Salin Artikel

Soekarno, Individualisme, Keadilan Sosial, dan Perang Rusia Vs Ukraina

Pesan bersikap bijak terhadap sejarah, saat belajar suatu peristiwa, dari Profesor Seeley itu, masih dikutip hingga awal abad 21. Dalam buku, The Expansion of England (1883: 198), Profesor Seeley menulis, “We shall all no doubt be wise after the event; we study history that we may be wise before the event.” (Collini et al., 1983:225; Aldrich, 2006:31)

Soekarno belajar sejarah Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Kedua perang itu bermula dari zona Eropa. Apa akar masalahnya? Soekarno menemukan bahwa kedua perang dunia itu berasal-usul dari dasar falsafah bangsa: individualisme. Di bidang ekonomi, filosofi ini melahirkan ekonomi-liberal dengan semboyan laissez faire, laissez passer atau ekonomi pasar persaingan-bebas.

“Tentang persaingan merdeka, tidak ada satu paham persaingan, tidak ada satu concurrentie yang tidak mengandung satu konflik di dalam batinnya; maka oleh karena itu, penuhlah dunia dengan konflik,” papar Soekarno di depan Rapat Besar BPUPKI 15 Juli
1945 itu.

Karena itu, Ir Soekarno, Ketua Panitia Hukum Dasar BPUPKI, menolak dasar falsafah individualisme untuk rancangan Undang-udang Dasar (UUD) Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kini mata dunia tertuju ke perang Rusia vs Ukraina. Jika kita lihat tren perang Rusia vs Ukraina hingga 6 Maret 2022, sekilas pesan Soekarno tersebut di atas, masih valid.

“History, we know, is apt to repeat itself,” tulis novelis-wartawan George Eliot (1819-1880) asal Inggris dalam karya fiksi Scenes of Clerical Life (1858:x). Sejarah cenderung berulang. Amsal Eliot ini dimasukkan oleh Fred R Shapiro (2021:658) dan Jeniffer Speake (2008) sebagai satu dari ratusan amsal atau kata-kata bijak awal abad 21.

Jika lihat gambar di atas, terlihat sekilas, cuma negara asal benua Afrika dan Amerika Selatan, belum aktif-terlibat mengirim bantuan senjata ke Ukraina. Sedangkan negara dari tiga benua – Eropa, Asia (Jepang), Amerika Utara, dan Australia – mengirim bantuan militer ke Ukraina dalam perang melawan Rusia. Dari Asia, hanya Jepang mengirim bantuan militer untuk Ukraina.

Korea Selatan, menurut Gawon Bae (2022) dan Yoonjung Seo (2022), melarang tujuh bank dan afiliasinya asal Rusia melakukan tranksaksi SWIFT dengan Korea Selatan, serta mengirim bantuan kemanusiaan ke warga-sipil Ukraina. SWIFT (Worldwide Interbank Financial Telecommunication) adalah jasa pesan kunci (key messaging service) koneksi telekomunikasi lembaga-lembaga keuangan di seluruh dunia.

Tiongkok tidak mengirim bantuan militer dalam konflik Rusia vs Ukraina. Sedangkan Menteri Luar Negara 10 negara ASEAN, termasuk Negara RI, pada 3 Maret 2022, menyerukan gencatan senjata dan dialog kedua negara.

Sikap mayoritas negara Asia ini menunjukkan visi para pendiri NKRI (BPUPKI) tentang perang atau damai, masih valid hingga awal abad 21.

“Justru pertentangan dalam kebatinan negara-negara, itulah yang membuat dunia di Eropa dan Amerika menjadi dunia yang penuh dengan konflik, pergoncangan, dengan pertikaian klassenstrijd, dengan peperangan,” papar Soekarno di depan Rapat Besar BPUPKI pada 15 Juli 1945 tersebut.

Soekarno menyebut contoh. Karena ada konflik-konflik dalam kalbu bangsa-bangsa, timbul perasaan nasionalisme sempit dan nasionalisme menyerang. “Rasa nasionalisme yang agresif di dalam kalbu bangsa Inggris misalnya menimbulkan semboyan ‘Rule Brittannia, rule the waves, Britains never shall be slaves’; yang di dalam kalbu bangsa Jerman menimbulkan semboyan ‘Deutschland über alles’,” ungkap Soekarno.

Untuk mencegah perang antar-bangsa skala kawasan di Asia, menurut Soekarno, bangsa-bangsa Asia tidak memasukan dasar falsafah individualisme ke dalam UUD.

“Kalau umpamanya bangsa-bangsa Asia satu per satu mengikuti faham individualisme Amerika dan Eropa... yakinlah bahwa kendati sepuluh, seratus, seribu kali tiap hari dipekikan semboyan kekeluargaan Asia Timur Raya; kendati sepuluh, seratus, seribu kali sehari dipekikan persaudaraan bangsa-bangsa Asia, dengan faham yang salah itu, Asia di dalam tempo tidak lebih dari sepuluh tahun, akan menyala-nyala dengan api peperangan,” papar Soekarno lagi.

Karena itu, Soekarno mohon Rapat Besar BPUPKI 15 Juli 1945 menolak dasar falsafah individualisme dalam rancangan UUD Indonesia merdeka.

“Jikalau kita ingat akan nasib kita sendiri di kelak kemudian hari, ingatlah akan nasib seluruh benua Asia di kelak kemudian hari, nasib seluruh dunia di kelak kemudian hari; saya minta dan menangisi kepada tuan-tuan dan nyonya-nyonya, buanglah sama sekali faham individualisme itu,” lanjut Soekarno. 

Prof Soepomo, SH, Ketua Panitia Kecil Hukum Dasar di bawah pimpinan Soekarno, juga tegas menolak faham individualisme. Misalnya, pada Sidang Panitia Hukum Dasar BPUPKI tanggal 11 Juli tahun 1945 di Jakarta, Prof Soepomo menyatakan, “Jangan menyandarkan negara kita pada aliran perseorangan, akan tetapi pada aliran kekeluargaan, oleh karena menurut pikiran saya, aliran kekeluargaan sesuai dengan sifat ke-Timur-an.”

Drs Moh Hatta, anggota Panitia Hukum Dasar bidang ekonomi pada BPUPKI, juga menyetujui pokok pikiran Soekarno dan Soepomo. “Pokok-pokok yang dikemukakan oleh Syusa Panitia Kecil Perancang Undang-undang Dasar, saya setujui.

Memang kita harus menentang individualisme. Dan saya sendiri boleh dikatakan lebih dari 20 tahun berjuang untuk menentang individualisme. Kita mendirikan negara baru di atas dasar gotong-royong dan hasil usaha bersama,” papar Moh Hatta di depan Rapat Besar BPUPKI 15 Juli 1945 di Jakarta.

Untuk mencegah akar dan bibit konflik-konflik melalui praktek kapitalisme ekonomi liberal laissez faire, laissez passer, para pendiri Negara Kesatuan RI memasukan filosofi kekeluargaan ke dalam sistem kesejahteraan-sosial Negara Kesatuan RI. Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 berbunyi: “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.”

Pasal 33 UU 1945, menurut Moh Hatta (Widjaja et al, 2002:229-230), adalah politik perekonomian RI.

Meskipun, dalam satu testimoninya di hadapan Kongres ISEI tanggal 15 Juni tahun 1979 di Jakarta, Hatta menyatakan, “Negara kita berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, tetapi politik perekonomian Negara di bawah pengaruh teknokrat kita sekarang sering menyimpang dari dasar itu. Politik liberalisme sering dipakai jadi pedoman.” (Widjaja et al, 2002:233).

Pendiri Negara Kesatuan RI (founding fathers) dan perumus (framers) UUD Indonesia merdeka Agustus tahun 1945 adalah 21 anggota PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia/Dokuritu Zyunbi Iin Kai) dan 67 anggota BPUPKI (Dokuritu Zyunbi Tyosa Kai) yang dibentuk oleh Rigukun (Angkatan Darat Jepang XVI) di Jakarta 29 April tahun 1945.

Soekarno mengutip Auguste Marie Joseph Jean Léon Jaurès, penulis buku Histoire Socialiste asal Perancis.

“Saya telah menyitir perkataan Jaures yang menggambarkan salahnya liberalisme di zaman itu;...bahwa di dalam liberalisme, maka parlemen menjadi rapat raja-raja; di dalam liberalisme, tiap-tiap wakil yang duduk sebagai anggota di dalam parlemen berkuasa seperti raja?” papar Soekarno di depan rapat itu.

Soekarno juga menolak kebangsaan Indonesia menjadi ‘Indonesia über alles’. Soekarno mengutip Mohandas Karamchand Gandhi, pejuang kemerdekaan bangsa India.

“Gandhi berkata: Saya seorang nasionalis, tetapi kebangsaan saya adalah peri kemanusiaan; my nationalism is humanity.’ Filosofi ini menolak nasionalisme agresif dan chauvinis," kata Soekarno.

Filosofi itu, menurut Soekarno, menuju persaudaraan dan persatuan dunia. Dasar falsafah keadilan sosial disepakati oleh PPKI pada 18 Agustus 1945 sebagai satu dari tiga dasar diplomasi-internasional Negara Kesatuan RI. Keadilan sosial menjadi falsafah Pemerintah Negara Indonesia melaksanakan tugas yuridis-kenegaraan “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”

BPUPKI terdiri dari 60 orang yang dianggap tokoh dan wakil dari seluruh daerah di Indonesia dan tujuh  orang anggota berkebangsaan Jepang dan keturunan Indo lainnya tanpa hak suara. Sidang I BPUPKI di Jakarta 29 Mei - 1 Juni 1945 mempersiapkan dasar negara (philosofische grondslag) dan Sidang II 10 Juli – 17 Juli tahun 1945 mempersiapkan hukum dasar tentang bentuk negara, wilayah, warga negara, bentuk pemerintahan, pembelaan Tanah Air, dan tata ekonomi negara.

https://nasional.kompas.com/read/2022/03/10/07000051/soekarno-individualisme-keadilan-sosial-dan-perang-rusia-vs-ukraina

Terkini Lainnya

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca Pilpres

Jokowi Dukung Prabowo-Gibran Rangkul Semua Pihak Pasca Pilpres

Nasional
Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Pakar Sebut Semua Lembaga Tinggi Negara Sudah Punya Undang-Undang, Hanya Presiden yang Belum

Nasional
Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Saksi Ungkap SYL Minta Kementan Bayarkan Kartu Kreditnya Rp 215 Juta

Nasional
Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Saksi Sebut Bulanan untuk Istri SYL dari Kementan Rp 25 Juta-Rp 30 Juta

Nasional
Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Tata Kelola Dana Pensiun Bukit Asam Terus Diperkuat

Nasional
Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Jelang Disidang Dewas KPK karena Masalah Etik, Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke