Peneliti ICW Kurnia Ramadhana tidak sepakat dengan alasan hakim kasasi menilai Edhy bekerja dengan baik saat menjabat.
“Jika ia sudah bekerja dengan baik dan telah memberi harapan kepada masyarakat tentu Edhy tidak diproses hukum oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” kata Kurnia pada Kompas.com, Rabu (8/3/2022).
Adapun di tingkat kasasi, MA memangkas pidana penjara Edhy dari sembilan tahun di tingkat banding menjadi lima tahun penjara.
Kurnia menuturkan hakim kasasi tidak melihat sejumlah faktor yang mestinya membuat hukuman Edhy diperberat.
Pertama, tindakan korupsinya dilakukan ditengah memburuknya situasi kesehatan dan perekonomian akibat pandemi.
“Bagaimana mungkin hakim mengatakan terdakwa telah memberi harapan kepada masyarakat, sedangkan pada waktu yang sama Edhy melakukan praktik korupsi di tengah kesengsaraan masyarakat akibat pandemi Covid-19,” tuturnya.
Alasan kedua, majelis hakim mengabaikan ketentuan dalam Pasal 52 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Kurnia menjelaskan dalam Pasal itu dikatakan pemberatan hukuman mesti diberikan pada pejabat yang memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan padanya untuk melakukan suatu tindak pidana.
“Regulasi itu secara spesifik menyebutkan penambahan hukuman sepertiga, bukan justru dikurangi,” ucapnya.
Terakhir Kurnia merasa janggal atas pemangkasan ini. Sebab hukuman Edhy berarti hanya lebih berat enam bulan ketimbang hukuman staf pribadinya, Amiril Mukminin.
Padahal Edhy adalah pelaku utama dari tindak pidana korupsi ini.
“Terlebih dengan kejahatan korupsi yang ia lakukan Edhy telah melanggar sumpah jabatannya sendiri,” imbuhnya.
Diketahui tiga hakim kasasi yaitu Sofyan Sitompul, Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih Sibarani memangkas hukuman Edhy Prabowo.
Majelis hakim menilai Edhy telah bekerja dengan baik dengan mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020.
Dalam amar putusannya, para hakim menganggap Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 adalah upaya untuk mensejahterakan rakyat khususnya nelayan kecil. Sebab para eksportir lobster diwajibkan mengambil benih lobster dari nelayan.
Selain memangkas pidana penjara, hakim kasasi juga mengurangi masa pencabutan hak politik Edhy.
Sebelumnya di tingkat pertama hak politik Edhy dicabut selama 3 tahun.
Namun hakim kasasi memutuskan untuk mencabut hak politik Edhy selama 2 tahun.
Dalam perkara ini Edhy dinyatakan bersalah menerima suap terkait budidaya lobster dan ekspor benih benur lobster (BBL). Ia pun dijatuhi pidana pengganti senilai Rp 9,68 miliar dan 77.000 dollar Amerika.
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/09/21574671/icw-nilai-putusan-ma-pangkas-vonis-edhy-prabowo-absurd