Hal itu disampaikan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej dalam pertemuan dengan media di Kemenkumham, Selasa (22/2/2022).
"Jadi memang tidak ada niat dari DPR maupun pemerintah untuk menunda pembahasan, kita berharap tanggal 2 Maret itu sebelum Nyepi kita sudah selesai, tunggu persetujuan tingkat pertama, kemudian pengesahan," ucap Eddy.
"Kan DPR reses, jadi tidak mungkin pengesahan itu pada masa reses, tapi persetujuan tingkat pertama sangat mungkin, kalau kita ancer-ancer sih pertengahan Maret ini sudah bisa disahkan," ucap Eddy.
Pemerintah dan DPR akan melakukan rapat kerja (Raker) terkait pembahasan RUU TPKS Rabu besok. Eddy menyampaikan, Badan Musyawarah DPR telah memberi izin untuk melakukan pembahasan pada masa reses.
"Jadi sudah mendapatkan izin prinsip. Kalau tidak ada aral melintang, besok kita raker dengan DPR, besok tanggal 23 Februari," ucap Eddy.
"Tadi saya sudah komunikasi dengan Ketua Baleg, besok dilakukan rapat kerja dengan DPR, insya Allah besok sore pun langsung dengan pembahasan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah)," ujar dia.
Wamenkumham mengeklaim bahwa pemerintah telah bekerja secara cepat untuk menyelesaikan RUU TPKS. Menurut dia, tim pemerintah bahkan telah enam kali melakukan harmonisasi peraturan atau konsinyasi dengan Baleg DPR RI sejak Mei 2021.
"Sejak bulan Mei sampai dengan bulan Desember itu kita sudah enam kali konsinyer, enam kali konsinyer itu apa pemerintah sendiri? Enggak, pemerintah dengan Baleg secara informal, tidak lain dan tidak bukan hanya untuk mempercepat proses," ujar Eddy.
"Karena ini adalah inisiatif DPR, pemerintah pasif, pemerintah enggak bisa maksa-maksa, kan inisiatifnya DPR, nah DPR mengesahkan RUU inisiatif 18 Januari 2022," papar Eddy.
Menurut Eddy, usai disahkan DPR menjadi RUU inisiatif, Ketua DPR Puan Maharani baru mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo pada 26 Januari 2022.
Akan tetapi, ujar dia, yang dikirim DPR ke pemerintah hanya surat Ketua DPR dan naskah akademik, bukan RUU yang telah disahkan tersebut.
"Jadi yang dikirim hanya surat dari ketua DPR dengan naskah akademik, RUU-nya tidak dikirim, padahal kan yang kita bahas bukan naskah akademik, yang kita bahas itu RUU-nya," kata Eddy.
"Terus tanggal 27 hari Kamis, kami beritahu lagi DPR, lho kok ini yang dikirim hanya naskah akademik dan surat dari ketua DPR, baru setelah itu disusulkan. Jadi kami terima hari Jumat, tanggal 28 Januari 2022," kata dia.
Berdasarkan undang-Undang, ujar Eddy, pemerintah dapat mengirim surat presiden (surpres) dan daftar inventaris masalah (DIM) ke DPR dalam waktu dua bulan.
Namun, karena pemerintah juga telah mempersiapkan pembahasan RUU tersebut melalui konsinyasi yang dilakukan bersama Baleg, maka pemerintah bisa menyelesaikan supres dan DIM itu hanya dalam waktu dua pekan.
"Kalau secara hukum ya, kita boleh menyerahkan lagi supres dengan DIM itu tanggal 28 Maret 2022, dua bulan, 60 hari dikasih waktu sama undang-Undang," ucap Eddy.
"(Sebanyak) 60 hari setelah menerima surat beserta naskah RUU inisiatif DPR, presiden diberi waktu 60 hari untuk menurunkan supres ditambah dengan DIM," kata dia.
Eddy menyebutkan, setelah surat presiden dan DIM diselesaikan dalam dua pekan, pemerintah langsung mengirim ke pimpinan DPR pada Jumat 11 Febuari 2022.
"Bayangkan dua bulan itu kita berikan dalam waktu dua minggu, Jadi kita terima tanggal 28 Januari, kita sampaikan supres beserta DIM itu pada pada hari Jumat 11 Februari dan itu diterima oleh Pak Sufmi Dasco Ahmad, salah satu wakil ketua DPR," ujar Eddy.
https://nasional.kompas.com/read/2022/02/22/16365551/pemerintah-targetkan-ruu-tpks-disahkan-pertengahan-maret