Kasus terkini, seorang pekerja migran berusia 60 tahun asal Jawa Barat berinisial YK diketahui telah bekerja aselama 7,5 tahun di Malaysia tanpa digaji.
KBRI Malaysia menjelaskan, YK datang ke Malaysia atas keinginan saudaranya untuk bekerja dengan iming-iming gaji yang menggiurkan.
Namun, selama bekerja di Malaysia, YK tidak pernah menerima gaji dan tidak diperbolehkan menerima telepon.
Kepada staf Atase Ketenagakerjaan, majikan YK pun membantah telah mempekerjakan YK. Alasannya, tidak ada kontrak kerja sebagai bukti sehingga ia menolak untuk membayar gaji YK.
Menurut majikan tersebut, ia sudah memberi tumpangan dan sudah memberi makan sembari menunggu kepulangan YK ke kampung halaman.
Duta Besar RI (Dubes RI) untuk Malaysia Hermono pun mengatakan, kasus yang dialami YK, yakni majikan menolak membayar gaji dengan alasan tidak ada kontrak kerja, cukup banyak terjadi. Khususnya pada perkerja domestik.
"Ini modus klasik agar majikan lepas dari tanggung jawab karena penegakan hukum kepada majikan nakal sangat lemah. Itulah sebabnya banyak majikan lebih memilih mempekerjakan PMI undocumented”, kata Hermono seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Kamis (17/2/2022).
KBRI Kuala Lumpur telah menjalin kerja sama dengan otoritas setempat, yakni Jabatan Tenaga Kerja Semenanjung Malaysia untuk menyelamatkan YK.
Saat ini, PMI itu telah ditempatkan di rumah perlindungan yang dikelola otoritas Malaysia.
Desak proses hukum
Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI pun mendesak agar penegakan hukum dilakukan kepada majikan dari YK tersebut.
Direktur Perlindungan WNI Kemenlu, Judha Nugraha mengatakan, KBRI Kuala Lumpur akan terus memantau proses penegakan hukum terhadap majikan YK. Selain itu, KBRI Kuala Lumpur juga akan memastikan hak-hak YK terpenuhi melalui proses hukum tersebut.
"Kami mendukung proses penegakan hukum yang tegas berdasarkan UU Anti Perdagangan Orang yang dimiliki Malaysia. KBRI Kuala Lumpur akan terus memonitor proses penegakan hukum tersebut dan memastikan YK mendapatkan hak-haknya secara penuh berdasarkan hak-hak ketenagakerjaan yang harus didapatkan," kata Judha dalam press briefing secara daring.
Sebelum kasus YK, belum ada sebulan yang lalu juga sempat ramai pemberitaan mengenai ibu dan anaknya yang mengalami kerja paksa di Malaysia sejak tahun 2019.
PMI asal Rembang, yakni Lastri (53) dan anaknya Nur Kholifah (21) bekerja selama 24 jam dan tak digaji di rumah majikan mereka di Malaysia.
Judha mengungkapkan, kejadian yang menimpa Lastri dan Nurkhofifah merupakan fenomena gunung es akibat maraknya pemberangkatan pekerja migran secara ilegal.
Fenomena tindak perdagangan orang dengan dalih pemberangkatan pekerja migran ini dilakukan dengan berbagai modus, mulai dari memberi janji penipuan dengan upah tinggi dengan pekerjaan yang tidak realistis di Malaysia, hingga jeratan utang dalam bentuk keluarga mendapatkan uang di awal.
"Berangkat ke Malaysia dengan status pekerja migran undocumented, disertai pola pemberangkatan dengan modus tindak perdagangan orang membuat mereka dalam posisi rentan dan tereksploitasi di Malaysia, ini yang dialami Ibu Lastri dan anaknya Nur Kholifah," kata Judha 4 Februari lalu.
16 kasus
Judha pun mengatakan, Judha Nugraha mengatakan, sejak awal tahun hingga bulan Februari ini, sudah ada 16 kasus gaji PMI tak dibayar berdasarkan laporan KBRI Kuala Lumpur, Malaysia.
"Di KBRI Kuala Lumpur ada 16 kasus terkait dengan gaji tidak dibayar dengan nilai yang bisa diselamatkan sebesar Rp 1,1 miliar," kata Judha.
Sementara itu sepanjang 2021, KBRI Kuala Lumpur melaporkan ada 206 kasus gaji tidak dibayar yang dialami oleh PMI di Malaysia.
Adapun nilai gaji PMI yang bisa diselamatkan sebesar Rp 7,37 miliar.
Judha mengatakan, maraknya kasus bekerja tanpa dibayar yang dialami PMI di Malaysia menegaskan pentingnya urgensi kesepakatan MoU antara Indonesia dan Negeri Jiran mengenai penempatan dan perlindungan pekerja migran di sektor domestik.
Selain itu, Indonesia juga meminta agar pemerintah Malaysia menghentikan mekanisme direct hiring atau rekrutmen langsung bagi PMI sekaligus kebijakan konversi visa.
"Bukan saja tidak sejalan dengan negosiasi MoU yang saat ini dinegosiasikan dengan Malaysia, One Channel System, namun direct hiring dan konversi visa ini menempatkan pekerja migran pada posisi yang rentan tereksploitasi karena tidak sesuai prosedur UU 18 Tahun 2017," ujar Judha.
https://nasional.kompas.com/read/2022/02/18/08593601/kasus-kerja-paksa-pmi-ilegal-di-malaysia-yang-berulang