-berkehendak-pphn-biasa