Salin Artikel

Puluhan Ribu Pekerja Asing di Indonesia: dari Teknisi Alat Berat sampai Direksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Banyaknya tenaga asing yang dipekerjakan di Indonesia masih menjadi persoalan.

Apalagi, ternyata, mayoritas tenaga asing dipekerjakan di level profesional, seperti teknisi pemasangan alat-alat berat.

Hal ini memunculkan kekhawatiran mengingat angka pengangguran di Tanah Air masih tinggi dan lapangan kerja terbatas.

Mayoritas tenaga profesional

Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) mencatat, ada lebih dari 100.000 pekerja asing di Indonesia selama 2019-2021.

Mereka dipekerjakan pada berbagai jabatan. Namun, paling banyak pada level profesional.

"Berdasarkan level jabatan, pada 2019, untuk advisor atau konsultan sebanyak 27.241. Direksi sebanyak 11.508, kemudian komisaris sebanyak 991, dan manajer sebanyak 23.082," kata Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kemenaker Suhartono dalam rapat bersama panitia kerja (Panja) Komisi IX DPR bersama pemerintah, Selasa (8/2/2022).

"Untuk profesional sebanyak 46.724," tuturnya.

Pada tahun berikutnya yaitu 2020, jumlah pekerja asing profesional di Indonesia mengalami penurunan menjadi 41.906 orang.

Di tahun yang sama, pekerja asing yang menjabat sebagai konsultan ada 21.600 orang, direksi perusahaan 9.956 orang, komisaris 718 orang, dan manajer 19.941 orang.

"Untuk tahun 2021, konsultan sebanyak 20.807, direksi sebanyak 8.936, komisaris sebanyak 656, manajer sebanyak 19.127, dan profesional sebanyak 38.745," jelas Suhartono.

Dari banyaknya pekerja asing di bidang profesional, paling banyak dipekerjakan sebagai teknisi. Para pekerja itu mayoritas ditugaskan pada pemasangan alat-alat berat.

Menurut Suhartono, tenaga asing dibutuhkan dalam hal ini untuk memudahkan penggunaan alat-alat berat yang umumnya pengoperasiannya menggunakan bahasa asing.

"Untuk yang profesional ini adalah banyakan tenaga teknis, teknisi, misalnya untuk pemasangan alat-alat berat," ujar Suhartono

"Karena ini berkaitan dengan masalah untuk bahasa, petunjuknya (petunjuk alat) dari negara asal mereka, jadi ini membutuhkan," kata dia.

Suhartono pun mengeklaim, para pekerja asing tersebut tidak lama dipekerjakan di Indonesia. Mereka disebut hanya bekerja selama kurang lebih 6 bulan.

Jumlahnya turun

Meski jumlahnya masih banyak, Suhartono mengungkap, angka pekerja asing selama masa pandemi Covid-19 mengalami penurunan.

"Perkembangan pada masa Covid-19, terjadi penurunan pada 2019 sebanyak 109.546 pekerja, menjadi 93.761 pada 2020, dan pada 2021 sebanyak 88.271," kata Suhartono.

Pekerja asing di bidang jasa misalnya, pada tahun 2019 jumlahnya mencapai 65.416 orang.

Kemudian, pada sektor industri sebanyak 41.418 orang, sedangkan sektor pertanian dan maritim sebanyak 2.712.

"Jadi, total pada 2019 sebanyak 109.546 (pekerja asing)," kata Suhartono.

Sementara, tahun 2020 pekerja asing di sektor jasa turun menjadi 53.323 orang. Sektor industri turun menjadi 38.087 orang, dan sektor pertanian-maritim menjadi 2.351 orang.

Dengan demikian, tahun 2020 jumlah pekerja asing di Indonesia berdasarkan kategori jenis usaha mencapai 93.761 orang.

"Sementara, pada 2021, untuk sektor jasa sebanyak 46.795, industri sebanyak 39.225, pertanian dan maritim sebanyak 2.251. Jadi total pada 2021 sebanyak 88.271," tutur Suhartono.

Menurut Suhartono, penurunan jumlah pekerja asing ini tak lepas dari adanya kebijakan pengendalian TKA di masa pandemi Covid-19.

Ancam tenaga kerja dalam negeri?

Tak bisa dipungkiri, banyaknya tenaga kerja asing di Indonesia menjadi kekhawatiran bagi pekerja dalam negeri. Apalagi, masih banyak angkatan kerja Indonesia yang menganggur.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, ada 9,1 juta pengangguran di Indonesia per Agustus 2021.

Meski masih tinggi, jumlah itu turun sekitar 670.000 orang dibandingkan Agustus 2020 yang mencapai 9,77 juta orang.

Memandang hal ini, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Padjadjaran, Yogi Suprayogi Sugandi menilai, banyaknya alat-alat berat yang didatangkan dari luar negeri untuk keperluan pembangunan menyebabkan Indonesia harus mempekerjakan tenaga asing.

"Saya melihat banyak barang-barang baru yang orang Indonesia saya pikir belum bisa sampai ke situ," kata Yogi kepada Kompas.com, Selasa (8/2/2022).

Menurut Yogi, jika situasinya demikian, mau tak mau tenaga asing harus dipekerjakan. Namun demikian, ia mengatakan, seharusnya tenaga asing juga bertindak sebagai pendamping bagi pekerja Indonesia.

Dengan demikian, Indonesia tak hanya mempekerjakan tenaga asing, tapi juga mendapat ilmu yang ditransfer oleh para pekerja asing.

"Harus dipastikan bahwa ke depan bangsa kita bisa mengoperasikan itu. Saya pikir tenaga kerja asing itu ada untuk menjadi pendamping, transfer knowledge (pengetahuan)," ujarnya.

Namun, lebih dari itu, menurut Yogi yang tidak kalah penting adalah banyaknya tenaga kerja asing di Indonesia yang tidak tercatat oleh pemerintah. Menurut dia, para pekerja ini banyak dipekerjakan di level profesional, bahkan sebagai pelayan toko.

Persoalan inilah yang menurut Yogi hingga saat ini belum bisa diselesaikan oleh pemerintah dan seharusnya segera ditindaklanjuti.

"Yang tidak teregistrasi itu yang seharusnya ditindak. Karena ke depan orang-orang berlualitas itu akan cukup sulit ditemukan di Indonesia karena kebanyakan lari ke luar negeri," kata dia.

https://nasional.kompas.com/read/2022/02/08/22140631/puluhan-ribu-pekerja-asing-di-indonesia-dari-teknisi-alat-berat-sampai

Terkini Lainnya

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke