Salin Artikel

Anggota Komisi IX DPR Minta Kebijakan Baru JHT Tidak Rugikan Pekerja

KOMPAS.com - Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Saleh Partaonan Daulay menanggapi polemik tentang Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2/2020 yang mengatur tentang mekanisme penarikan Jaminan Hari Tua (JHT).

Menurutnya, permenaker yang mengatur manfaat JHT akan diberikan kepada peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan setelah berusia 56 tahun harus dipastikan tidak merugikan para pekerja.

“Sejauh ini, saya mendengar masih banyak penolakan dari asosiasi dan serikat pekerja. Dikhawatirkan, penolakan ini akan menyebabkan tidak efektifnya kebijakan (yang) dimaksud,” ujar Ketua Fraksi Partai Amanan Nasional (PAN), dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (14/2/2022).

Saleh juga mengatakan, para pekerja merasa sering ditinggalkan dalam pengambilan keputusan. Menurutnya, ada banyak kebijakan pemerintah yang seakan diputus secara sepihak.

Dia mencontohkan, pemerintah cenderung beraksi sepihak ketika memutuskan Undang-undang (UU) Cipta Kerja, persoalan upah minimum, hingga sekarang persoalan JHT.

"Saya dengar, alasan pemerintah adalah agar tidak terjadi dobel klaim. Di satu pihak ada jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), di pihak lain ada JHT. Lalu, katanya, kebijakan ini juga dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi JHT ke tujuan awalnya," jelasnya.

Masalahnya, lanjut Saleh, JKP di bawah payung hukum UU Cipta Kerja. Kemudian, permenaker ini dikeluarkan setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. 

Hal itu berarti, Permenaker Nomor 2/2020 perlu dipertanyakan apakah sudah bisa diberlakukan.

“Walaupun misalnya JKP sudah boleh diberlakukan, lalu mengapa JHT harus 56 tahun? Apa tidak boleh diambil berdasarkan situasi dan kondisi pekerja? Katakanlah, kondisi pekerja yang sangat sulit, lalu dibolehkan dapat JKP dan JHT? Atau banyak opsi lain yang dimungkinkan," katanya.

Anggota dewan dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Utara (Sumut) II itu pun menyebutkan, hingga kini pihaknya belum mendapat keterangan yang jelas dan lengkap terkait Permenaker Nomor 2/2020.

Saleh menuturkan, dalam rapat-rapat dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan BPJS Ketenagakerjaan, perubahan tentang mekanisme pencairan JHT tidak dibicarakan secara khusus.

“Bahkan dapat dikatakan, belum disampaikan secara komprehensif. Mestinya, rencana penetapan kebijakan ini sudah di-sounding dulu ke DPR. Mulai dari payung hukum, manfaat bagi pekerja, sampai pada keberlangsungan program JHT ke depan. Dengan begitu, kalau ditanya, kami bisa menjelaskan," ujarnya.

Untuk itu, Saleh menilai permenaker ini masih kurang sosialisasi. Menurutnya, Kemenaker belum maksimal mengedukasi masyarakat terkait JKP.

“Kalau betul JKP ini bagus, tentu masyarakat akan mendukung. Saya melihat bahwa Permenaker Nomor 2/2020 masih sangat layak untuk diperbincangkan di publik,” katanya.

Ketua Fraksi PAN itu mengatakan, diskusi publik dimaksudkan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat, terutama dari kalangan pekerja.

Bila hasil diskusi publik tersebut ternyata menilai permenaker ini merugikan para pekerja, lanjut Saleh, pihaknya akan mendorong agar permenaker ini dicabut.

"Harus dibuka ruang untuk diskusi. Tidak baik juga kalau suatu kebijakan strategis tidak melibatkan pihak-pihak terkait," sebutnya.

https://nasional.kompas.com/read/2022/02/14/12533501/anggota-komisi-ix-dpr-minta-kebijakan-baru-jht-tidak-rugikan-pekerja

Terkini Lainnya

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Bertemu Pratikno, Ketua Komisi II DPR Sempat Bahas Penyempurnaan Sistem Politik

Nasional
Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Waketum Nasdem Mengaku Dapat Respons Positif Prabowo soal Rencana Maju Pilkada Sulteng

Nasional
Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Bertemu Komandan Jenderal Angkatan Darat AS, Panglima TNI Ingin Hindari Ketegangan Kawasan

Nasional
5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

5.791 Personel Polri Dikerahkan Amankan World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Golkar Buka Suara soal Atalia Praratya Mundur dari Bursa Calon Walkot Bandung

Nasional
Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Komisi II DPR Ungkap Kemungkinan Kaji Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin 'Gemoy'

PKB-Nasdem Merapat, Koalisi Prabowo Diprediksi Makin "Gemoy"

Nasional
Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Golkar Sedang Jajaki Nama Baru untuk Gantikan Ridwan Kamil di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

DPR Segera Panggil KPU untuk Evaluasi Pemilu, Termasuk Bahas Kasus Dugaan Asusila Hasyim Asy'ari

Nasional
Sinyal 'CLBK' PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Sinyal "CLBK" PKB dengan Gerindra Kian Menguat Usai Nasdem Dukung Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke