Aturan mengenai JKP ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.
Program tersebut sudah mulai berjalan sejak PP Nomor 37 Tahun 2021 terbit. Bahkan klaim JKP sudah efektif berlaku per awal bulan ini.
"Klaim JKP efektif per tanggal 1 Februari 2022," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, Senin (14/2/2022).
Dalam beleid tersebut dijelaskan, PP Nomor 37 Tahun 2021 merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang selanjutnya disingkat JKP adalah jaminan sosial yang diberikan kepada Pekerja/Buruh yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja berupa manfaat uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan Pelatihan Kerja," demikian bunyi Pasal 1 PP Nomor 37 tahun 2021.
JKP disebut diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan dan Pemerintah Pusat. Di PP ini juga disebutkan bahwa sumber dana JKP dibayarkan oleh Pemerintah Pusat sebesar 0,46% dari upah dan Sumber pendanaan JKP.
Sumber pendaan JKP yang dimaksud itu merupakan rekomposisi dari iuran program jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKm).
Dalam pasal 2 PP ini, Pengusaha atau perusahaan wajib mengikutsertakan Pekerja/Buruh sebagai Peserta dalam program JKP.
PP Nomor 37 Tahun 2021 juga mengatur syarat yang harus dipenuhi untuk bisa menjadi peserta proram JKP. Aturan tersebut ada pada Pasal 4.
Bunyinya adalah:
Pasal 4
(1) Peserta terdiri atas:
a. Pekerja/Buruh yang telah diikutsertakan oleh
Pengusaha dalam program jaminan sosial; dan
b. Pekerja/Buruh yang baru didaftarkan oleh
Pengusaha dalam program jaminan sosial.
(2) Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi persyaratan:
Selain itu, pekerja/buruh yang menjadi peserta JKP harus diikutsertakan juga pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), JKK, JHT, JP (jaminan pensiun), dan JKm.
"Pekerja/Buruh yang bekerja pada usaha mikro dan usaha kecil, diikutsertakan sekurangkurangnya pada program JKN, JKK, JHT, dan JKM," demikian bunyi Pasal 4 ayat (2b).
Aturan tersebut berarti mewajibkan pengusaha UMKM untuk mendaftarkan pegawainya pada program JKN, JKK, JHT, dan JKM.
Bukti kepesertaan program JKP bagi pekerja/buruh terintegrasi dalam 1 (satu) kartu kepesertaan program Jaminan sosial pada BPJS Ketenagakerjaan.
Dalam Pasal 8 disebutkan, Pekerja/Buruh yang mempunyai hubungan kerja lebih dari satu tempat, wajib diikutsertakan dalam program JKP oleh masing-masing pengusaha atau perusahaan.
Pembayaran iuran JKP
Aturan soal metode pembayaran JKP terkmaktub dalam Pasal 11 dan 12, termasuk bagian yang harus dibayarkan oleh Pemerintah. Bunyinya sebagai berikut:
Pasal 11
(1) Iuran program JKP wajib dibayarkan setiap bulan.
(2) Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 0,46% (nol koma empat puluh enam persen) dari Upah sebulan.
(3) Iuran sebesar 0,46% (nol koma empat puluh enam persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersumber dari iuran yang dibayarkan oleh Pemerintah Pusat dan sumber pendanaan JKP.
(4) Iuran yang dibayarkan oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebesar 0,22% (nol koma dua puluh dua persen) dari Upah sebulan.
(5) Sumber pendanaan JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan rekomposisi dari iuran program JKK dan JKm.
Adapun ketentuan soal rekomposisi dari iuran program JKK dan JKm yang digunakan untuk iuran JKP, yaitu:
a. iuran JKK direkomposisi sebesar 0, 14% (nol koma empat belas persen) dari Upah sebulan, sehingga iuran JKK untuk setiap kelompok tingkat risiko menjadi:
b. iuran JKM direkomposisi sebesar 0, 10% (nol koma sepuluh persen) dari Upah sebulan,sehingga iuran JKM menjadi sebesar 0,20% (nol koma dua puluh persen) dari Upah sebulan.
Perusahaan harus betul-betul melaporkan upah masing-masing pekerja/buruh. Sebab Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran JKP merupakan Upah terakhir Pekerja/Buruh yang dilaporkan oleh Pengusaha kepada BPJS Ketenagakerjaan dan tidak melebihi batas atas Upah senilai Rp 5 juta.
Jika upah melebihi batas upah seperti yang ditentukan itu, maka upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran adalah sesuai batas atas upah tersebut. Besaran iuran dan batas upah nantinya akan dievaluasi berkala setiap duta tahun.
"Manfaat JKP diberikan kepada Peserta yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja baik untuk hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja -yvaktu tidak tertentu maupun perjanjian kerja waktu tertentu," keterangan Pasal 19 dalam PP Nomor 37 tahun 2021.
Selain memenuhi ketentuan mengalami PHK, peserta yang berhak mendapat manfaat JKP juga harus bersedia untuk kembali bekerja.
Satu lagi syarat agar pekerja yang mengalami PHK memperoleh JKP adalah terkait dengan kedisplinan pembayaran iuran kepada BPJS Ketenagakerjaan. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 19 ayat (3).
Isinya adalah: Manfaat JKP dapat diajukan setelah Peserta memiliki masa iur paling sedikit 12 (dua belas) bulan dalam 24 (dua puluh empat) bulan dan telah membayar iuran paling singkat 6 (enam) bulan berturut-turut pada BPJS Ketenagakerjaan sebelum terjadi Pemutusan Hubungan Kerja atau pengakhiran hubungan kerja.
Kriteria dapatkan manfaat JKP
Aturan mengenai kriteria untuk bisa menerima manfaat JKP, ada dalam pasal 19 dan 20. Ini juga termasuk dengan klaim uang tunai.
Berikut ketentuannya:
Pasal 20
( 1) Manfaat JKP bagi Peserta yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja dikecualikan untuk alasan Pemutusan Hubungan Kerja karena:
(2) Manfaat JKP bagi Peserta yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu diberikan apabila Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengusaha dilakukan sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu.
Pasal 21
( 1) Manfaat uang tunai diberikan setiap bulan paling banyak 6 (enam) bulan Upah dengan ketentuan sebagai berikut:
Kemudian dalam Pasal 22 dijelaskan jika besaran upah yang dilaporkan perusahaan tidak sesuai dengan upah yang sebenarnya sehingga terjadi kekurangan pembayaran manfaat uang tunai kepada pekerja/buruh yang di-PHK, maka perusahaan wajib membayar kekurangan manfaat uang tunai kepada pekerja/buruh sekaligus.
Selain uang tunai, pekerja/buruh yang terkena PHK akan mendapat akses informasi pasar kerja lewat layanan informasi pasar kerja dan atau bimbingan kerja melalui Sistem Informasi Ketenagakerjaan.
Sementara itu manfaat pelatihan kerja kepada pekerja/buruh yang di-PHK diberikan dengan berbasis kompetensi, bisa secara daring atapun luring.
"Pelatihan Kerja dilakukan melalui Lembaga Pelatihan Kerja milik pemerintah, swasta, atau perusahaan," terang Pasal 31.
Maksimal 3 kali dapatkan JKP
Sesuai Pasal 35, hak atas manfaat JKP diajukan paling banyak tiga kali selama masa usia kerja.
Ketentuannya adalah:
Sesuai Pasal 40 PP Nomor 37 tahun 2021, hak atas manfaat JKP akan hilang apabila pekerja/buruh tidak mengajukan permohonan klaim selama tiga bulan sejak terjadinya PHK.
Selain itu, pekerja/buruh yang di-PHK tidak bisa memperoleh manfaat JKP apabila telah mendapatkan pekerjaan baru, atau meninggal dunia.
https://nasional.kompas.com/read/2022/02/15/06453751/syarat-dan-kriteria-klaim-jkp-untuk-pekerja-dan-buruh-yang-di-phk