Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, Kamis (27/1/2022) Burhanuddin mengatakan agar tindak pidana korupsi di bawah Rp 50 juta dapat diselesaikan dengan pengembalian kerugian negara.
“Jika koruptor Rp 50 juta dibiarkan melenggang, maka akan timbul budaya korupsi baru. Selama Rp 50 juta tidak (dianggap) korupsi, maka orang akan bersama-sama korupsi di bawah Rp 50 juta,” papar Feri dihubungi Kompas.com, Jumat (28/1/2022).
Feri menjelaskan, dalam tindak pidana korupsi, kerugian mesti dilihat dari berbagai aspek. Tidak hanya pada jumlah kerugian negara berdasarkan uang yang hilang.
“Ini bukan soal uang yang dicuri saja, tapi juga soal akibat lain yang ditimbulkan. Misalnya, ada kehidupan sosial dengan budaya korupsi akibat dari kejahatan itu,” jelasnya.
“Sistem pemerintahan yang buruk juga akibat dari praktik yang koruptif,” sambung Feri.
Jika praktek ini dibiarkan, Feri khawatir sistem pemerintahan dan kehidupan masyarakat akan hancur.
Ia lantas mempertanyakan pernyataan Burhanuddin tersebut. Menurutnya pernyataan itu tidak sepatutnya dilontarkan.
“Sebagai aparat penegak hukum, pernyataan itu harusnya tidak tersampaikan, bahkan harusnya tidak terlintas dalam alam pikiran seorang jaksa agung,” katanya.
Diketahui Burhanuddin menyatakan mekanisme pengembalian uang untuk tindak pidana korupsi dibawah Rp 50 juta merupakan upaya pelaksanaan proses hukum secara cepat, sederhana dan berbiaya ringan.
Burhanuddin mencontohkan, mekanisme itu dapat diterapkan pada kasus pidana korupsi terkait dana desa.
Tapi ia menjelaskan mekanisme itu hanya diterapkan untuk kasus dengan kerugian negara yang tidak terlalu besar dan tidak dilakukan terus menerus.
https://nasional.kompas.com/read/2022/01/28/13501051/pusako-jika-koruptor-rp-50-juta-dibiarkan-maka-akan-timbul-budaya-korupsi