Salin Artikel

Edhy Prabowo, Eks Menteri Kelautan dan Perikanan Penerima Suap yang Dinilai Bekerja Baik oleh MA

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Edhy Prabowo dinyatakan bersalah telah menerima suap dari sejumlah pihak terkait budidaya lobster dan ekspor benih benur lobster (BBL).

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 5 tahun penjara untuk politikus Partai Gerindra itu pada 15 Agustus 2021.

Ia juga dikenai pidana denda senilai Rp 400 juta, hak politiknya dicabut selama 3 tahun dan mesti membayar pidana pengganti senilai 9,68 miliar dan 77.000 dollar Amerika.

Tak terima akan putusan itu, Edhy mengajukan banding.

Majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memperberat hukumannya menjadi 9 tahun penjara.

Putusan itu diambil oleh tiga majelis hakim PT Jakarta pada 1 November 2021 yaitu Haryono, Reny Halida dan Branthon Saragih.

Edhy lantas mengambil langkah pengajuan kasasi terkait putusannya itu.

Vonisnya dipangkas

Di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA) memangkas hukuman Edhy menjadi 5 tahun penjara.

Tak hanya pidana penjaranya yang dipangkas, hakim kasasi turut mengurangi pencabutan hak politik Edhy menjadi dua tahun.

Berdasarkan amar putusan yang diterima Kompas.com, Rabu (9/3/2022) majelis hakim kasasi beralasan Edhy bekerja dengan baik saat menjabat sebagai Menteri KP.

Putusan itu diambil oleh tiga majelis hakim yaitu Sofyan Sitompul, Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih Sibarani.

Hakim kasasi menilai pekerjaan baik Edhy nampak dari keputusannya mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020.

Keberadaan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 itu dinilai untuk kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan kecil.

Sebab dalam peraturan itu disebutkan eksportir lobster harus mengambil benih dari dari nelayan kecil penangkap BBL.

“Sehingga jelas perbuatan terdakwa tersebut untuk menyejahterakan masyarakat khususnya nelayan kecil,” tertulis dalam amar putusan.

Dinilai absurd

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai putusan MA memangkas vonis Edhy absurd.

Ia menuturkan jika Edhy bekerja dengan baik mestinya ia tidak menerima suap dan ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam pandangan Kurnia, majelis hakim kasasi tidak melihat tiga faktor yang mestinya membuat hukuman Edhy diperberat.

Pertama, tindakan korupsinya dilakukan ditengah memburuknya situasi kesehatan dan perekonomian akibat pandemi.

“Bagaimana mungkin hakim mengatakan terdakwa telah memberi harapan kepada masyarakat, sedangkan pada waktu yang sama Edhy melakukan praktik korupsi di tengah kesengsaraan masyarakat akibat pandemi Covid-19,” paparnya.

Kedua, majelis hakim mengabaikan ketentuan dalam Pasal 52 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Dalam pasal itu disebutkan pejabat yang menggunakan kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan padanya untuk melakukan suatu tindak pidana mesti diperberat hukumannya.

Faktor terakhir, lanjut Kurnia, pemangkasan pidana penjara ini janggal karena hanya menempatkan hukuman Edhy lebih berat 6 bulan ketimbang anak buahnya, Amiril Mukminin.

Padahal Edhy merupakan pelaku utama penerimaan suap tersebut.

“Terlebih dengan kejahatan korupsi yang ia lakukan Edhy telah melanggar sumpah jabatannya sendiri,” ucap Kurnia.

https://nasional.kompas.com/read/2022/03/10/08110141/edhy-prabowo-eks-menteri-kelautan-dan-perikanan-penerima-suap-yang-dinilai

Terkini Lainnya

Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Nasional
Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Nasional
KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

Nasional
KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Megawati Kirim 'Amicus Curiae' ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Megawati Kirim "Amicus Curiae" ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Nasional
KPK Tetapkan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Tersangka TPPU

Nasional
Menko Polhukam Sebut Mayoritas Pengaduan Masyarakat Terkait Masalah Agraria dan Pertanahan

Menko Polhukam Sebut Mayoritas Pengaduan Masyarakat Terkait Masalah Agraria dan Pertanahan

Nasional
Menko Polhukam Minta Jajaran Terus Jaga Stabilitas agar Tak Ada Kegaduhan

Menko Polhukam Minta Jajaran Terus Jaga Stabilitas agar Tak Ada Kegaduhan

Nasional
Bertemu Menlu Wang Yi, Jokowi Dorong China Ikut Bangun Transportasi di IKN

Bertemu Menlu Wang Yi, Jokowi Dorong China Ikut Bangun Transportasi di IKN

Nasional
Indonesia-China Sepakat Dukung Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Indonesia-China Sepakat Dukung Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Nasional
Kasus Pengemudi Fortuner Pakai Palsu Pelat TNI: Pelaku Ditangkap, Dilaporkan ke Puspom dan Bareskrim

Kasus Pengemudi Fortuner Pakai Palsu Pelat TNI: Pelaku Ditangkap, Dilaporkan ke Puspom dan Bareskrim

Nasional
Saat Eks Ajudan SYL Bongkar Pemberian Uang dalam Tas ke Firli Bahuri...

Saat Eks Ajudan SYL Bongkar Pemberian Uang dalam Tas ke Firli Bahuri...

Nasional
Menlu Retno Bertemu Menlu Wang Yi, Bahas Kerja Sama Ekonomi dan Situasi Timur Tengah

Menlu Retno Bertemu Menlu Wang Yi, Bahas Kerja Sama Ekonomi dan Situasi Timur Tengah

Nasional
Soroti Kasus 'Ferienjob', Dirjen HAM Sebut Mahasiswa yang Akan Kerja Perlu Tahu Bahaya TPPO

Soroti Kasus "Ferienjob", Dirjen HAM Sebut Mahasiswa yang Akan Kerja Perlu Tahu Bahaya TPPO

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke