JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia akhirnya memutuskan berbelanja alutsista berupa jet tempur buatan Prancis, Dassault Rafale. Pesawat mutakhir itu akan digunakan TNI AU untuk menggantikan sejumlah jet tempur yang sudah uzur.
Keputusan itu diambil salah satunya karena dinamika situasi pertahanan dan keamanan di kawasan Asia Pasifik. Hal itu menjadi salah satu faktor Indonesia menggenjot modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista).
Selain itu, peremajaan alutsista yang uzur juga menjadi alasan lain hal itu dilakukan demi memenuhi postur pertahanan nasional yang dirancang sejak jauh-jauh hari untuk memenuhi kualifikasi kekuatan minimum esensial (MEF) yang kini sudah memasuki tahap III.
Selain jet Rafale, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengatakan Indonesia juga mengincar kapal selam Scorpene produksi Naval Group yang juga berasal dari Prancis.
Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Joe Biden juga dilaporkan memberi lampu hijau supaya Indonesia bisa membeli jet tempur mutakhir F-15.
Pilihan untuk membeli alutsista dari Blok Barat diambil setelah Indonesia sempat melirik jet tempur Sukhoi Su-35 buatan Rusia. Namun, dengan ancaman sanksi dari AS yang mempunyai Undang-Undang Melawan Musuh Amerika Melalui Sanksi (CAATSA), rencana mendatangkan jet tempur dari Rusia kandas.
Selain itu, situasi di politik di kawasan Asia Pasifik juga terus menghangat. Hal itu dikarenakan oleh sikap China di Laut China Selatan dan pembentukan pakta pertahanan dan keamanan antara Australia, Inggris, dan Amerika Serikat (AUKUS).
Menurut pengamat pertahanan dari Universitas Al Azhar Ramdhan Muhaimin, keputusan pemerintah membeli alutsista terbaru adalah bentuk tanggapan dari situasi dunia saat ini.
"Pengadaan ini merupakan kebijakan sekuritisasi pemerintah Indonesia menyikapi atau merespons dinamika keamanan di regional dan global yang terus menghangat," kata Ramdhan kepada Kompas.com, Jumat (11/2/2022).
Pengadaan alutsista mutakhir oleh Indonesia, menurut Ramdhan, jangan diartikan sebagai pernyataan supaya perselisihan di Laut China Selatan jangan sampai melebar. Apalagi hubungan politik dan ekonomi Indonesia dan China saat ini erat.
"Perlu diingat, hingga periode kedua Presiden Joko Widodo, hubungan Indonesia-China masih bisa dibilang mesra. Beberapa proyek nasional merupakan kerja sama ekonomi kedua negara, baik platform bilateral maupun BRI (Belt and Road Initiative)," ujar Ramdhan.
Ramdhan mengatakan penguatan pertahanan wajib dilakukan Indonesia, karena perkembangan lingkungan strategis di wilayah Asia Tenggara yang merupakan bagian dari Indo-Pasifik sangat dinamis.
"Indonesia bisa disebut tulang punggung Asia Tenggara maupun Indo-Pasifik," ujar Ramdhan.
Indonesia juga harus mempunyai alutsista yang bisa diandalkan untuk menjaga garis pantai sepanjang 99.083 kilometer. Termasuk melindungi dari berbagai tindak kejahatan seperti penyelundupan, perdagangan orang, sampai terorisme.
Selain membeli alutsista, Indonesia juga melakukan kerja sama penelitian dan pengembangan dengan sejumlah perusahaan Prancis. Antara lain kerja sama antara PT PAL dan Naval Group terkait kapal selam dalam hal persenjataan, suku cadang dan latihan.
Kerja sama lainnya adalah antara Dassault Aviation dan PT Dirgantara Indonesia untuk perawatan perbaikan pesawat-pesawat Prancis di Indonesia.
Selanjutnya, MoU kerja sama di bidang telekomunikasi antara PT LEN dan Thales Group serta kerja sama pembuatan amunisi kaliber besar antara PT Pindad dan Nexter Munition.
Diharapkan dengan kerja sama itu terjadi alih teknologi yang diharapkan bisa menggenjot industri pertahanan dalam negeri.
https://nasional.kompas.com/read/2022/02/11/20505931/jet-rafale-dan-modernisasi-alutsista-untuk-perkuat-kuda-kuda-ri