JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengumumkan sejumlah temuan terbaru dalam kasus kejadian kerangkeng manusia di Kabupaten Langkat milik bupati nonaktif Terbit Rencana Peranginangin.
Berikut rangkuman Kompas.com berkait praktik kerja paksa serupa perbudakan di Langkat:
1. Kerja paksa
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyampaikan, para penghuni kerangkeng mendapatkan perlakuan kerja paksa dan tidak mendapatkan upah atas pekerjaannya.
“Kami menemukan fenomena kerja paksa. Yang pertama adalah terkait upah. Jadi orang-orang bekerja, ini tidak diupah,” kata Anam kepada wartawn melalui siaran video, Sabtu (5/3/2022).
Padahal, Indonesia merupakan salah satu negara yang sudah meratifikasi Konvensi International Labour Organization (ILO).
Adapun dalam Konvensi ILO pun telah mengatur soal penghapusan kerja paksa dan aturan lain terkait ketenagakerjaan.
2. Sanksi
Menurut Anam, pembangunan kerangkeng sama sekali tidak dimaksudkan untuk bagian dari penguatan keterampilan dan pembekalan para penghuninya.
Anam manambahkan, penghuni kerangkeng yang tidak bekerja atau malas bekerja juga mendapatkan sanksi.
“Atau kalau mereka melakukan pekerjaannya dengan malas-malasan juga mendapatkan sanksi,” ujarnya.
3. Kekerasan dan keterlibatan anggota TNI-Polri
Sebelumnya pada Rabu (2/3/2022), Komnas HAM juga telah menyampaikan beberapa temuan dari hasil penyelidikannya tentang penjara manusia di Langkat.
Salah satunya adalah penambahan jumlah korban meninggal yang sebelumnya dinyatakan hanya tiga orang bertambah menjadi enam orang.
Komnas HAM pun menyatakan telah terjadi kekerasan dan penyiksaan pada penghuni penjara manusia itu.
Diduga pelaku penyiksaan itu ada 19 orang yang terdiri dari anggota organisasi massa (ormas), TNI-Polri, dan anggota keluarga Terbit.
4. Praktik "serupa perbudakan"
Komnas HAM juga menemukan adanya unsur ‘serupa perbudakan’ dalam kejadian kerangkeng manusia ini.
Anam mengatakan, temuan itu diperoleh Komnas HAM saat menelusuri adanya pengaduan soal perbudakan modern dalam kerangkeng tersebut.
“Istilah perbudakan modern itu memang lekat dengan istilah perbudakan atau dalam instrumen hak asasi manusia saat ini juga dikembangkan istilah yang disebut praktik serupa perbudakan. Kami menemukan praktik serupa perbudakan ini,” kata Anam.
5. Surat pernyataan
Anam menjelaskan, praktik serupa perbudakan itu ditemukan berdasarkan adanya dua indikator.
Pertama, orang dalam kerangkeng tersebut tidak lagi memiliki kemerdekaan untuk menentukan dirinya sendiri.
Indikator lainnya yakni adanya kontrol eksternal terhadap para penghuni yang jauh lebih kuat.
Hal itu terlihat dari adanya penganiayaan jika para penghuni kerangkeng tidak menjalani perintah atau tugasnya.
Sebab, lanjut Anam, jika ada orang dalam kerangkeng yang tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperintahkan kepadanya akan mendapatkan pukulan serta perlakuan kejam lainnya.
Bahkan, Anam menambahkan, adanya surat pernyataan yang ditandatangani pihak keluarga juga menunjukkan bahwa para penghuni tidak memiliki kemerdekaan atas dirinya.
“Termasuk surat pernyataan, surat pernyataan itu karena itu yang sangat subtitle pada prakteknya itu yang membuat mereka kehilangan banyak hal, kehilangan banyak hal itu ya enggak bisa menentukan dirinya sendiri, yang enggak suka pekerjaan ini dia tidak bisa melawan,” jelasnya.
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/06/07333541/pelanggaran-ham-di-balik-kerangkeng-manusia-bupati-langkat-dipekerjakan