Direktur Utama Hutama Karya, Budi Harto, serta Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko, Hilda Savitri, dipanggil KPK pada Selasa kemarin.
Kedunya dipanggil sebagai saksi kasus dugaan korupsi Proyek Pembangunan Gedung Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) tahap II di Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau di Tahun 2011.
"Bahwa KPK melakukan pemanggilan untuk menyampaikan hasil putusan pengadilan di mana Hutama Karya diminta untuk mengembalikan kerugian negara, dan tidak terdapat perkara korupsi terhadap dua direksi Hutama Karya yang dipanggil tersebut," kata Executive Vice President (EVP) PT Hutama Karya, Tjahjo Purnomo, dalam sebuah keterangan tertulis, Rabu ini.
Tjahjo menambahkan, manajemen Hutama Karya menghormati dan mendukung proses hukum yang berlaku dan memastikan pihaknya akan bersikap kooperatif kepada KPK sebagai bagian dari komitmen perusahaan.
"Melalui klarifikasi ini, Hutama Karya bermaksud untuk memberikan penjelasan terkait isu
yang beredar agar sesuai dengan kondisi sebenarnya," ujar Tjahjo.
Sementara itu, KPK menjelaskan adanya kewajiban PT Hutama Karya untuk melakukan pengembalian kerugian negara atas kasus korupsi pembangunan IPDN sebesar Rp 40,8 miliar. Penjelasan itu disampaikan penyidik kepada Direktur Utama PT Hutama Karya dan Direktur Keuangan yang dipanggil sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Keduanya diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan dan pembangunan Gedung Kampus IPDN pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tahun 2011.
"Tim penyidik menjelaskan kepada keduanya terkait adanya kewajiban PT HK (PT Hutama Karya) dan tata cara serta tahapan pembayaran pengembalian atas kerugian negara dalam perkara korupsi pembangunan kampus IPDN tahun 2011 sejumlah sekitar Rp 40,8 miliar," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, dalam keterangan tertulis, Selasa.
KPK mengapresiasi kehadiran pihak PT Hutama Karya di kantor KPK sebagai upaya optimalisasi asset recovery dan pemulihan kerugian keuangan negara akibat korupsi.
"Kami juga berharap pihak-pihak lain yang turut diuntungkan dan diperkaya sebagaimana putusan pengadilan dalam perkara korupsi ini kooperatif mengembalikan kepada kas negara melalui KPK," kata Ali.
Dalam kasus itu, KPK menetapkan mantan Kepala Divisi I PT Waskita Karya Persero Adi Wibowo, eks Kepala Konstruksi VI PT Adhi Karya Persero Dono Purwoko, dan eks Pejabat Pembuat Komitmen Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri (AKPA) Dudy Jocom sebagai tersangka.
Penetapan tersangka itu hasil pengembangan kasus korupsi pembangunan Gedung IPDN di Kabupaten Agam, Sumatera Barat dan Rokan Hilir, Riau.
Ketiganya diduga memperkaya diri atau orang lain atau korporasi terkait pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi pembangunan gedung kampus IPDN di Minahasa, Sulawesi Utara dan Gowa, Sulawesi Selatan.
Pada 2010, Dudy melalui kenalannya diduga menghubungi beberapa kontraktor, kemudian memberitahukan akan ada proyek pembangunan kampus IPDN. Sebelum lelang, diduga telah disepakati pembagian pekerjaan, yaitu PT Waskita Karya untuk proyek IPDN di Sulawesi Selatan dan PT Adhi Karya untuk proyek IPDN di Sulawesi Utara.
Dudy dan kawan-kawan diduga meminta fee sebesar tujuh persen. Pada September 2011, pemenang lelang ditetapkan, kemudian Dudy dan kontraktor menandatangani kontrak proyek.
Pada Desember 2011, meski pekerjaan belum selesai, Dudy diduga meminta pembuatan berita acara serah terima pekerjaan 100 persen untuk dua proyek IPDN itu. Hal itu agar dana dapat dibayarkan.
Dari kedua proyek tersebut, diduga negara mengalami kerugian total Rp 21 miliar yang dihitung dari kekurangan volume pekerjaan pada dua proyek tersebut.
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/02/09421841/hutama-karya-diminta-kpk-kembalikan-kerugian-negara-pada-pembangunan-gedung