Salin Artikel

Siapa yang Diuntungkan dari Penandatanganan Kesepakatan FIR Jakarta–Singapura?

Penandatanganan dilakukan Menteri Perhubungan Republik Indonesia dan Menteri Transportasi Singapura di hadapan Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.

Dalam pernyataan resmi pemerintah melalui siaran pers di laman resmi Kemenko Marves, yang dilansir pada Selasa, persetujuan itu menandakan telah selesainya negosiasi bilateral Indonesia – Singapura untuk penyesuaian batas wilayah informasi penerbangan sesuai hukum internasional.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, persetujuan itu menjadi penegasan kedaulatan Indonesia. Sebab Singapura mengakui prinsip negara kepulauan dalam penentuan batas wilayah negara di perairan, ruang udara dan kepulauan.

“Persetujuan penyesuaian batas FIR Jakarta dan Singapura telah turut menegaskan kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia," kata Budi.

"Sebagai negara pihak UNCLOS 1982, Singapura juga mengakui penerapan prinsip negara kepulauan dalam penentuan batas wilayah negara dan yurisdiksi Indonesia di perairan serta ruang udara di kepulauan Riau dan Bintan,” lanjutnya.

5 poin kesepakatan

Menurut Budi, ada lima elemen penting kesepakatan tersebut. Pertama, penyesuaian batas FIR Jakarta yang melingkupi seluruh wilayah teritorial Indonesia sehingga perairan sekitar Kepulauan Riau dan Natuna yang sebelumnya masuk dalam FIR Singapura menjadi bagian dari FIR Jakarta.

Kedua, Indonesia berhak dan bertanggung jawab atas penyediaan jasa penerbangan (PJP) pada wilayah informasi penerbangan yang merupakan FIR Indonesia yang selaras dengan batas-batas laut teritorial. Terkait hal ini, Budi Karya menjelaskan bahwa Indonesia akan bekerjasama dengan Singapura memberikan PJP di sebagian area FIR Indonesia yang berbatasan dengan FIR Singapura.

"Indonesia akan memberikan delegasi pelayanan jasa penerbangan pada area tertentu di ketinggian 0-37.000 kaki kepada otoritas penerbangan Singapura. Di area tertentu tersebut, ketinggian 37.000 kaki ke atas tetap dikontrol Indonesia," katanya.

"Hal ini agar pengawas lalu lintas udara kedua negara, dapat mencegah fragmentasi dan mengkoordinasikan secara efektif lalu lintas pesawat udara yang akan terbang dari dan menuju Singapura pada ketinggian tertentu tersebut," lanjut Budi.

Kemudian, pendelegasian PJP secara terbatas pada area tertentu FIR Jakarta kepada Singapura tentu tidak mengecualikan kewenangan Indonesia untuk melaksanakan aktivitas sipil dan militer sesuai kedaulatan dan hak berdaulat di ruang udara Indonesia.

Otoritas penerbangan Indonesia tetap mengoordinasikan penerbangan di seluruh area FIR Jakarta.

Ketiga, selain menyepakati pengelolaan ruang udara untuk penerbangan sipil, Singapura juga menyepakati pembentukan kerangka kerja sama Sipil dan Militer guna Manajemen Lalu Lintas Penerbangan (Civil Military Coordination in ATC – CMAC). Tujuannya, untuk memastikan terbukanya jalur komunikasi aktif yang menjamin tidak terjadinya pelanggaran kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia.

Untuk itu, pemerintah Indonesia akan menempatkan beberapa orang personil sipil dan militer di Singapore Air Traffic Control Centre (SATCC). Hal ini telah tertuang di dalam perjanjian FIR yang telah ditandatangani.

Selain itu, sebagai bagian dari delegasi PJP terbatas, Otoritas Penerbangan Udara Singapura juga berkewajiban mencegah dan menginformasikan kemungkinan pelanggaran wilayah udara oleh pesawat asing kepada otoritas pertahanan udara Indonesia.

Keempat, Singapura juga berkewajiban menyetorkan kutipan biaya jasa pelayanan penerbangan yang diberikan kepada pesawat yang terbang dari dan menuju Singapura kepada Indonesia.

Pendelegasian PJP itu juga akan diawasi dan dievaluasi secara ketat oleh Kementerian Perhubungan. Evaluasi terhadap delegasi PJP akan dilakukan terhadap Singapura secara berkala maupun secara melekat dengan penempatan personel Indonesia pada menara pengawas penerbangan udara Singapura.

Kelima, Indonesia juga berhak untuk melakukan evaluasi operasional atas pemberian pelayanan navigasi penerbangan yang dilakukan Singapura guna memastikan kepatuhan terhadap ketentuan ICAO.

Penyesuaian batas FIR Jakarta dan Singapura mutlak dilakukan berdasarkan hukum internasional, terutama Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982).

Melalui lima poin tersebut, pemerintah mengklaim Indonesia akhirnya dapat mengelola navigasi udara di atas wilayah Kepulauan Riau dan Natuna. Namun, setelah ini baik Indonesia maupun Singapura masih harus secara bersama menyampaikan kesepakatan batas FIR ini kepada Organisasi Penerbangan Sipil internasional/ICAO untuk disahkan.

Penguasaan Indonesia dipertanyakan

Klaim atas penguasaan wilayah udara di Natuna dan Kepulauan Riau itu dikritik Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana. Hikmahanto menilai klaim tersebut masih sulit diketahui kebenarannya sebelum isi perjanjian dipelajari secara seksama.

Sayangnya, saat ini isi perjanjian belum dapat diakses publik.

"Saat ini perjanjian tersebut belum dapat diakses oleh publik. Bila saatnya perjanjian ini hendak disahkan oleh DPR maka publik akan mendapat akses," kata Hikmahanto dalam keterangan tertulisnya pada Rabu.

Namun, lanjut dia, apabila merujuk pada siaran pers Kemenko Marves dan berbagai pemberitaan di Singapura sepertinya kendali atas FIR di Natuna dan Kepulauan Riau belum berada di Indonesia.

Hikmahanto menjelaskan alasannya. Pertama, siaran pers Kemenko Marves menyebutkan di ketinggian 0-37,000 kaki di wilayah tertentu dari Indonesia akan didelegasikan ke otoritas penerbangan Singapura.

"Ini yang oleh media Singapura disebut hal yang memungkinkan bagi Bandara Changi untuk tumbuh secara komersial dan menjamin keselamatan penerbangan," ungkapnya.

Kedua, berdasarkan laporan media Singapura, pendelegasian diberikan oleh Indonesia untuk jangka waktu 25 tahun dan ada potensi bisa diperpanjang sesuai kesepakatan kedua negara.

"Ini berarti pemerintah Indonesia tidak melakukan persiapan serius untuk benar-benar mengambil alih FIR di atas Kepulauan Riau. Apakah 25 tahun tidak terlalu lama? Lalu tidakkah perpanjangan waktu berarti tidak memberi kepastian," ujar dia.

Hikmahanto mengakui, konsep FIR bertujuan untuk keselamatan penerbangan. Namun pada kenyataannya, Bandara Changi dapat mencetak keuntungan besar bila FIR di atas Kepulauan Riau masih dikendalikan Singapura.

"FIR atas ruang udara suatu negara yang tunduk pada kedaulatan negara bisa saja dikelola oleh negara lain," kata dia. "Hanya saja bila dikelola oleh negara lain menunjukkan ketidak-mampuan negara tesebut dalam pengelolaan FIR yang tunduk pada kedaulatannya," lanjut Hikmahanto.

Karena itu, dari sisi kepentingan Indonesia muncul sejumlah pertanyaan atas perjanjian penyesuaian FIR itu. Antara lain, apakah hingga saat ini Indonesia belum dapat mengelola FIR di atas Kepulauan Riau? Apakah butuh 25 tahun lagi untuk akhirnya bisa melakukannya?  Ataukah 25 tahun tersebut mungkin tidak mencukupi sehingga perlu untuk diperpanjang lagi?

"Lalu menjadi pertanyaan di manakah kehormatan (dignity) Indonesia sebagai negara besar bila tidak mampu mengelola FIR di atas wilayah kedaulatannya dan menjamin keselamatan penerbangan berbagai pesawat udara," kata Hikmahanto.

"Apakah Indonesia rela bila Changi terus berkembang secara komersial karena FIR di atas Kepulauan Riau dipegang oleh Singapura dan tidak Soekarno Hatta? Berbagai pertanyaan ini yang mungkin akan ditanyakan oleh Komisi I DPR saat perjanjian penyesuaian FIR dibahas untuk pengesahan," tambahnya.

Singapura masih menguasai sebagian

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Muhammad Farhan, menyadari bahwa Singapura masih tetap menguasai sebagian ruang udara Indonesia, meski kesepakatan pengambilalihan pelayanan ruang udara untuk wilayah Kepulauan Riau dan Natuna telah terjadi.

Menurut Farhan, hal yang perlu disoroti adalah bagaimana Indonesia kini telah memiliki kesepakatan tersebut secara legal. Farhan menggarisbawahi satu poin kesepakatan FIR yaitu penyesuaian batas FIR Jakarta di mana otoritas Indonesia akan mengambil alih pengelolaan ruang udara Kepulauan Riau, Tanjungpinang, dan Natuna yang dipegang Singapura sejak Indonesia merdeka.

"Secara teknis, kita tetap tidak bisa meninggalkan atau mengambil alih begitu saja. Tetapi yang penting secara legal sudah ada di Indonesia," kata Farhan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu kemarin.

"Secara kedaulatan sudah terpenuhi, walaupun secara teknis, kita masih tergantung pada Singapura," tambah dia.

Dia berpandangan, kesepakatan FIR juga membuat Indonesia tetap dapat menerima Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sebagian ruang udara yang masih dikuasai Singapura.

"Jadi walaupun kita masih menggunakan berbagai macam fasilitas teknis Singapura, setiap PNBP yang ada di situ, itu tetap masuknya ke kas negara Indonesia," ujar dia.

Atas dasar tersebut, Farhan menyebutkan bahwa secara kedaulatan, Indonesia sudah dapat mengambil alih kembali ruang udara yang sebelumnya dikuasai Singapura. Hanya saja, kata dia, secara teknis, sebagian ruang udara masih dikuasai Singapura.

"Hal ini tentu bersangkutan dengan perjanjian ekstradisi, perjanjian penyediaan tempat untuk latihan militer bersama dan lain-lain," tutur Farhan.

DPR akan tanya ke Menhan

Pada Kamis ini, Komisi I DPR dijadwalkan menggelar rapat dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Fadjar Prasetyo. Anggota Komisi I DPR Dave Laksono mengatakan, pihaknya meminta penjelasan pemerintah mengenai kesepakatan FIR.

"Kita bisa bahas secara detail kenapa itu kesepakatan itu hanya di atas 37.000 (feet), apakah ada alasan, apakah ada perjanjian atau bagaimana, nah hal inilah yang harus dibuka secara detil," kata Dave di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu

Politikus Partai Golkar itu tidak menjawab saat ditanya soal signfikansi kesepakatan tersebut bagi Indonesia bilamana Indonesia hanya menguasai ruang udara di atas 37.000 feet.

Menurut Dave, DPR masih perlu meminta penjelasan lebih lanjut dari pemerintah terkait kesepakatan tersebut sebelum bersikap lebih jauh.

Kendati demikian, Dave menegaskan, kesepakatan soal FIR tersebut mesti dibarengi dengan peraturan yang tegas dan infrastruktur yang kuat agar ruang udara Indonesia tidak lagi diganggu.

Ia berpandangan, Indonesia harus memiliki radar yang mencakup seluruh wilayah sehingga bisa memonitor pesawat yang keluar-masuk.

Pemerintah siapkan langkah lanjutan

Deputi V Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, kesepakatan pengambilalihan pengelolaan wilayah udara di Kepulauan Riau dan Natuna perlu diikuti berbagai langkah lanjutan. Antara lain memastikan kesiapan sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, dan teknologi pendukung yang memadai.

"Selain dimaknai sebagai suatu kemajuan, langkah selanjutnya adalah memastikan kesiapan SDM, infrastruktur, dan teknologi yang memadai untuk mendukungnya," ujar Jaleswari dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Rabu.

Jaleswari melanjutkan, setelah kesepakatan bersama itu, mekanisme domestik Indonesia dan Singapura akan berjalan untuk ratifikasi dan implementasi kesepakatan tersebut.

Dia menambahkan, kesepakatan antara Indonesia dan Singapura juga menunjukkan komitmen Presiden Joko Widodo dalam memperkuat kehadiran negara, secara khusus di wilayah perbatasan serta daerah terdepan dan daerah terluar.

Menurut Jaleswari, Presiden Joko Widodo telah berkomitmen untuk mendorong pengelolaan FIR di wilayah perairan Kepulauan Riau dan Natuna oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 2015. Pada September 2015, saat rapat terbatas kabinet, Jokowi menginstruksikan peningkatan sumber daya manusia dan teknologi dalam rangka persiapan pengalihan pengelolaan FIR dari Singapura.

Pada pertemuan bilateral tahun 2019, Indonesia dan Singapura menyepakati kerangka (framework) negosiasi pengalihan pengelolaan FIR yang kemudian menjadi kesepakatan pada 25 Januari 2022.

https://nasional.kompas.com/read/2022/01/27/07471391/siapa-yang-diuntungkan-dari-penandatanganan-kesepakatan-fir-jakartasingapura

Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke