JAKARTA, KOMPAS.com - Masjid Istiqlal genap berusia 44 tahun. Masjid itu diresmikan pada 22 Februari 1978.
Pembangunan Masjid Istiqlal membutuhkan waktu sampai 17 tahun sejak pendirian tiang pancang pada 1961. Penyebabnya adalah dalam masa pembangunannya terjadi beragam gejolak politik dan ekonomi.
Sejak diresmikan terjadi dua kali kejadian ledakan di Masjid Istiqlal. Yang pertama adalah pada 17 April 1978.
Menurut arsip surat kabar KOMPAS, ledakan itu terjadi pada Jumat, 14 April 1978, malam hari. Menurut laporan Kaskopkamtib Jenderal Daryono, ledakan itu merusak tempat dan tangga menuju lokasi imam.
Akan tetapi, mimbar Masjid Istiqlal masih utuh.
Dari hasil olah tempat kejadian perkara, bahan peledak yang digunakan pelaku adalah TNT (trinitrotoluena). Aparat bergerak memburu pelaku pada saat itu.
Dilaporkan sebanyak tujuh orang ditangkap terkait kasus ledakan di Masjid Istiqlal. Mereka dituduh melanggar pasal subversi.
Salah satu yang ditahan adalah mantan tokoh Partai Masyumi dan bekas Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara. Namun, menurut Pangdam Jawa saat itu, Mayjen Norman Sasono, Syafruddin ditahan akibat isi ceramah yang mengkritik hasil keputusan dan ketetapan Sidang Umum MPR pada 1978.
Kerugian akibat ledakan itu mencapai Rp 15 juta, yakni untuk mengganti marmer yang pecah dan miring akibat ledakan. Sedangkan dari segi konstruksi tidak mengalami kerusakan.
Sehari kemudian, aparat keamanan membebaskan enam dari tujuh orang yang dicurigai dalam peristiwa itu. Satu orang berinisial An masih ditahan karena aparat menemukan Kartu Tanda Penduduk (KTP) miliknya di dekat TKP.
Menurut pengakuan An, dia menginap beberapa malam sebelum peristiwa ledakan itu terjadi.
Prof. Hamka yang saat itu menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) menduga pelaku ledakan adalah kelompok kiri atau komunis. Dia berpendapat ledakan itu dilakukan untuk mengadu domba umat Islam dengan pemerintah dan umat beragama lain.
Ledakan bom pada 1999
Peristiwa ledakan di Masjid Istiqlal juga terjadi pada 19 April 1999 sekitar pukul 15.15 WIB.
Bom itu diletakkan para pelaku di sudut luar kantor Badan Musyawarah Organisasi Islam Wanita Indonesia (BMOIWI).
Akibat ledakan bahan peledak (disebut bom) itu, dinding lantai dasar masjid Istiqlal rusak, sekretariat masjid terbesar di Asia Tenggara itu mengalami kerusakan, dan pipa AC rusak. Sedangkan lima orang luka-luka akibat ledakan tersebut.
Kondisi politik dalam negeri saat itu tengah menghangat selepas reformasi dan lengsernya Presiden Soeharto pada 1998 dan menjelang Pemilu 1999. Peristiwa itu juga terjadi empat hari setelah ledakan serupa di lantai dasar Hayamwuruk Plaza yang diikuti perampokan bersenjata di BCA Cabang Pembantu Gang Kancil (Jl Keamanan), Jakarta Barat.
Dari hasil pemeriksaan TKP diketahui bahan baku bom yang dipakai pelaku adalah TNT (Trinitro toluena) dan Kalium Chlorat (KClO3).
Mabes Polri lantas memburu orang-orang yang diduga pelaku. Penyidik kemudian menangkap tujuh orang yang disebut sebagai pelaku.
Mereka adalah Surya Setiawan bin Madhari Oedino alias Wawan (26), Nurli alias Ruly (20), Jamhuri Litamahu Putty alias Boy (20), Semi Sedubun bin Soeharto Djemling (22), Atin alias Japra bin Weli (17), Suradi bin A Sanusi (18), dan Uci Sanusi alias Uci Unus. Ternyata ketujuh orang itu berprofesi sebagai pengamen.
Mereka dicokok polisi dari sejumlah tempat di Jakarta dan Tangerang.
Ketujuh tersangka dijerat dengan pasal 1 ayat 1 Undang-Undang (UU) Darurat No 12/1951 jo pasal 55,56 KUHP mengenai Amunisi dan Bahan Peledak.
Menurut Wawan, dia terpaksa melakukan hal itu karena dia diancam seseorang yang misterius. Orang itu datang kepadanya dengan memperlihatkan foto keluarganya. Jika dia menolak maka keluarganya bakal dianiaya.
Wawan mengatakan sejak pertemuan pertama itu dia hanya menerima perintah tertulis untuk meletakkan bom itu. Sejumlah kendaraan yang digunakan pelaku ternyata sudah disiapkan di dekat penjual bakso di kawasan Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, serta sebuah mobil Suzuki Escudo.
Pada 18 Oktober 1999, Hakim Rasmudi Salamun dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 3.5 tahun penjara untuk Wawan.
Sumber:
KOMPAS edisi 17 April 1978: Ledakan di Masjid Istiqlal Jumat Malam, Tujuh Orang Ditahan untuk Pengusutan.
KOMPAS edisi 18 April 1978: Telah Dibebaskan, Enam dari Tujuh Orang yang Ditahan.
KOMPAS edisi 26 April 1978: Rp 15 Juta Biaya Perbaikan Masjid Istiqlal.
KOMPAS edisi 15 Juni 1999: Ungkap Kasus Peledakan Istiqlal: Para Tersangka di Bawah Ancaman.
KOMPAS edisi 16 Juni 1999: Rekonstruksi Peledakan Istiqlal Dijaga Ketat.
KOMPAS edisi 8 September 1999: Pelaku Peledakan di Masjid Istiqlal Mulai Diadili.
KOMPAS edisi 19 Oktober 1999: 3,5 Tahun untuk Pembom Istiqlal.
https://nasional.kompas.com/read/2022/02/22/12100611/cerita-2-kasus-ledakan-di-masjid-istiqlal