Salin Artikel

Wadas, Noda Pembangunan yang Selalu Berulang

Terdapat dua akar masalah yang terjadi di sana, yakni rencana pembangunan Bendungan Bener dan berkaitan penambangan batu andesit.

Kekerasan terus saja berulang. Masih lekat memori kolektif publik pada 24 April 2021, dengan penangkapan sebelas warga Desa Wadas.

Mereka distigma sebagai pihak yang merintangi proyek infrastruktur berupa pembangunan Bendungan Bener.

Aksi damai dilakukan dalam rangka menolak pemasangan patok untuk proyek pembangunan Bendungan Bener yang dinilai akan merampas ruang hidup masyarakat setempat.

Meskipun Pemerintah berargumentasi pembangunan diperlukan untuk kepentingan irigasi 15.069 Ha.

Peristiwa paling aktual ini adalah penangkapan terhadap 23 warga Desa Wadas. Mereka adalah masyarakat yang memilih bersikap menolak lahannya dibebaskan untuk penambangan batu adesit.

Luas tanah yang akan dibebaskan mencapai 124 hektar. Batu andesit yang ditambang dari Desa Wadas ini sedianya akan digunakan sebagai material untuk pembangunan Bendungan Bener yang lokasinya masih berada di Kabupaten Purworejo.

Meskipun publik mengecam berbagai peristiwa tersebut, Ganjar Pranowo, Gubernur Provinsi Jawa Tengah dengan “enteng” menyebut tidak akan ada kekerasan apapun dalam peristiwa ini, meminta semua pihak meletakan pada pondasi yang sama dan soft.

Sebuah pernyataan yang kontradiktif dengan situasi di lapangan dengan adanya 250 petugas gabungan TNI, Polri dan Satpol, serta beberapa video yang beredar di publik.

Keberulangan pola kekerasan

Diakui bahwa pembangunan infrastruktur merupakan satu pilihan rasional dan strategis yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam rangka mempercepat pertumbuhan dan pemerataan ekonomi Indonesia.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) Tahun 2015-2019: Agenda Pembangunan Nasional (Buku I) yang disusun oleh Kementerian PPN/Bappenas, menyebut bahwa agenda pembangunan infrastruktur bertujuan untuk tiga hal, yaitu pemerataan pembangunan, pembangunan ekonomi, dan pengembangan kawasan.

Dalam upaya mencapai target pertumbuhan PDB skenario menengah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menegah 2020-2024, kebutuhan belanja infrastruktur termasuk untuk pengadaan tanah diperkirakan mencapai Rp 6.421 Triliun atau rata-rata 6,08 persen dari PDB, sehingga stok kapital infrastruktur akan mencapai 50 persen dari PDB tahun 2024.

Sebagai dasar percepatan pembangunan, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Presiden No 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) Terdapat 201 (dua ratus satu) proyek yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Salah satunya adalah Bendungan Bener yang ditetapkan dalam urutan 136.

Implikasi dari penetapan PSN adalah doktriniasi bersifat top down yang mengamanatkan semua pihak harus mengamankan dan mensukseskan pembangunan ini.

Meskipun demikian, masihlah perlu dilihat apakah setiap proyek yang masuk dalam PSN otomatis memiliki urgensi sebagai kepentingan umum yang memiliki konsekuensi dalam aspek pengadaan tanah.

Pengadaan lahan itu menjadi sumber konflik dengan masyarakat yang menggantungkan wilayah hidupnya.

Hasil penelitian yang Penulis lakukan pada 2019 – 2020 terkait konflik agraria dalam infrastruktur, ada 33 kasus yang diterima Komnas HAM, yakni Jawa Barat (8 kasus), Sulawesi Selatan (4 kasus), Sumatera Utara (2 kasus), Papua (1 kasus), Papua Barat (1 kasus).

Kemudian Nusa Tenggara Timur (2 kasus), Maluku (2 kasus), DKI Jakarta (2 kasus), Sulawesi Tenggara (2 kasus), Jawa Tengah (2 kasus) dan satu kasus terjadi di Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Bali, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat dan DI Yogyakarta.

Terdapat tipologi atau pola yang menyebabkan konflik dalam pembangunan infrastruktur, yakni faktor regulasi dan lapangan karena:

  1. persoalan ganti kerugian dan kriteria penilaian;
  2. tidak adanya studi kelayakan bagi masyarakat terdampak;
  3. perencanaan yang tidak disesuaikan dengan kemampuan anggaran;
  4. eksistensi makelar tanah;
  5. pengadaan tanah masih menggunakan cara represif;
  6. jangka waktu penyampaian keberatan yang terbatas;
  7. formalitas musyawarah dengan masyarakat – karena semua telah ditetapkan tim penilai;
  8. persoalan konsinyasi berupa penitipan uang di pengadilan secara sepihak dan kemudian adanya pencabutan hak tanah masyarakat.

Kembali dalam konteks konflik di Wadas – maka melihat pola kekerasan, pengerahan aparat, penegakan hukum dan permintaan masyarakat untuk mengikuti prosesi formal dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum – merupakan cara paling lazim digunakan dengan dalih percepatan pembangunan.

Konflik yang terus terjadi – menunjukan situasi yang sama, bahkan memburuk dibandingkan tahun sebelumnya.

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) yang mencatat adanya lonjakan 123 persen konflik agraria akibat proyek strategis nasional (PSN) infrastruktur, dari 17 kasus menjadi 38 kasus pada 2021.

KPA menilai bahwa akar masalah terjadi karena tanah-tanah yang menjadi target pengadaan tanah untuk kepentingan umum infrastruktur tersebut tumpang tindih dengan tanah dan lahan pertanian masyarakat.

Pada akhirnya proses yang tergesa-gesa, tidak transparan dan partisipatif, abai dalam menghormati dan melindungi hak konstitusional warga terdampak.

Pemaksaan mengikuti proses formal

Merujuk ketentuan Pasal 23 UU Nomor 2/2012 mengatur apabila terdapat keberatan terhadap penetapan lokasi objek pembangunan untuk kepentingan umum, masyarakat dapat mengajukan gugatan ke PTUN setempat paling lama dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Penetapan Lokasi oleh Gubernur.

Sedangkan PTUN diberikan jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya gugatan untuk memutuskan diterima/ditolaknya gugatan.

Oleh karena itu, maka dalam konteks Bendungan Bener – Gubernur Jawa Tengah memilki peran yang krusial.

Prosedur selanjutnya jika terdapat pihak-pihak yang keberatan terhadap putusan PTUN, maka dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah keluarnya putusan PTUN.

Kemudian Mahkamah Agung diberikan jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja untuk menilai permohonan tersebut.

Selanjutnya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap menjadi dasar diteruskan atau tidaknya pengadaan tanah bagi pembangunan infrastruktur.

Kedua adalah pengajuan ke Pengadilan Negeri mengenai ganti kerugian. Pasal 38 UU Nomor 2/2012 mengatur bahwa dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besaran ganti kerugian, maka pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah ditandatangani Berita Acara Kesepakatan.

Pengadilan Negeri kemudian memutuskan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterimanya pengajuan keberatan.

Apabila masih ada pihak yang keberatan atas putusan Pengadilan Negeri dapat mengajukan kasasi paling lama 14 (empat belas) hari kerja ke Mahkamah Agung.

Selanjutnya Mahkamah Agung wajib memberikan keputusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diterimanya permohonan kasasi.

Mencermati mekanisme dan prosedur hukum sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2/2012, sekurang-kurangnya terdapat beberapa persoalan, yaitu:

Pertama, pemaksaan masyarakat mengikut prosedur hukum formal. Melihat ketentuan sebagaimana diuraikan tersebut, maka tidak ada pilihan lain bagi masyarakat yang memiliki keberatan, baik dalam aspek penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum ataupun mengenai bentuk/atau besaran ganti kerugian.

Karena pada akhirnya jika pun menolak dan tidak mengajukan proses hukum, maka akan dianggap menerima, terutama mengenai bentuk dan besaran ganti kerugian.

Kedua, penyederhaan waktu yang sangat singkat dalam proses hukum. Sebagai contoh, untuk menggugat Penetapan Lokasi ke PTUN, masyarakat hanya diberikan waktu 30 (tiga puluh) hari mengajukan gugatan.

Padahal dalam ketentuan pokok UU Peradilan Tata Usaha Negara Nomor 5 Tahun 1986 yang telah diubah dua kali melalui UU Nomor 9 Tahun 2004 dan UU Nomor 51 Tahun 2009, sangat jelas jangka waktu pengajuan gugatan terhadap keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara selama 90 (sembilan puluh) hari kerja.

Konsekuensinya terjadi pengurangan dalam pemenuhan hak untuk memperoleh keadilan bagi masyarakat korban terdampak dalam pembangunan demi kepentngan umum.

Hak atas pembangunan untuk semua

Hak atas pembangunan merupakan salah satu hak asasi fundamental yang berakar pada Piagam PBB, Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politk, dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.

Deklarasi Hak Atas Pembangunan (diterima Majelis Umum PBB lewat resolusi No. 41/128, 4 Desember 1986) membuat hak ini menjadi eksplisit.

Deklarasi ini menyatakan dengan tegas bahwa hak atas pembangunan adalah hak yang tidak dapat dicabut (an inalienable right) dengan dasar bahwa setiap individu dan seluruh umat manusia memiliki hak untuk berpartsipasi, berkontribusi, dan menikmat pembangunan ekonomi, sosial, budaya, dan politik.

Demikian halnya, dalam Deklarasi Wina dan Deklarasi Copenhagen yang secara jelas merumuskan bahwa masyarakat harus ditempatkan sebagai pusat perhatian untuk pembangunan yang berkelanjutan, pembangunan dilakukan guna memerangi kemiskinan – bukan memundurkan taraf hidupnya, serta membantu mencapai perkembangan integrasi sosial yang stabil, aman, dan berkeadilan sosial untuk semua.

Oleh karena itu, meskipun benar bahwa Bendungan Bener telah ditetapkan dalam Perpres Nomor 3 Tahun 2016 sebagai PSN, akan tetapi pintu dialog, diskusi dan penghindaran kekerasan akan menjadi kunci dalam penyelesaian.

Pemerintah sudah sepatutnya menghindari cara-cara kekerasan dan intimidasi, mempertimbangan seluruh keberatan dan kekhawatiran masyarakat korban terdampak.

Selain itu, secara efektif menyusun alternatif yang memastikan bahwa mereka adalah subjek dalam pembangunan yang terlebih dahulu harus ditingkatkan taraf hidupnya dan hak atas lingkungan hidupnya juga terjamin.

https://nasional.kompas.com/read/2022/02/09/13492931/wadas-noda-pembangunan-yang-selalu-berulang

Terkini Lainnya

Sekjen PDI-P: Otto Hasibuan Mungkin Lupa Pernah Meminta Megawati Hadir di Sidang MK

Sekjen PDI-P: Otto Hasibuan Mungkin Lupa Pernah Meminta Megawati Hadir di Sidang MK

Nasional
Peduli Kesejahteraan Masyarakat, PT Bukit Asam Salurkan Bantuan Rp 1 Miliar ke Masjid hingga Panti Asuhan di Lampung

Peduli Kesejahteraan Masyarakat, PT Bukit Asam Salurkan Bantuan Rp 1 Miliar ke Masjid hingga Panti Asuhan di Lampung

Nasional
Di Universität Hamburg Jerman, Risma Ceritakan Kepemimpinannya Sebagai Walkot dan Mensos

Di Universität Hamburg Jerman, Risma Ceritakan Kepemimpinannya Sebagai Walkot dan Mensos

Nasional
Kubu Prabowo Anggap 'Amicus Curiae' Sengketa Pilpres sebagai Bentuk Intervensi kepada MK

Kubu Prabowo Anggap "Amicus Curiae" Sengketa Pilpres sebagai Bentuk Intervensi kepada MK

Nasional
Sidang Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Dituntut 3 Tahun 5 Bulan Penjara

Sidang Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Dituntut 3 Tahun 5 Bulan Penjara

Nasional
Ajukan 'Amicus Curiae', Arief Poyuono Harap MK Tolak Sengketa Pilpres

Ajukan "Amicus Curiae", Arief Poyuono Harap MK Tolak Sengketa Pilpres

Nasional
Optimistis Pertemuan Prabowo-Megawati Berlangsung, Gerindra Komunikasi Intens dengan PDI-P

Optimistis Pertemuan Prabowo-Megawati Berlangsung, Gerindra Komunikasi Intens dengan PDI-P

Nasional
Dibantu Tony Blair Institute, Indonesia Percepat Transformasi Layanan Digital Pemerintah

Dibantu Tony Blair Institute, Indonesia Percepat Transformasi Layanan Digital Pemerintah

Nasional
Senat Mahasiswa Driyarkara Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Kabulkan Sengketa Pilpres 2024

Senat Mahasiswa Driyarkara Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Kabulkan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Ditanya Progres Komunikasi dengan PKB dan PPP, Gerindra: Jos!

Ditanya Progres Komunikasi dengan PKB dan PPP, Gerindra: Jos!

Nasional
Ditanya Kemungkinan Gerindra Kembali Dukung Anies di Pilkada DKI, Gerindra: Anies Siapa?

Ditanya Kemungkinan Gerindra Kembali Dukung Anies di Pilkada DKI, Gerindra: Anies Siapa?

Nasional
Dituding Jadi Penghambat Pertemuan Megawati dengan Jokowi, Hasto: Apa Perlu Saya Bacakan Komentar Anak Ranting?

Dituding Jadi Penghambat Pertemuan Megawati dengan Jokowi, Hasto: Apa Perlu Saya Bacakan Komentar Anak Ranting?

Nasional
Survei LSI: Pemilih Anies dan Ganjar Tidak Puas dengan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Survei LSI: Pemilih Anies dan Ganjar Tidak Puas dengan Penyelenggaraan Pemilu 2024

Nasional
Panglima TNI Minta Para Prajurit Tak Mudah Terprovokasi Berita-berita di Media Sosial

Panglima TNI Minta Para Prajurit Tak Mudah Terprovokasi Berita-berita di Media Sosial

Nasional
Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi Kasus APD Covid-19

Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi Kasus APD Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke