Hal itu disampaikannya saat menghadiri acara Wisuda Periode VII Universitas Brawijaya secara daring pada Sabtu (12/2/2022).
"Saya ingin menyampaikan beberapa pesan kepada para wisudawan Universitas Brawijaya. Pertama, bangsa pencipta adalah bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dengan baik," ujar Ma'ruf.
Ditegaskan pula bahwa teknologi tersebut adalah alat sehingga semakin besar kekuatan sebuah alat, makin besar pula potensi manfaat dan petaka yang dapat ditimbulkannya.
Oleh karenanya, Ma'ruf berpesan agar para alumni dapat memahami dengan baik bahasa kemajuan tersebut agar membawa kemanfaatan sehingga Indonesia tidak hanya jadi bangsa pengekor.
Pesan kedua, wakil presiden mengutip ujaran filsuf Yunani Herakleitos bahwa 'Change is the only constant in life' yang berarti perubahan akan selalu terjadi, bahkan kemungkinan akan makin intensif.
"Sehingga inovasi menjadi satu-satunya kesempatan terbaik untuk memitigasi perubahan. Gunakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai untuk ciptakan inovasi tiada henti," tegas Ma'ruf.
Pesan ketiga, para wisudawan dan wisudawati terus membekali kemampuan diri dengan kapasitas kewirausahaan.
"Ilmu pengetahuan dan inovasi akan memiliki efek yang luar biasa bagi perubahan masyarakat apabila dikaitkan dengan dunia usaha," tuturnya.
"Kewirausahaan akan menjadi medium inovasi untuk memproduksi komoditas dan membuka lapangan kerja. Itulah bahan baku utama kesejahteraan," lanjut Ma'ruf.
Menurutnya, esensi wisuda adalah peralihan dari proses mengumpulkan pengetahuan menjadi menyebarkan keberkahan.
Sehingga para alumni hendaknya jangan pernah berhenti menjadi manusia pembelajar.
"Sebaik-baik ilmu terpantul dari teladan perbuatan yang terus mengalir untuk kebeningan hidup bersama, bukan semata memberikan kesejahteraan bagi pribadi dan keluarga," katanya.
Tidak ketinggalan Ma'ruf mengungkapkan lima karakter pokok dari negara yang berhasil memadukan pengembangan teknologi dan kelembagaan yang inklusif.
Pertama, sumber daya manusianya adalah pencipta, bukan pengekor. Kedua, pendidikan formal dan informal ditujukan untuk menambah stok pengetahuan dan keterampilan, bukan semata mengejar gelar kesarjanaan. "Ini terbukti dalam praktik di lapangan," katanya.
Karakter ketiga adalah insentif kelembagaan inovasi dalam jumlah besar, baik pada lingkup negara, korporasi, maupun komunitas.
Keempat, alokasi dan jenis kegiatan di dalam mata anggaran publik dirombak supaya menghasilkan inovasi, bukan sekadar bersandarkan kepada norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK).
Karakter kelima, lanjut Ma'ruf, institusi pendidikan dan riset menjadi jangkar ekonomi.
Institusi pendidikan memimpin dan mendorong arah pembangunan ekonomi.
"Tepat pada titik inilah pekerjaan rumah transformasi ekonomi menanti Indonesia," ucap Ma'ruf.
Namun, Ma'ruf mengakui bahwa data menunjukkan jumlah peneliti di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan negara lain.
"Jumlah peneliti setara penuh waktu per satu juta jiwa penduduk di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 216 orang," ungkap Wapres.
Bila dibandingkan dengan China dan Rusia jumlah penelitinya masing-masing sebanyak 1.307 dan 2.784 per satu juta jiwa penduduk pada tahun yang sama.
Indonesia tertinggal jauh dibanding ketersediaan peneliti di Jepang dan Korea Selatan, yakni berurutan sebanyak 5.331 dan 7.980 berdasarkan UNESCO Institute for Statistics periode 2016–2018.
"Demikian pula, ketersediaan ilmuwan dan insinyur yang diketahui dari persentase lulusan pendidikan tinggi di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) di Indonesia juga masih rendah," katanya.
Persentase lulusan bidang STEM di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 19,42 persen. Situasi ini tergolong rendah dibandingkan negara anggota G20 lainnya, seperti India dan Rusia pada tahun 2018 berurutan sebanyak 32,65 persen dan 31,06 persen berdasarkan Education Statistics World Bank 2016–2018.
Kondisi tersebut yang menjadi penyebab jumlah paten di Indonesia juga belum banyak.
https://nasional.kompas.com/read/2022/02/12/15172951/wapres-maruf-tegaskan-indonesia-tak-boleh-jadi-bangsa-pengekor