JAKARTA, KOMPAS.com - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin memberikan tanggapan atas unggahan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) yang menyamakan pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan pemerintahan Presiden kedua RI, Soeharto.
Menurut Ngabalin, YLBHI tidak boleh asal bunyi dalam menyampaikan pendapat.
"Yayasan itu jangan asal bunyi. Pemimpin itu dari keberaniannya dalam mengambil semua konsekuensi," ujar Ngabalin saat dikonfirmasi, Senin (14/2/2022).
"Pak pemimpin yang berani mengambil semua risiko itu. Baik saat menjabat, maupun setelahnya pun Pak Jokowi sudah siap," jelasnya.
Bila persoalan di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah yang akhirnya membuat YLBHI menyamakan pemerintahan Jokowi dengan Soeharto, menurut Ngabalin, YLBHI tak memahami kondisi di lapangan.
"Dia mesti tahu persis yg terjadi di lapangan supaya yayasan ini jangan jadi sumber penyebaran fitnah," lanjit Ngabalin.
"Tanya dia apakah dia memberikan penilaian masa pemerintahan Soeharto seluruhnya jelek? Apa tidak ada secuil kebaikan yang Pak Harto lakukan? Buka mata dan hati untuk menilai pemerintah Presiden Jokowi," jelasnya.
Ia pun berpendapat bahwa yang disampaikan YLBHI tendensius. Oleh karena itu, ia menilai, YLBHI harus dapat membuktikannya.
"Mestinya tidak nyinyir. Mestinya dibuktikan," tambah Ngabalin.
Dalam unggahan di akun Instagram mereka, YLBHI menguunggah ulang (repost) unggahan yang disampaikan akun Instagram @fraksirakyat_id. Dalam unggahan tersebut disebutkan bahwa pemerintahan Jokowi disamakan dengan Orde Baru (Orba) dalam pembangunan.
Tak sampai di sana, YLBHI juga menyampaikan 10 kesamaan pemerintahan Jokowi dengan Orba, yaitu:
1. Mengutamakan pembangunan fisik dan serba dari atas ke bawah untuk kejar target politik minus demokrasi.
2. Pembangunan bernuansa koruptif dan nepotis.
3. Tidak ada perencanaan risiko untuk masyarakat yang terdampak pembangunan sehingga menciptakan kemiskinan (pemiskinan) struktural.
4. Pembangunan tidak berizin atau sengan izin yang bermasalah.
5. Legal (UU dan Kebijakan) namun tanpa legitimasi suara rakyat.
6. Melayani kehendal kekuasaan dan elit oligarki dengan cara perampasan dan perusakan lingkungan.
7. Menstigma rakyat yang melawan perampasan hak dengan melawan pembangunan, komunis, radikal, anarko.
8. Menangkap, mengkriminalisasi bahkan tak segan menembaki rakyat yang mempertahankan hak hingga terbunuh.
9. Pendamping dan warga yang bersolidaritaa dihalangi dan ditangkap.
10. Mengontrol narasi, informasi termasuk membelokkan fakta.
https://nasional.kompas.com/read/2022/02/14/14554671/pemerintahan-jokowi-disamakan-orba-ngabalin-ylbhi-jangan-asal-bunyi